Wednesday 3 August 2011

ASKEP HARGA DIRI RENDAH (HDR)

1.Pengertian
Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :227). Menurut Townsend (1998:189) harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada dikemukan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri. Dari pendapat-pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan, harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, dan gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung, penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun.
2. Tanda dan gejala
Menurut Carpenito, L.J (1998: 352); Keliat, B.A (1994:20); perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain:
Data subjektif:
a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan
c. Perasaan tidak mampu
d. Rasa bersalah
e. Sikap negatif pada diri sendiri
f. Sikap pesimis pada kehidupan
g. Keluhan sakit fisik
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi
i. Menolak kemampuan diri sendiri
j. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
k. Perasaan cemas dan takut
l. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
m. Mengungkapkan kegagalan pribadi
n. Ketidak mampuan menentukan tujuan
Data objektif:
a. Produktivitas menurun
b. Perilaku destruktif pada diri sendiri
c. Perilaku destruktif pada orang lain
d. Penyalahgunaan zat
e. Menarik diri dari hubungan sosial
f. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
g. Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
h. Tampak mudah tersinggung/mudah marah
3. Penyebab
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung, kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C, 1998: 366). Menurut Carpenito, L.J (1998: 82) koping individu tidak efektif adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam menangani stressor internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakadekuatan sumber-sumber (fisik, psikologis, perilaku atau kognitif). Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998: 312) koping individu tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntunan kehidupan dan peran.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan, individu yang mempunyai koping individu tidak efektif akan menunjukkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri atau tidak dapat memecahkan masalah terhadap tututan hidup serta peran yang dihadapi. Adanya koping individu tidak efektif sering ditunjukkan dengan perilaku (Carpenito, L.J, 1998:83; Townsend, M.C, 1998:313) sebagai berikut:
Data subjektif :
a. Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta bantuan
b. Mengungkapkan perasaan khawatir dan cemas yang berkepanjangan
c. Mengungkapkan ketidakmampuan menjalankan peran
Data Objektif :
a. Perubahan partisipasi dalam masyarakat
b. Peningkatan ketergantungan
c. Memanipulasi orang lain disekitarnya untuk tujuan-tujuan memenuhi keinginan sendiri
d. Menolak mengikuti aturan-aturan yang berlaku
e. Perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri dan orang lain:
f. Memanipulasi verbal/perubahan dalam pola komunikasi
g. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
h. Penyalahgunaan obat terlarang
4. Akibat
Harga diri rendah dapat berisiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri, isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptif, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DepKes RI, 1998:336). Isolasi Sosial menarik diri sering ditunjukkan dengan perilaku antara lain:
Data subjektif
a. Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan/pembicaraan
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
Data Objektif
a. Kurang spontan ketika diajak bicara
b. Apatis
c. Ekspresi wajah kosong
d. Menurun/tidak adanya komunikasi verbal
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara

C. Data yang perlu dikaji pada diagnosa Isolasi sosial :menarik diri
• Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
• Klein mengatakan malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
• Merusak diri sendiri
• Merusak orang lain
• Ekspresi malu
• Menarik diri dari hubungan sosial
• Tampak mudah tersinggung
• Tidak mau makan dan tidak tidur
• Tampak ketergantungan pada orang lain
• Tampak sedih dan tida melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan
• Wajah tampak murung
• Ekspresi wajah kosong,
• Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
• Suara pelan dan tidak jelas
• Hanya memberijawaban singkat (ya/tidak)
• Menghindar ketika didekati
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan harga diri rendah
F. FOKUS INTERVENSI
Pasien
SP 1
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih digunakan
3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien
4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih kemampuan kedua
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1
1. mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3. menjelaskan cara - cara merawat pasien harga diri rendah
SP 2
1. melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
2. melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien harga diri rendah
SP 3
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat (discharge planning)
2. menjelaskan follow up pasien setelah pulang

Tuesday 2 August 2011

ASKEP SINUSITIS

1 DEFINISI SINUSITIS
Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu
a. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis
b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung
c. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung
d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata
Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang disebut dengan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang di produksi didalam sinus menuju ke saluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini berguna untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun organisme yang mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir yang ada tidak dapat bergerak keluar & terperangkap di dalam rongga sinus. Jadi sinusitis terjadi karena peradangan didaerah lapisan rongga sinus yang menyebabkan lendir terperangkap di rongga sinus & menjadi tempat tumbuhnya bakteri.
Sinusitis paling sering mngenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.

PENGKAJIAN
A.Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
B.Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan
2. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang.
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.
b. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT.
c. Klien pernah menderita sakit gigi geraham.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien ( cemas atau sedih )
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup
Contohnya untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
c. Pola istirahat dan tidur
Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.
d. Pola persepsi dan konsep diri
Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep diri menurun.
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus menerus ( baik purulen, serous maupun mukopurulen ).
C Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (breath)
a. Bentuk dada : normal
b. Pola napas : tidak teratur
c. Suara napas : ronkhi
d. Sesak napas : ya
e. Batuk : tidak
f. Retraksi otot bantu napas ; ya
g. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
2. Kardiovaskular B2 (blood)
a. Irama jantung : regular
b. Nyeri dada : tidak
c. Bunyi jantung ; normal
d. Akral : hangat
3. Persyarafan B3 (brain)
a. Penglihatan (mata) : normal
b. Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
c. Penciuman (hidung) : ada gangguan
d. Kesadaran: gelisah
e. Reflek: normal
4. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan : bersih
b. Bentuk alat kelamin : normal
c. Uretra : normal
d. Produksi urin: normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
a. Nafsu makan : menurun
b. Porsi makan : setengah
c. Mulut : bersih
d. Mukosa : lembap
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
b. Kondisi tubuh: kelelahan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder dari peradangan dengan sinus.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung.
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi )

INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental.
Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret dikeluarkan.
Kriteria hasil :
- Respiratory Rate 16-20x/menit
- Suara napas tambahan tidak ada
- Ronkhi (-)
- Dapat melakukan batuk efektif
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji penumpukan secret yang ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Ajarkan batuk efektif
d. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret
e. Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk efektif
a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi.
c. Mengeluarkan sekret di jalan napas
d. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret.
e. Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru, jumlah, konsistensi, warna sekret dikaji untuk tindakan selanjutnya

2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
- Klien tidak merasa kesakitan.
- Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi
d. Kolaborasi analgesic
e. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.
a. Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
b. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
c. Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan
d. Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang
e. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil :
- Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar lengan
- Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
- Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah
- Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.
c. Mencatat intake dan output makanan klien.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit
e. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering.
f. Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah makan
a. Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi.
c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.
d. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.
e. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung.
f. Meningkatkan selera makan klien.

4. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
Tujuan : suhu tubuh kembali dalam keadaan normal
Kriteria hasil :
- suhu tubuh 36,5-37,5 C
- kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitoring perubahan suhu tubuh
b. Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses peradangan (inflamasi)
d. Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar a. Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan dari pasien.
b. Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan) tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih banyak.
c. Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi)
d. Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/ sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.

5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung.
Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.
Kriteria hasil :
- Klien tidur 6 – 8 jam sehari.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
b. Menciptakan suasana yang nyaman.
c. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat a. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat atau tidur.
b. Supaya klien dapat tidur dengan nyaman dan tenang.
c. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung

6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi ).
Tujuan : Perasaan cemas klien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien dapat menggambarkan tingkat keemasa dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang di deritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien dengan,
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya secara perlahan dan tenang serta menggunakan kalimat yang jelas, singkat dan mudah dimengerti
d. Menjauhkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
- Batasi kontak dengan orang lain atau klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.
  f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis:
a. Menentukan tindakan selanjutnya.
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan.
c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.

ASKEP STROKE

DEFINISI
Stroke (Penyakit Serebrovaskuler) adalah kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
Stroke bisa berupa iskemik maupun perdarahan (hemoragik). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

PENYEBAB
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

Emboli lemak jarng menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yan gpecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.
Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun.
Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.

GEJALA
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).

Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit bisasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau tejadi beberapa perbaikan.
Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena:
• Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
• Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
• Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
• Penglihatan ganda
• Pusing
• Bicara tidak jelas (rero)
• Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
• Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
• Pergerakan yang tidak biasa
• Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
• Ketidakseimbangan dan terjatuh
• Pingsan.

Kelainan neurologis yang terjadi lebih berat, lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi.
Stroke bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas.


PENGOBATAN
Biasanya diberikan odsigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan.
Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke.
Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepda penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah resiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika obat tertentu yang berfungsi menghancurkan bekuan darah (misalnya streptokinase atau plasminogen jaringan) diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan bahwa penyebabnya adalah bekuan darah dan bukan perdarahan, yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah.
Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati memperbaiki aliran darah ke daerh tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Tetapi pengangkatan sumbatan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, bisa mengurangi resiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid.
Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat.
Diberikan perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan).
Kelainan yang menyertai stroke (misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru) harus diobati.

Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.

REHABILITASI

Rehabilitasi intensif bisa membantu penderita untuk belajar mengatasi kelumpuhan/kecacatan karena kelainan fungsi sebagian jaringan otak.
Bagian otak lainnya kadang bisa menggantikan fungsi yang sebelumnya dijalankan oleh bagian otak yang mengalami kerusakan.
Rehabilitasi segera dimulai setelah tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan penderita stabil. Dilakukan latihan untuk mempertahankan kekuatan otot, mencegah kontraksi otot dan luka karena penekanan (akibat berbaring terlalu lama) dan latihan berjalan serta berbicara.

PROGNOSIS
Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya.
Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan menatal dan tidak mampu bergerak, berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita yang mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Mereka bisa berfikir dengan jernih dan berjalan dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau tungkai yang terkena agak terbatas.
Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke yang disertai dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung. Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap, meskipun beberapa mengalami perbaikan.

SERANGAN ISKEMIK SESAAT
Definisi
Serangan Iskemik Sesaat (Transient Ischemic Attacks, TIA) adalah gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu.
TIA lebih banyak terjadi pada usia setengah baya dan resikonya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Kadang-kadang TIA terjadi pada anak-anak atau dewasa muda yang memiliki penyakit jantung atau kelainan darah.

Penyebab
Serpihan kecil dari endapan lemak dan kalsium pada dinding pembuluh darah (ateroma) bisa lepas, mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil yang menuju ke otak, sehingga untuk sementara waktu menyumbat aliran darah ke otak dan menyebabkan terjadinya TIA.
Resiko terjadinya TIA meningkat pada:
• tekanan darah tinggi
• aterosklerosis
• penyakit jantung (terutama pada kelainan katup atau irama jantung)
• diabetes
• kelebihan sel darah merah (polisitemia).

Gejala
TIA terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berlangsung selama 2-30 menit, jarang sampai lebih dari 1-2 jam.
Gejalanya tergantung kepada bagian otak mana yang mengalami kekuranan darah:
• Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka yang paling sering ditemukan adalah kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan
• Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing, penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh.

Gejala lainnya yang biasa ditemukan adalah:
 Hilangnya rasa atau kelainan sensasi pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
 Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
 Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
 Penglihatan ganda
 Pusing
 Bicara tidak jelas
 Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
 Tidak mampu mengenali bagian tubuh
 Gerakan yang tidak biasa
 Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
 Ketidakseimbangan dan terjatuh
 Pingsan.

Gejala-gejala yang sama akan ditemukan pada stroke, tetapi pada TIA gejala ini bersifat sementara dan reversibel. Tetapi TIA cenderung kambuh; penderita bisa mengalami beberapa kali serangan dalam 1 hari atau hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun. Sekitar sepertiga kasus TIA berakhir menjadi stroke dan secara kasar separuh dari stroke ini terjadi dalam waktu 1 tahun setelah TIA.

Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Karena tidak terjadi kerusakan otak, maka diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan bantuan CT scan maupun MRI.

Digunakan beberapa teknik untuk menilai kemungkinan adanya penyumbatan pada salah satu atau kedua arteri karotis. Aliran darah yang tidak biasa menyebabkan suara (bruit) yang terdengar melalui stetoskop. Dilakukan skening ultrasonik dan teknik Doppler secara bersamaan untuk mengetahui ukuran sumbatan dan jumlah darah yang bisa mengalir di sekitarnya.
Angiografi serebral dilakukan untuk menentukan ukuran dan lokasi sumbatan.
Untuk menilai arteri karotis biasanya dilakukan pemeriksaan MRI atau angiografi, sedangkan untuk menilai arteri vertebralis dilakukan pemeriksaan ultrasonik dan teknik Doppler. Sumbatan di dalam arteri vertebral tidak dapat diangkat karena pembedahannya lebih sulit bila dibandingkan dengan pembedahan pada arteri karotis.

Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah stroke. Faktor resiko utama untuk stroke adalah tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, merokok dan diabetes; karena itu langkah pertama adalah memperbaiki faktor-faktor resiko tersebut.

Obat-obatan diberikan untuk mengurangi kecenderungan pembentukan bekuan darah, yang merupakan penyebab utama dari stroke. Salah satu obat yang paling efektif adalah aspirin. Kadang diberikan dipiridamol, tetapi obat ini hanya efektif untuk sebagian kecil penderita. Untuk yang alergi terhadap aspirin, bisa diganti dengan tiklopidin. Jika diperlukan obat yang lebih kuat, bisa diberikan antikoagulan (misalnya heparin atau warfarin).
Luasnya penyumbatan pada arteri karotis membantu dalam menentukan pengobatan. Jika lebih dari 70% pembuluh darah yang tersumbat dan penderita memiliki gejala yang menyerupai stroke selama 6 bulan terakhir, maka perlu dilakukan pembedahan untuk mencegah stroke. Sumbatan yang kecil diangkat hanya jika telah menyebabkan TIA yang lebih lanjut atau stroke.
Pada pembedahan enarterektomi, endapan lemak (ateroma) di dalam arteri dibuang. Pembedahan ini memiliki resiko terjadinya stroke sebesar 2%. Pada sumbatan kecil yang tidak menimbulkan gejala sebaiknya tidak dilakukan pembedahan, karena resiko pembedahan tampaknya lebih besar.

ASKEP INFARK MIOKARDIUM

PENGERTIAN

Iinfark mioakard adalah suatu keadan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Infark menyebabkan kematian jaringan yang ireversibel. Sebesar 80-90% kasus MCI disertai adanya trombus, dan berdasarkan penelitian lepasnya trombus terjadi pada jam 6-siang hari. Infark tidak statis dan dapat berkembang secara progresif.
Peran Oksigen pd Miokard
• Dibutuhkan pada saat aktivitas preload & afterload.
• Kontraktilitas miokard
• Diperlukan jantung untuk berdenyut.
• Kelelahan & stres emosional meningkatkan denyut jantung.
• Hipoksia, anemia menyebabkan infark.

B. ETIOLOGI
1. faktor penyebab :
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang
b. Curah jantung yang meningkat :
- Aktifitas berlebihan
- Emosi
- Makan terlalu banyak
- hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
- Kerusakan miocard
- Hypertropimiocard
- Hypertensi diastolic
a. faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
- Usia lebih dari 40 tahun
- jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
- hereditas
- Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
Ø hiperlipidemia
Ø hipertensi
Ø Merokok
Ø Diabetes
Ø Obesitas

C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
-Nyeri
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG)
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).

F. PENATALAKSANAAN
1. Rawat ICCU, puasa 8 jam
2. Tirah baring, posisi semi fowler.
3. Monitor EKG
4. Infus D5% 10 – 12 tetes/ menit
5. Oksigen 2 – 4 lt/menit
6. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
7. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
8. Bowel care : laksadin
9. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam /infus
10. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
11. Psikoterapi untuk mengurangi cemas

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan :
Ø nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
Ø wajah meringis
Ø gelisah
Ø delirium
Ø perubahan nadi, tekanan darah.
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS
Kriteria Hasil:
Ø Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
Ø ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
Ø tidak gelisah
Ø nadi 60-100 x / menit,
Ø TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :
Ø Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
Ø Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
Ø Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
Ø Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
Ø Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
Ø Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.

2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Ø Tidak ada edema
Ø Tidak ada disritmia
Ø Haluaran urin normal
Ø TTV dalam batas normal
Intervensi :
Ø Pertahankan tirah baring selama fase akut
Ø Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD
Ø Monitor haluaran urin
Ø Kaji dan pantau TTV tiap jam
Ø Kaji dan pantau EKG tiap hari
Ø Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Ø Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
Ø Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
Ø Berikan makanan sesuai diitnya
Ø Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :
Ø Daerah perifer dingin
Ø EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
Ø RR lebih dari 24 x/ menit
Ø Kapiler refill Lebih dari 3 detik
Ø Nyeri dada
Ø Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
Ø HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg Ø Nadi lebih dari 100 x/ menit
Ø Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS. Kriteria Hasil:
Ø Daerah perifer hangat
Ø tak sianosis
Ø gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
Ø RR 16-24 x/ menit
Ø tak terdapat clubbing finger
Ø kapiler refill 3-5 detik
Ø nadi 60-100x / menit
Ø TD 120/80 mmHg
Intervensi :
Ø Monitor Frekuensi dan irama jantung
Ø Observasi perubahan status mental
Ø Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
Ø Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
Ø Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
Ø Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen

4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Ø tekanan darah dalam batas normal
Ø tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
Ø paru bersih
Ø berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
Intervensi :
Ø Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
Ø Observasi adanya oedema dependen
Ø Timbang BB tiap hari
Ø Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
Ø Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.

5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai dengan :
Ø Dispnea berat
Ø Gelisah
Ø Sianosis
Ø perubahan GDA
Ø hipoksemia
Tujuan :
Ø Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS.
Kriteria hasil :
Ø Tidak sesak nafas
Ø tidak gelisah
Ø GDA dalam batas Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )
Intervensi :
Ø Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
Ø Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
Ø Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.
Ø Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
Ø Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Ø klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
Ø frekuensi jantung 60-100 x/ menit
Ø TD 120-80 mmHg
Intervensi :
Ø Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
Ø Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
Ø Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
Ø Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan.
Ø Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.

7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis
Tujuan :
cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Ø Klien tampak rileks
Ø Klien dapat beristirahat
Ø TTV dalam batas normal
Intervensi :
Ø Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
Ø Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Ø Ajarkan tehnik relaksasi
Ø Minimalkan rangsang yang membuat stress
Ø Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
Ø Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
Ø Berikan support mental
Ø Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang , kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi yang dapat dicegah
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan kesehatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Ø Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping / reaksi merugikan
Ø Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.
Intervensi :
Ø Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program audio/ visual, Tanya jawab dll.
Ø Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan rendah garam ) dan aktifitas yang berlebihan,
Ø Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
Ø Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja, rekreasi aktifitas seksual.

DAFTAR PUSTAKA

1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
4. Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002

Tuesday 3 May 2011

ASKEP HIPERBILIRUBIN

I. PENDAHULUAN
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

II. KONSEP DASAR

A. Pengertian
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.

B. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persnyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.

C. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:

1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.

D. Patofisiologi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.

E. Tanda dan Gejala
♦ Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek).
♦ Anemia
♦ Petekie
♦ Perbesaran lien dan hepar
♦ Perdarahan tertutup
♦ Gangguan nafas
♦ Gangguan sirkulasi
♦ Gangguan saraf

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.

G. Prognosis
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala ensefalopati pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis didan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis ditai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian.

III. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

a. Riwayat penyakit
Kekacauan/ gangguan hemolitik (Rh atau ABO incompabilitas), policitemia, infeksi, hematom, memar, liver atau gangguan metabolik, obstruksi menetap, ibu dengan diabetes.

b. Pemeriksaan fisik
- Kuning
- Pucat
- Urine pekat
- Letargi
- Penurunan kekuatan otot (hipotonia)
- Penurunan refleks menghisap
- Gatal
- Tremor
- Convulsio (kejang perut)
- Menangis dengan nada tinggi
c. Pemeriksaan psikologis
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.
d. Pengkajian pengetahuan keluarga dan pasien

Penyebab dan perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan dengan bayi yang lain yang menderita ikterus, tingkat pendidikan, kurang membaca dan kurangnya kemauan untuk belajar.

B. Diagnosa keperawatan

1. Resiko peningkatan kadar bilirubin dalam darah berhubungan dengan kondisi fisiologis/patologis

Tujuan/Kriteria
Tidak ada peningkatan hiperbilirubinemia

Rencana Tindakan
a.Monitor tanda-tanda vital
b.Monitor bilirubin serum
c.Monitor bila ada muntah, kaku otot atau tremor
d.Kolaborasi terapi dengan tim medis
e.Berikan minum ekstra
f.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi

2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas menghisap

Tujuan/Kriteria
Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Rencana Tindakan
a.Berikan minum melalui sonde(ASI yang diperah atau PASI)
b.Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah
c.Monitor intake dan output
d.Monitor berat badan tiap hari
e.Observasi turgor dan membran mukosa

3. Resiko perubahan suhu Tubuh berhubungan dengan efek samping fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Suhu tubuh tetap normal

Rencana Tindakan:
a.Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
b.Perhatikan suhu lingkungan dan gunakan isolasi
c.Berikan minum tambahan

4. Resiko terjadi trauma persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan efek samping fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan

Rencana Tindakan:
1.Kaji efek samping fototerapi
2.Letakkan bayi 45 cm dari sumber cahaya/lampu
3.Selama dilakukan fototerapi tutup mata dan genital dengan bahan yang tidak tembus cahaya
4.Monitor reflek mata dengan senter pada saat bayi diistirahatkan dan kontrol keadaan mata setiap 8 jam
5.Buka tutup mata bila diberi minum atau saat tidak dibawah sinar
6.Observasi dan catat penggunaan lampu

5. Resiko terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping
fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Selama dalam perawatan kulit bayi tidak mengalami gangguan integritas kulit

Rencana Tindakan:
a.Observasi keadaan keutuhan kulit dan warnanya
b.Bersihkan segera bila bayi buang air besar atau buang air kecil
c.Gunakan lotion pada daerah bokong
d.Jaga alat tenun dalam keadaan bersih dan kering
e.Lakukan alih baring dan pemijatan

6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tujuan, prosedur pemasangan dan efek samping fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Orang tua mengerti tujuan tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi

Rencana Tindakan:
1.Beri penyuluhan pada orang tua tentang tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
2.Berikan support mental
3.Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi

ASKEP TUBERKULOSIS PARU

PENGERTIAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi, kebanyakan menyerang striktur alveolar paru.

PENYEBAB
Mycobacterium yang bersifat tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik sifat kuman ini adalah aerob, bentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 mili micron dan tebal 0, 3 – 0,6 mili micron. da dua jenis yaitu :
1. Mycobacterium tuberkulosis hominis, merupakan sebagian besar kasus TB.
2. Mycobacterium tuberkulosis bovis, TB orofaring dan intestinum.

TANDA dan GEJALA
Tanda yang sering muncul adalah :1. Batuk lebih dari 4 minggu.
2. Batuk berdahak, kadang-kadang bercampur darah.
3. Sakit kepala.
4. Nafsu makan menurun.
5. Berkeringat malam hari walaupun tanpa kegiatan.
6. Demam.
7. Berat badan menurun.
8. Gejala flu seperti demam, malaise kadang sesak napas.
9. Nyeri dada.

PATOFISOLOGI
A. Tubercolosis Primer
Kuman TBC yang masuk melalui saluran pernafasan akan menetap di jaringan kemudian tumbuh dan berkembang dalam sitoplasma, makrofag kuman yang bersarang, primer. Efek primer ini selanjutnya akan menjadi :
1. sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat pada jaringan

2. sembuh dengan sedikit bekas berupa garis-garis fibriotik dan pengapuran pada daerah hilus dan sarang shon.komplikasi menyebar secara
- perkuntionitas yaitu menyebar ke sekitarnya.
- Menyebar secara bronhogen pada paru yang bersangkutan dan menularkan paru sebelahnya.
- Secara limfogen dan hematogen ke organ tubuh lain.

B. Tuberculosis Post Primer
Dari TBC primer akan muncul bertahun-tahun lamanya menjadi TBC post Primer. Post Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di sebagian apical posterior atau inferior pada paru.

KLASIFIKASI
1. TB Parua. BTA mikroskopik langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto toraks menyokong TB dan gejala klinis sesuai TB.
b. BTA (-) tapi kelainan foto thoraks dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB. Pasien ini memerlukan pengobatan adekuat.

2. TB Paru Tersangka
BTA (-), kelainan klinis dan rontgen sesuai TB paru,pengobatan dengan anti TB sudah bisa dimulai.
3. Bekas TB (tidak sakit)
Ada riwayat TB paru pada masa lalu dengan atau tanpa pengobatan. Foto thoraks normal atau abnormal, BTA (-).

PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
 Bentuk dada normal / tidak, postur tubuh (klavikula terangkat).
 Pergerakan dinding dada simetris / tidak.
 Penggunaan otot bantu pernafasan.
 Ritme, sifat, frekuensi dan pola pernafasan.

2. Palpasi
☻ Keadaan kulit dada, nyeri tekan (+ / -).
☻ Tactil fremitus (+ / -).
3. Perkusi
 Tanda infiltrat (redup).
4. Auskultasi
Bunyi bronchial dan ronchi basah.

PENATALAKSANAAN
1. Obat Anti TB (OAT)
Pengobatan melalui 2 fase, yaitu ;
 Fase awal untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat.
 Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada jangka pengobatan pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensial.
OAT yang biasa digunakan : Isoniazid (INH), Ripamfisin (R), Pyrazinamide (Z), Streptomicin (S), Ethanbutol (E).

Panduan Obat Anti Tuberkulosis (WHO 1993)
Panduan OAT Klasifikasi dan Tipe Pasien Fase Awal Fase lanjutan
Kategori 1  BTA (+) baru.
 Sakit berat BTA (-) luar paru.  Tiap hari selama 2 bulan (HRZSE).
 Tiap hari selama 2 bulan (HRZSE).  Tiap hari selama 4 bulan (RH).
 3 x 1 minggu selama 4 bulan (RH).
Kategori 2  pengobatan ulang.
 Kambuh BTA (+).
 Gagal.  Tiap hari selama 2 / 1 bulan (RHZES).
 Tiap hari selama2 / 1 bulan (RHZES).  Tiap hari selama 5 bulan (RHE).
 3 x 1 minggu selama 5 bulan (RHE).
Kategori 3  TB paru BTA (-).
 TB luar paru.  Tiap hari selama 2 bulan (RHZ).
 Tiap hari selama 2 / 3 x 1 minggu (RHZ).
 Tiap hari selama 4 bulan (RH).
 3 x 1 minggu selama 4 bulan (RH).

2. Diet TKTP
3. Perhatikan lingkungan (Ventilasi, k/p isolasi).

Data Penunjang
1. Pemeriksan Laboratorium
 Darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis).
 Sputum BTA (+ / -).

2. Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi
Foto thoraks PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang menunjang :
 Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah.
 Bayangan berawan (patchy) atau bebercak (noduler).
 Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
 Kalainan bilateral terutama dilapisan atas paru.
 Adanya kalsifikasi.
 Bayanganmenetap.
 Bayangan milier.

3. Tes mantoux / tuberculin

PERSALINAN (PARTUS)

A. PENGERTIAN
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan bayi) yang dapat hidup ke dunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau vagina.

B. PEMBAGIAN PERSALINAN
1. Menurut cara persalinan
a. Partus spontan
Proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung 24 jam.
b. Partus luar biasa
• Partus buatan adalah persalinan yang dibantu tenaga dari luar seperti : Sectio Caesaria,Vacum Ekstraksi, Forceps dll
• Partus anjuran adalah persalianan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru dimulai setelah pengobatan misalnya pemecahan ketuban, pemberian pitocin (prostaglandin)/induksi.

2. Menurut umur kehamilan
a. Abortus adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup BB janin < 500 gr, umur kehamilan 20 minggu b. Partus immaturus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 20 – 28 mgg dengan berat antara 500 – 999 gr c. Partus prematurus adalah persalinan dengan umur kehamilan antara 28-36 mgg dengan berat janin antara 1000 - 2499 gr. d. Partus maturus atau aterm (cukup bulan) adalah persalinan dengan umur kehamilan antara 36 - 42 mgg dengan berat janin 2500 - 4000 gr. e. Partus post maturus/serotinus adalah persalinan dengan umur kehamilan lebih dari 43 mgg. f. Partus presipitius adalah persalinan yang berlangsung cepat dalam keadaan/tempat dimana saja. C. SEBAB-SEBAB YANG MENIMBULKAN PERSALINAN 1. Teori penurunan hormon estrogen dan progesteron (1 - 2 mgg sebelum partus). Progesteron menimbulkan relaksasi otot rahim dan estrogen meninggikan kerentanan otot rahim. Pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his. 2. Teori placenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesterone yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menyebabkan kontraksi uterus. 3. Teori distensi rahim menjadi besar dan menegang menyebabkan ischemia otot rahim yang mengganggu sirkulasi uteroplasenta. 4. Teori iritasi mekanik: ganglion bergeser dan tertekan pada belakang servik sehingga timbul kontraksi. 5. Induksi persalinan ( induction of labour ) Persalinan dapat pula ditimbulkan dengan jalan: a. Bagang laminaria Laminaria dimasukkan dalam kanalis serviks untuk merangsang fleksus trankehauses b. Amniotomi ( pemecahan ketuban ) c. Oxytoxin drip C. TANDA PERSALINAN Disebut kala pendahuluan (prepatory stage of labour) 1. Perut > melebar, TFU turun
2. Lightening/settling
3. Polakissuria (sering kencing)
4. Perasaan sakit perut dan pinggang * false labour pains
5. Serviks lembek, lendir bercampur darah (bloody show)

Tanda persalinan secara umum:
1. Adanya his persalinan
2. Mengeluarkan lendir dan darah
3. Keluarnya air sekonyong-konyong dari jalan lahir
4. Adanya pembukaan pada serviks uteri

E. TAHAP PERSALINAN
1. KALA I (Tahap Persalinan)
Tandanya:
 His jarang dan belum kuat
 Pengeluaran lendir dan darah semakin banyak
 Pembukaan servix makin lebar
 Lamanya kala I :
Primi 12 - 14 jam * dengan pembukaan servik 1 cm / jam
Multi 7 - 8 jam * dengan pembukaan servik 2 cm / jam

2. KALA II
Mulai pembukaan lengkap (10 cm) sampai anak lahir
Tandanya:
 His semakin kuat, nyeri, panjang + 50 detik-100 detik
Interval makin pendek * 2 menit – 3 menit satu kali / 3-4 x / 10 mneit.
 Ketuban pecah (sewaktu pembukaan hampir/ sudah lengkap) * keluar air sekonyong-konyong / kantong ketuban.
 Timbul refleks mengedan.
 Anus dan vulva terbuka, perineum menonjol * kepala membuka pintu dan akhirnya keluar pintu * ekspulsi
 Lama kala II :
Primi 1 - 1 ½ jam, Multi + ½ jam

3. KALA III
Dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai lahirnya plasenta lamanya ±5 - 10 menit
Tanda-tanda lepasnya plasenta:
 Uterus menjadi bundar
 Tperdarahan sekonyong-konyong
 Tali pusat memanjang
 Fundus uteri naik, mudah digerakkan

4. KALA IV
Dimulai sejak 1 jam setelah plasenta lahir dan selalu harus mendapat perhatian, seperti :
• Kontraksi uterus
• Perdarahan
• Plasenta dan selaput ketuban lengkap
• Vesika urinaria kosong
• Luka episiotomi harus dirawat (jika ada)

F. MEKANISME PERSALINAN
1. Engaged
 Turun/masuk kepala ke PAP dalam jurusan melintang dan fleksi ringan.
 Pada primi terjadi pada kehamilan pada bulan terakhir
 Pada multi terjadi pada permulaan persalinan
2. Descent
 Majunya kepala yang mana pada primi terjadi pada kala II sedangkan multi bersamaan dengan engaged sambil descent terjadi pula fleksi, rotasi interna dan defleksi
 Faktor yang mempengaruhi : - Tekanan cairan ketuban
- Tekanan lngsung dari uterus pada saat kontraksi
- Kontraksi otot diafragma dan otot abdomen
- Melurusnya tubuh janin karena adaya kontraksi uterus
3. Fleksi
 Fleksi/menekur maka dagu mendekati dada dan bagian terendah/depan UUK
 Fleksi tjd karena anak di dorong ke bawah, tetapi bagian terendah mendapat tahanan dari servix dan dasar/panggul
4. Rotasi Interna
 Putaran paksi dimana bagian terendah janin (UUK) berputar ke depan yang biasanya pada Hodge III sehingga berada di bawah symphisis
5. Ekstensi
Setelah sub occiput lahir kepala mengadakan defleksi, kepala berputar keatas sehingga sub occiput sebagai hipomoklion akan melahirkan UUB, dahi, hidung, mulut dan dagu sehingga kepala lahir seluruhnya.
6. Rotasi eksterna
 Terjadi setelah kepala anak lahir seluruhnya
 Berputar mengembalikan posisi kepala anak ke posisi semula sebelum rotasi interna, berputar kearah punggung untuk menghilangkan torsi pada leher
7. Ekspulsi
Setelah paksi luar selesai, bahu depan lahir diikuti oleh bahu belakang kemudian trochanter mayor depan dan belakang lahir sampai kaki anak (anak lahir seluruhnya)

G. PERAWATAN IBU DALAM INPARTU
KALA I
1. Kala pembukan 0-3 cm
a. Perhatikan keadaan umum Suhu, nadi, pernafasan, TD diperiksa setiap 4 jam
b. Observasi
 His : frekwensi, kuatnya, panjangnya tiap 4 jam
 Keadaan janin : DJJ diperiksa setiap 1 jam dan kuatnya DJJ apakah frekwensinya teratur/tidak kuatnya
 Pengeluaran dari vulva
 Air, lendir darah, darah
 Air sekonyong-konyong
 Air ketuban, perhatikan warnanya apakah jernih, bercampur dengan meconeum berwarna hijau, kuning/merah, ataukah tidak ada air ketuban yang keluar
c. Lakukan usaha septik dan antiseptik
 Memotong/membersihkan kuku
 Mengobati dan menutupi luka * bila ada
 Membersihkan dan mencukur rambut vulva
 K/p mencuci rambut
d. Kandung kencing dan rektum juga perlu diperhatikan setiap 2 - 4 jam, ibu dianjurkan kencing, bisa dilakukan kateterisasi dan bila ada keinginan untuk BAB dilakukan huknah
e. Ibu dilarang mengedan, anjurkan ibu untuk tarik nafas panjang dan buka mulut
f. Kalau ketuban belum pecah ibu bisa dianjurkan jalan-jalan
g. Berikan makanan yang mudah dicerna untuk antisipasi apabila kemungkinan dilakukan operasi
h. Berikan dukungan moril pada ibu dan usahakan ketenangan
i. Alat-alat disiapkan untuk pertolongan persalinan seperti 2 pasang sarung tangan, 1 gunting episiotomi, 1 gunting tali pusat, 2 klem tali pusat, 1 pemecah ketuban, 1 benang / tali pusat, 1 kain duk steril dan kasa steril
j. Lakukan vulva hygiene
k. K/P periksa dalam
l. Bantu ibu dalam mengatasi nyeri dengan teknik distraksi dengan relaksasi, misalnya : dengan usapan

2. Kala I (pembukaan 4 – 10 cm)
a. Perhatikan keadaan umum (vital sign)
b. Observasi his tiap 30 menit, keadaan janin * DJJ tiap 15 menit
c. Bantu ibu untuk mengatasi nyeri
d. Perhatikan kandung kencing * k/p kateter
e. Beri dukungan moril
f. Lakukan vulva hygiene
g. Ibu tidak boleh ditinggalkan sendirian
h. Perhatikan aseptik dan antiseptik

KALA II
a. Perhatikan keadaaan umum ibu (vital sign)
b. Mengawasi keadaan his tiap 15 menit dan DJJ tiap 15 menit.
c. Mengawasi kemajuan persalinan
d. Lakukan persiapan menolong
 Lakukan cuci tangan
 Penolong menggunakan celemek, penutup kepala dan masker
 Pakai sarung tangan steril
e. Lakukan persiapan pasien
 Pasien dibaringkan dengan posisi lithotomy
 Pasang penuutup perut,alas bokong, penutup kaki steril
 Vulva dibersihkan dengan kapas sublimat dengan cara dari atas kebawah kemudian dioleskan bethadine
f. Apabila terdapat tanda – tanda seperti :
 Anus dan vulva terbuka
 Perineum menonjol
 Apabila ketuban belum pecah * pecahkan
Pimpin ibu mengedan, dengan cara:
 Mengedan pada waktu his
 Tarik nafas panjang dulu baru mengedan sepanjang mungkin seperti BAB
 Pantat tidak boleh diangkat
 Untuk membantu kekuatan mengedan sambil menarik ke-2 kaki/paha atau menolak palang tempat tidur
 Mengedan jangan bersuara, bisa juga dengan menggigit handuk.
g. Pada waktu kepala keluar pintu sebesar 3-4 cm, perineum pucat, berkilat tipis, ada darah merah muda, lakukan episiotomi.
 Berikan anestesi lokal sebelum melakukan episiotomi
 Tunggu reaksi obat setelah itu lakukan episiotomi
h. Bila kepala keluar pintu 6-8 cm
 Tangan kanan menahan perineum, agar tidak robek lakukan sampai dagu lahir
 Tangan kiri memeprtahankan kepala anak agar tetap dalam keadaan fleksi, dilaksanakan sampai sub occiput lahir.
 Awasi kemajuan persalinan
i. Bila kepala lahir sampai sub occiput, ibu berhenti mengedan dan lakukan defleksi, tangan kiri mengikuti/mengatur defleksi sehingga melahirkan UUB, muka, dan dagu, usahakan agar tidak terlalu cepat, perineum tetap ditahan sampai kepala lahir seluruhnya.
j. Setelah kepala lahir seluruhnya :dengan tangan kanan mata,dan muka dihapus dengan kain steril(k/p), mengisap lendir dari mulut dan hidung,
k. Periksa kalau ada lilitan tali pusat,bila lilitan pada leher bayi :
• tali pusat kendor : longgarkan lan bebaskan tali pusat dengan bantuan jari penolong
• tali pusat ketat : jepit tali pusat dengan klem didua tempat dan tali pusat dipotong diantara dua klem tsb dengn gunting tali pusat kalau ada dilepaskan
l. Kedua tangan memegang samping kepala anak, mengikuti atau membantu kepala melakukan putaran paksi luar sampai muka anak menghadap tuber ischiadika (tulang duduk ibu).
m. Setelah putaran paksi luar selesai, kepala yang dipegang dengan kedua tanngan ditarik kebawah untuk melahirkan bahu depan, kemudian menarik keatas untuk melahirkan bahu belakang, gerakkan sedikit kebawah untuk, trochanter mayor depan lahir, tarik kearah depan/sesuai sumbu jalan lahir.
n. Anak lahir seluruhnya, letakkan anak diatas perut ibu, lakukan pengisapan lendir pada mulut dan hidung, tali pusat diklem dengan dua klem ± 5-10 cm dari peruut bayi, tali pusatdipotong diantara dua klem, kemuidan diolesi betadine untuk mencegah infeksi tetanus neonatorum. Tali pusat diikat dikedua tempat dalam dan luar klem, bisa juga dijepit dengan penjepit tali pusat.

KALA III
a. Awasi keadaan umum ibu(vital sign)
b. Awasi kemungkinan perdarahan
c. Awasi kontraksi rahim
 Ukur TFU (n) 1-2 jari diatas sympisis
 Raba korpus uteri, apabila :
• Keras berarti konraksi rahim baik
• Lembek apabila kontraksi rahim tidak baik, potensial terjadi perdarahan
d. Kosongkan kandung kencing dengan kateter.
e. Periksa kemungkinan palsenta sudah lepas, dengan cara kustner :
 Massage uterus sampai teraba keras adanya kontraksi
 Bila diam dan tali pusat keluar memanjang berarti plasenta sudah lepas
f. Mengelola kelahiran plasenta
 Uterus dimassage sehingga terjadi kontraksi
 Tangan kiri menyokong utrus untuk mencegah inversio
 Tangan kanan menarik tali pusat perlahan-lahan sampai plasenta lahir seluruhnya, periksa kelengkapan plasenta :
• Apakah kuteledon lengkap dan tidak ada kelainan.
• Ukur diameter (N) 10-20 cm
• Periksa inversio
• Periksa selaput janin
• Ukur panjang tali pusat
• Timbang plasenta
• Beri etiket
g. Kalau ada perineum yang diepisiotomi segera dihecting dan kompres dengan kapas betadine

KALA IV
a. Setelah plasenta lahir, ukur fundus uteri dan raba corpus apakah terjadi kontraksi.
b. Awasi keadaan umum ibu dan ukur tanda vital (TD, nadi, temp dan puls).
c. Awasi dan periksa perdarahan.
d. Periksa perineum, rawat dan jahit luka perineum dan pasang pembalut /mens verband.
e. Bersihkan tubuh ibu, ganti pakaian dan pasang gurita.
f. Ibu disuruh istirahat dan beri teh hangat dan makanan kecil.
g. Setelah satu jam diawasi, ibu dipindah ke kamar perawatan nifas.


H. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Status pengkajian
c. Anamnesa
• Tentang his : mulai nyeri, lokasi, teratur/tidak disertai ingin mengejan
• Pengeluaran dari vulva : lendir darah, darah keluar cairan (sedikit/sekonyong-konyong)
• Keluhan yang menyertai :
- Kurang tidur
- Kurang nafsu makan
- Tidak BAB : berapa lama
- Tidak dapat kencing/poliuri
- Mual-muntah - Pusing/sakit kepala
- Penglihatan kabur
- Bengkak/oedema
- Sesak nafas
- Dll

• Pola reproduksi
- Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas yang lalu
- Riwayat kehamilan sekarang
- Riwayat penyakit yang pernah dialami
- Riwayat pembedahan
- Riwayat penyakit keluarga
d. Pemeriksaan Fisik : tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi dan periksa dalam
e. Pengkajian His : frekuensi, panjang his dan kuatnya
f. Data psiko-sosial
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin munculo
a. Mulanya proses persalinan, peningkatan aktivitas endometrium, pembukaan serviks b/d perubahan hormonal dan fisik.
b. Resiko infeksi pada alat genital dan perkemihan b/d prosedur invasif/ pemeriksaan vaginal dari rectum dan perineum yang kotor pembukaan serviks, pecahnya kantung ketuban.
c. Gangguan rasa nyaman b/d hipoxia uteri, tekanan bawah anak.
d. Peerubahan cardiac output b/d kontraksi uterus, pergeseran arteri dari uterus.
e. Potensial kekurangan cairan b/d penurunan motilitas lambung, pembatasan intake.
f. Perubahan pola eliminasi urine b/d tekanan bawah anak.
g. Potensial injury pada janin b/d penurunan aliran darah dari uterus ke plasenta akibat kontraksi.
h. Potensial injury dan infeksi pada ibu b/d fase ekspulsi pada janin.
i. Potensial perdarahan pada kala III dan IV b/d kontraksi uterus.
j. Kecemasan b/d kurangnya pengetahuan tentang prosedur RS, tidak ada persiapan menerima kelahiran, kematian

ASKEP NEOPLASMA OTAK / TUMOR OTAK

PENGERTIAN
Pertumbuhan jaringan yang tidak normal yang tumbuh di jaringan otak.

KLASIFIKASI
a. Berdasar asal : primer dan metastase.
b. Keganasannya : benign dan malignant.
c. Lokasi pada otak : intra axial dan ekstra axial.
d. Encapsulation : encapsul dan nonencapsul.
e. Histologi.

ETIOLOGI
a. Degenerasi atau pertumbuhan neoplastik.
b. Radiasi.
c. Virus.
d. Substansi-substansi carcinogen.
e. Bawaan : meningioma, astrositoma, neurofibroma.

PATOFISIOLOGI
Adanya massa / neoplasma pada jaringan otak akan berdampak pada jaringan otak sendiri secara lokal dan dampak tumor secara umum. Secara lokal efeknya berupa infiltrasi, invasi dan pengrusakan jaringan otak dan secara langsung akan menekan struktur saraf sehingga terjadi degenerasi dan gangguan sirkulasi darah. Edema juga akan meningkat, selain itu ICP juga meningkat apabila terjadi hambatan sirkulasi cairan cerebrospinalis.
Efek tumor tergantung lokasi, jenis dan pertumbuhan tumor, kebanyakan tumor otak ini berkembang lambat ( progresif lambat ) dengan onset yang perlahan-lahan, namun kadang-kadang ada juga tumor otak dengan gejala yang akut. Manifestasi klinis pada prinsipnya berupa manifestasi dari peningkatan tekanan intra kranial, baik karena efek massa tumor ( SOL : space occupying lesion / lesi desak ruang ) atau karena edema cerebri atau karena hydrosefalus obstruktif.
Klinis peningkatan tekanan intrakranial, selain meningkatnya tekanan intra kranial juga akan disertai “ bangkitan epilepsi” seperti terjadi pada tumor supra tentorial.

MANIFESTASI KLINIS
a. Sakit kepala : mendalam, tumpul, terus menerus, hebat terutama pada pagi hari atau saat beraktivitas
b. Vomiting : rangsang muntah, proyektil
c. Papil edema : TIK meningkat ----- obstruktif

Manifestasi lainnya terjadi sangat bervariasi, tergantung pada lokasi tumor, misalnya :
a. Tumor pada lobus frontal akan dijumpai gangguan kepribadian (dari mulai ganguan yang ringan sampai psikosa), gangguan intelektual, hilangnya daya ingat, affect long tidak tepat.
b. Tumor pada lobus oksipital akan dijumpai gangguan penglihatan, kejang-kejang.
c. Tumor pada gyrus foracental akan dijumpai kejang jackson.
d. Tumor pada lobus temporal akan dijumpai halusinasi penciuman, penglihatan dan pengecapan, kejang psikomotor.
e. Tumor pada lobus parietal sakan dijumpai ketidakmampuan membuat gambar, ketidakmampuan membedakan objek.

PENGOBATAN DAN PERAWATAN
a. Terapi bedah.
b. Radio terapi.
c. Kemoterapi.
d. Perawatan post operatif.
e. Perawatan efek samping terapi.
f. Pendidikan pasien.

PENATALAKSANAAN
a. Pembedahan.
b. Kontrol rasa nyeri.
c. Mengatasi edema medula spinalis.
d. Support atas dysfungsi neurologis.
e. Terapi fisik dan radiasi sesudah operasi.
f. Dukungan psikososial.
g. Kontrol tanda vital dan neurologi.

PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
o Pemahaman klien tentang diagnosa penyakitnya.
o Perubahan kepribadian.
o Adanya sensasi yang abnormal seperti parasthesia dan anesthesia.
o Gangguan penglihatan seperti kebutaan atau diplopia.
o Adanya keluhan mencium bau-bauan yang tidak biasa.
o Adanya nyeri kepala.
o Hilangnya pendengaran.
o Ketidakmampuan melakukan ADL.

b. Data Obyektif
o Kekuatan otot / pergerakan.
o Gaya berjalan.
o Tingkat kesadaran.
o Orientasi.
o Daya ingat.
o Kondisi pupil : ukuran, reaksi terhadap cahaya dan kesamaran.
o Pemeriksaan tanda-tanda vital.
o Pemeriksaan funduskopy untuk melihat adanya papiludemia.
o Kejang-kejang.
o Gangguan bicara.
o Gangguan fungsi syaraf cradialis.
o Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial.

c. Data Penunjang
o Foto tengkorak.
o CT Scan.
o Arteriografi atau ventrikulografi
o Foto thorax
o Pemeriksaan darah

DIAGNOSA

Pre Operasi
a. Resiko terjadinya cedera berhubungan dengan perubahan tekanan intrakranial dan fungsi persepsi sensori sekunder terhadap tumor otak.

Tujuan :
Klien terbebas dari cidera.

Intervensi :
o Observasi perjalanan penyakit yang progresif :
 Catat tingkat kesadaran setiap 4-5 jam sekali.
 Gunakan GCS mengkaji coma secara cepat.
 Catat kualitas dan ketegangan otot muka dan ekstremitas.
 Kontrol tekanan darah, Respirasi, nadi dan juga neurologisnya setiap 2-4 jam sekali.
 Kontrol suhu badan setiap 2-4 jam, hypotermi atau kedinginan merupakan indikasi.
o Pelihara keamanan lingkungan dengan :
 Menggunakan pengaman samping dengan bantal.
 Menggunakan restraint yang lembut.
o Pelihara ketenangan lingkungan.
o Pertahankan cairan parenteral sesuai yang ditentukan.
o Kontrol adanya rasa nyeri.
o Usahakan komunikasi yang diperlukan :
 Bel pemanggil diletakkan dalam jangkauan klien.
 Letakkan buku catatan dan alat tulis dekat klien.
o Observasi tanda-tanda perubahan mental dan personalitas.
o Ikuti aktivitas klien.
o Orientasikan klien dengan lingkungan sekitarnya sesuai dengan diperlukan.
o Berikan dukungan emosi.
o Jelaskan semua prosedur dan pengobatan, dengan menggunakan kata-kata yang dimengerti klien.
o Ikatkanlah klien dan keluarganya untuk membantu merencanakan dan melaksanakan perawatan.
o Jelaskan pada klien dan keluarganya bahwa perubahan tingkah laku dan bicara yang tidak terkontrol merupakan bagian dari proses penyakit.
o Jelaskan dan persiapkan klien untuk pemeriksaan diagnostic apabila ada rencana untuk hal tsb.
o Siapkan klien untuk pengobatan seperti :
 Terapi radiasi
 Pembedahan
 Rehabilitasi neurologist

b. Resiko defisit perawatan diri ; kebersihan, makanan, toilet dan atau mobilisasi berhubungan dengan kelemahan neurologist, persepsi dan kognitif.

Tujuan :
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.

Intervensi :
o Lakukan kebersihan mulut.
o Lakukan perawatan kulit.
o Lakukan perawatan mata:
 Hilangkan kerak yang terbentuk
 Berikan tetes mata seperti yang dianjurkan.
o Jika ada kelemahan penglihatan dan atau lapang pandang biasakanlah klien dengan sekitarnya.
o Menjamin / menjaga elimiansi tetap lancar :
 Gunakan kateter atau dower kateter sesuai anjuran.
 Hindari terjadinya komplikasi dan ketegangan, gunakan pelembek feces dan laksativ sedang.
o Mempertahankan diet sesuai petunjuk.
o Bantu klien apabila mengalami kesulitan makan / minum.
o Ambulasi seperti : membantu dengan kursi roda, tingkat, kruk.
o Jika klien tidak dapat bergerak, ajarkan dan bantulah klien untuk miring, batuk dan bernafas dalam setiap 2 jam.
o Posisi kepala letakkan lebih tinggi ± 30 -45 derajat dari tempat tidur.
o Lakukan latihan ROM baik pasif maupun aktif pada seluruh ekstremitas setiap 4-5 jam sekali.

c. Ansietas
Kemungkinan penyebab :
o Gangguan komunikasi verbal.
o Gangguan fungsi sensori dan motorik.
o Lingkungan asing.
o Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, test diagnostik dan pengobatan, prognosa yang tidak jelas.
o Gangguan proses berpikir.
o Dukungan sosial ekonomi yang kurang.
o Kebutaan.

Tujuan / Kriteria Hasil :
Kecemasan berkurang, ditandai dengan :
o Pola tidur kembali ke keadaan semula.
o Ekspresi wajah relaks.
o Tanda vital stabil.
o Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
o Klien dapat mengungkapkan rasa cemas dan takut berkutang.

Intervensi Keperawatan :
o Kaji tanda dan gejala kecemasan pada klien seperti insomnia, tremor iritabel, tidak dapat tidur, diaporesis, tachypnoe, tachycardia, peningkatan tekanan darah, wajah pucat,menarik diri serta klien mengungkapkan ketakutan-ketakutan dan rasa cemasnya.
o Orientasikan klien dengan lingkungan RS, alat-alat dan kegiatan sehari-hari.
o Perlihatkan sikap yang tenang dalam berinteraksi dengan klien.
o Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya (takut, cemas) dan beri umpan balik.
o Beri penguatan terhadap penjelasan dokter dan jelaskan pengertian yang salah tentang diagnosa penyakitnya, rencana pengobatan dan prognosanya.
o Jelaskan terlebih dahulu semua test diagnostik yang akan dilakukan.
o Ciptakan lingkungan yang tenang sehingga klien dapat beristirahat dengan baik.
o Bantu klien mengidentifikasi stressor dan cara menanggulanginya.
o Beri dorongan pada orang-orang yang dekat dengan klien untuk berpartisipasi dalam perawatannya tanpa menambah rasa cemas klien.
o Beri informasi yang dibutuhkan klien dan orang-orang yang dekat sesuai dengan latar belakang pendidikan dan ekonomi serta dorong mereka untuk menanyakan ha-hal yang belum dimengerti.

DIAGNOSA KEPERAWATAN LAIN YANG MUNGKIN MUNCUL :
o Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intra cranial sekunder terhadap tumor otak.
o Perubahan rasa nyaman : nyeri (sakit kepala).
o Resiko perubahan komunikasi : verbal.

Post Operasi

a. Nyeri kepalaKemungkinan penyebab :
o Trauma jaringan cerebral (akibat prosedur pembedahan).
o Peregangan atau komplikasi pada jaringan dan pembuluh darah cerebral (akibat peningkatan tekanan intra kranial bila terjadi).
o Iritasi meningen (akibat perdarahan pembuluh darah meningeal, peradangan meningens).
Tujuan / Kriteria Evaluasi :
Nyeri kepala berkurang :
o Klien mengungkapkan nyeri kepalanya berkurang
o Ekspresi wajah dan posisi tubuh relaks

Intervensi Keperawatan :
o Kaji bagaimana respon klien terhadap nyeri.
o Kaji persepsi klien tentang nyerinya mencakup lokasi, intensitas dan tipenya, gunakan skala 1 – 10 untuk mengkaji status nyeri klien.
o Kaji tanda-tanda nyeri dari respon non verbal.
o Kaji faktor-faktor yang dapat menambah keluhan nyeri kepala klien.
o Ciptakan lingkungan yang jauh dari stimulus (batasi pengunjung, penerangan yang tidak menyilaukan).
o Beri kompres dingin pada kepala
o Beri usapan pada punggung.
o Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik relaksasi
o Berikan obat-obatan analgetik non narkotik seperti codein sesuai program terapi. Jangan diberi golongan narkotik karena dapat menyebabkan depresi pernafasan

b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap pembedahan; kurang pengetahuan tentang cara perawatan luka post operasi. Tujuan :
Infeksi tidak terjadi.

Intervensi :
o Rawat luka secara aseptik dan antiseptik dengan mengganti balutan setiap 2 kali sehari.
o Catat adanya tanda – tanda infeksi pada luka.
o Jaga kebersihan area disekitar luka.
o Jelaskan kepada klien tentang pentingnya memelihara personal hygiene bagi klien.
o Anjurkan dan motivasi klien untuk selalu menggunakan alat-alat yang bersih.
o Pertahankan masukan nutrisi (kalori dan protein) yang adekuat.
o Observasi tanda vital setiap 4 jam.
o Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian Antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Moorhouse Geissle, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Rachmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Persarafan. AKPER Depkes, Banjarbaru.
Suddarth, brunner. Text of Medical Surgical-Nursing, Fifth Edition, j.b Lippincort Company, Philadelphia.

Tucker, Susan Martin --- (et al). 1988. Standar Perawatan Pasien. Volume 3. penerbit : EGC, Jakarta.

ASKEP LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

DEFINISI
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll.
Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365)
Jenis – jenis luka bakar
1. Luka bakar listrik
Disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltage tinggi akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh karena adanya loncatan arus listrik atau karena ledakan tegangan tinggi antara lain akibat petir. Arus listrik menimbulkan gangguan karena rangsangsan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2500oC, arus bolak – balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang – kejang.
Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah yaitu saraf, pembuluh darah, otot, kulit, tendo dan tulang. Pada jaringan yang tahanannya tinggi akan lebih banyak arus yang melewatinya, maka panas yang timbul akan lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi juga lebih berat bila daerah ini terkena arus listrik.
2. Luka bakar kimia
Luka bakar kimia dapat disebabkan oleh zat asam, zat basa dan zat produksi petroleum. Luka bakar alkali lebih berbahaya daripada oleh asam, karena penetrasinya lebih dalam sehingga kerusakan yang ditimbulkan lebih berat. Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja.
Zat kimia dapat bersifat oksidator sepert kaporit, kalium permanganate dan asam kromat. Bahan korosif seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, flourat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik air. Beberapa bahan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.

ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh. Panas tersebut mungkin dipindankan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka – luka lain yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi

PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas tinggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat menjadi anemia. Mengingat permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan serta elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebakan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan masuk kebula yang terbentuk pada luka bakar derajat III dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Akibat luka bakar, fungsi kulit yang hilang berakibat terjadi perubahan fisiologi. Diantaranya adalah
1. Hilang daya lindung terhadap infeksi
2. Cairan tubuh terbuang
3. Hilang kemampuan mengendalikan suhu
4. Kelenjat keringat dan uap
5. Banyak kehilangan reseptor sensori

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida dan protein akan keluar dari sel dan menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemo konsentrasi. Donna (1991) menyatakan bahwa kehilangan cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Peningkatan mineralo kortikoid
a. Retensi air, natrium dan klorida
b. Ekskresi kalium
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah ; keluarnya elektrolit dan protein dari pembuluh darah.
3. Perbedaan tekan osmotik intra dan ekstrasel.
Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektolit tubuh yang selanjutnya akan terlihat dari hasil laboratorium.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga mempengaruhi sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar, yang luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi.
Burn shock (syok hipovolemik)
Burn shock atau shock luka bakar merupakan komplikasi yang sering dialami pasien dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera diatasi. Manifestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini (Burgess 1991) adalah berupa :
1. Respon kardiovaskuler
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler yang mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor dan edema menyeluruh.
2. Respon renalis
Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal dan GFR (laju filtrasi glomelular) mengakibatkan haluaran urine akan menurun. Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat atau terlambat diberikan, maka akan memungkinkan terjadinnya gagal ginjal akut. Dengan resusitasi cairan yang adekuat, maka cairan interstitial dapat ditarik kembali ke intravaskuler dan akan terjadi fase diuresis.
3. Respon gastro intestinal
Respon umum yang biasa terjadi pada pasien luka bakar >20% adalah penurunan aktifitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolenik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas. Pemasangan NGT akan mencegah distensi abdomen, muntah dan potensi aspirasi. Dengan resusitasi yang adekuat, aktifitas gastrointestinal akan kembali normal pada 24 – 48 jam setelah luka bakar.
4. Respon imunologi
a. Respon barier mekanik
Kulit berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme yang mungkin masuk. Terjadi gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh.
b. Respon imun seluler

MANIFESTASI KLINIK
Derajat luka bakar
1. Derajat I
Tampak merah dan agak menonjol dari kulit normal disekitarnya, kulit kering, sangat nyeri dan sering disertai sensasi “menyengat”. Jaringan yang rusak hanya epidermis, lama sembuh ± 5 hari dan hasil kulit kembali normal.
2. Derajat II
a) Derajat IIa
Jaringan yang rusak sebagian epidermis, dimana folikel rambut dan kelenjar keringat utuh disertai rasa nyeri dan warna lesi merah atau kuning, lepuh, luka basah, lama sembuh ± 7 – 14 hari dan hasil kulit kembali normal atau pucat.
b) Derajat IIb
Jaringan yang rusak sampai epidermis, dimana hanya kelenjar keringat saja yang utuh. Tanda klinis sama dengan derajat Iia, lama sembuh ±14-21 hari. Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada cikatrix atau hipertrofi.
3. Derajat III
Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis. Kulit tampak pucat, abu – abu gelap atau hitam, tampak retak – retak atau kulit tampak terkelupas, avaskuler, sering dengan bayangan trombosis vena, tidak disertai rasa nyeri. Lama sembuh >21hari dan hasil kulitnya menjadi cikatrik dan hipertropi.

PENATALAKSANAAN
1. Penanganan keperawatan
a. Penanganan awal ditempat kejadian
Tindakan yang dilakukan terhadap luka bakar :
1) Jauhkan korban dari sumber panas, jika penyebabnya api, jangan biarkan korban berlari, anjurkan korban untuk berguling – guling atau bungkus tubuh korban dengan kain basah dan pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup berventilasi jika kejadian luka bakar berada diruangan tertutup.
2) Buka pakaian dan perhiasan yang dikenakan korban
3) Kaji kelancaran jalan nafas korban, beri bantuan pernafasan korbam dan oksigen bila diperlukan
4) Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 200C selama 15 – 20 menit segera setelah terjadinya luka bakar
5) Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak – banyaknya untuk menghilangkan zat kimia dari tubuhnya
6) Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar serta cedera lain yang menyertai luka bakar
7) Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut

b. Penanganan luka bakar di unit gawat darurat
Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pettama yaitu :
1) Penilaian keadaan umum pasien. Perhatikan A : Airway (jalan nafas), B : Breathing (pernafasan), C : Circulation (sirkulasi)
2) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
3) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
4) Kaji adanya faktor – faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll)
5) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter)
6) Pasang kateter urin
7) Pasang NGT jika diperlukan
8) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
9) Berikan suntikan ATS / toxoid
10) Perawatan luka :
• Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)
• Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang mengganggu pergerakan
• Selimuti pasien dengan selimut steril
11) Pemberian obat – obatan (kolaborasi dokter)
• Antasida H2 antagonis
• Roborantia (vitamin C dan A)
• Analgetik
• antibiotik
12) Mobilisasi secara dini
13) Pengaturan posisi
Keterangan :
• Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan
• Pada 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan
• Pada 8 jam III diberikan sisanya
c. Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif
Hal yang perlu diperhatikan selama pasien dirawat di unit ini meliputi :
1) Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien mengadakan perlawanan terhadap ventilator
2) Observasi tanda – tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam dan suhu setiap 4 jam
3) Pantau nilai CVP
4) Amati neurologis pasien (GCS)
5) Pantau status hemodinamik
6) Pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam)
7) Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
8) Cek asalisa gas darah setipa hari atau bila diperlukan
9) Pantau status oksigen
10) Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
11) Perawatan tiap 2jam (beri boraq gliserin)
12) Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2jam
13) Ganti posisi pasien setiap 3jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien)
14) Fisoterapi dada
15) Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube setiap hari
16) Ganti kateter dan NGT setiap minggu
17) Observasi letak tube (ETT) setiap shift
18) Observasi setiap aspirasi cairan lambung
19) Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, proteim (albumin), dan gula darah (kolaborasi dokter)
20) Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
21) Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter

d. Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar
Terdapat dua jenis perawatan luka selama dirawat di bangsal yaitu :
1) Perawatan terbuka
Yakni luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka tanpa balutan dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga dilakukan untuk daerah yang sulit dibalut seperti wajah, perineum, dan lipat paha
Keuntungan :
• Waktu yang dibutuhkan lebih singkat
• Lebih praktis dan efisien
• Bila terjadi infeksi mudah terdeteksi
Kerugian :
• Pasien merasa kurang nyaman
• Dari segi etika kurang
2) Perawatan tertutup
Yakni penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah dibeikan obat topical.
Keuntungan :
• Luka tidak langsung berhubungan dengan udara ruangan (mengurangi kontaminasi)
• Pasien merasa lebih nyaman
Kerugian :
• Balutan sering membatasi gerakan pasien
• Biaya perawatan bertambah
• Butuh waktu perawatan lebih lama
• Pasien merasa nyeri saat balutan dibuka

Urutan prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar antara lain :
1) Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh pada daerah luka bakar sperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2) Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3) Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4) Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril dan kemudian lakukan nekrotomi
5) Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6) Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7) Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
8) Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9) Keringkan menggunakan kasa steril
10) Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka bakar pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
11) Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan cradle bed)

e. Terapi psikiater
Mengingat pasien dengan luka bakar mengalami masalah psikis maka perawat perlu bekerja sama dengan psikiatri untuk membantu pasien mengatasi masalah psikisnya, namun bukan berarti menggantikan peran perawat dalam memberikan support dan empati, sehingga diharapkan pasien dapat dapat menerima keadaan dirinya dan dapat kembali kemasyarakat tanpa perasaan terisolasi.
Hal lain yang perlu diingat bahwa sering kali pasien mengalami luka bakar karena upaya bunuh diri atau mencelakakan dirinya sendiri dengan latar belakang gangguan mental atau depresi yang dialaminya sehingga perlu terapi lebih lanjut oleh psikiatris.

f. Terapi fisioterapis
Pasien luka bakar mengalami trauma bukan hanya secara fisik namun secara psikis juga. Pasien juga mengalami nyeri yang hebat sehingga pasien tidak berani untuk menggerakkan anggota tubuhnya terutama ynag mengalami luka bakar. Hal ini akan mengakibatkan berbagai komplikasi terhadap pasien diantaranya yaitu terjadi kontraktur dan defisit fungsi tubuh.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur, deformitas dan kemunduran fungsi tubuh, perawat memerlukan kerjasama dengan anggota tim kesehatan lain yaitu fisioterapis. Pasien luka bakar akan mendapatkan latihan yang sesuai dengan kebutuhan fisiknya. Dengan pemberian latihan sedini mungkin dan pengaturan posisi yang sesuai dengan keadaan luka bakar, diharapkan terjadinya kecacatan dapat dicegah atau dinminimalkan. Rehabilitasi dini dapat dilakukan sejak pasien mengalami luka bakar. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan memberi posisi.

g. Terapi nutrisi
Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan nutrisi yang tidak hanya memenuhi kecukupan jumlah kalori, protein, lemak, dll tapi terutama juga dalam hal pemenuhan makanan dan cara penyajian yang menarik karena hal ini akan sangat mempengaruhi nafsu makan pasien. Dengan pemberian nutrisi yang kuat serta menu yang variatif, diharapkan pasien dapat mengalami proses penyembuhan luka secara optimal.
Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada pasien dan dengan dukungan perawat dan keluarga dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan intake nutrisinya maka diharapkan kebutuhan nutrisi yang adekuat bagi pasien terpenuhi.

Penentuan kebutuhan energi pasien luka bakar menurut CURRERI :
Dewasa (18tahun) :
(25kcal x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar)
Anak – anak :
(kalori basal menurut umur x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar)
Berat badan yang digunakan adalah berat badan ideal yaitu :
Dewasa :
BB ideal (kg) = TB (cm) – 100 – 10% dari (TB – 100)
Anak – anak :
BB ideal (kg) = (umur dalam bulan : 2) + 4 atau
(umur dalam tahun x 2) = 8

Energi basal untuk bayi dan anak menurut umur
Umur
(tahun) Energi basal
Laki – laki (kcal) Perempuan (kcal)
0 – 1
1 – 3
4 – 6
6 – 9
10 – 14
14 – 18 55 – 60
50
45
40 – 45
25 – 25
20 – 25 55 – 60
50
45
30 – 40
20 – 55
20

Kecukupan protein untuk bayi dan anak menurut umur
Golongan umur (Tahun) Kecukupan protein (gr/kg BB)
0 – 1
1 – 3
4 – 6
6 – 10
10 – 18 2,5
2
1,8
1,5
1 – 1,5

Perhitungan kebutuhan protein untuk pasien luka bakar dengan rumus DAVIEZ dan LILIJEDAHL
Dewasa (18 tahun)
(1gr x kg BB ideal) + (3gr x % total luas luka bakar)
Anak – anak
(Kebutuhan protein menurut umur x kg BB ideal) + (3gr x % total luka
bakar)
Kebutuhan lemak bagi pasien luka bakar menurut GOODENOUGH dan WOLFE adalah sebesar 30% dari total energi.
Kebutuhan karbohidrat untuk pasien luka bakar menurut CURRERI adalah 60 – 70% dari total energi dengan keadaan atau lokasi luka bakar yang dialami.

2. Penanganan medis
Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara lain terapi cairan dan terapi obat – obatan topical.
a. Pemberian cairan intravena
Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien :
1) Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran
2) Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau larutan tirode
3) Larutan non elektrolit seperti glukosa 5%

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Pemberian cairan ada beberapa formula :
1) Formula Baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah : % luas luka bakar x BB (kg) x 4cc diberikan ½ 8 jam I dan ½ nya 16 jam berikut untuk hari ke 2 tergantung keadaan.
2) Formula Evans
• Cairan yang diberikan adalah saline
• Elektrolit dosis : 1cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid dosis : 1cc x Bb kg x % luka bakar
• Glukosa : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
3) Formula Brook
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 1,5cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid : 0,5cc x Bb kg x % luka bakar
• Dektros : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
4) Formula farkland
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 4cc x BB kg x % luka bakar

b. Terapi obat – obatan topical
Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien luka bakar antara lain :
1) Mafenamid Acetate (sulfamylon)
Indikasi : Luka dengan kuman pathogen gram positif dan negatif, terapi pilihan untuk luka bakar listrik dan pada telinga.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung tangan steril, menimbulkan nyeri partial thickness burn selama 30 menit, jangan dibalut karena dapat merngurangi efektifitas dan menyebabkan macerasi.
2) Silver Nitrat
Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen dan infeksi candida, digunakan pada pasien yang alergi sulfa atau tosix epidermal nekrolisis.
Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 – 3 kali per hari, yakinkan balutan tetap lembab dengan membasahi setiap 2 jam.
3) Silver Sulfadiazine
Indikasi : Spektrum luas untukmicrobial pathogen ; gunakan dengan hati – hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung steril, biarkan luka terbuka atau tertutup dengan kasa steril.
4) Povidone Iodine (Betadine)
Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif, candida albican dan jamur.
Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep, mudah digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai kecenderungan untuk menjadi kerak dan menimbulkan nyeri, iritasi, mengganggu pergerakan dan dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Dengan pemberian obat – obatan topical secara tepat dan efektif, diharapkan dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang seringkali masih menjadi penyebab kematian pasien.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratoriyum darah yang meliputi :
1. Hb, Ht, trombosit
2. Protein total (albumin dan globulin)
3. Ureum dan kreatinin
4. Elektrolit
5. Gula darah
6. Analisa gas darah (jika perlu lakukan tiap 12 jam atau minimal tiap hari)
7. Karboksihaemoglobin
8. Tes fungsi hati / LFT

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal
2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arterial atau vena
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit
4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan edema

B. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal
Tujuan dan kriteria hasil :
Menunjukkan perbaikan dibuktikan oleh haluaran urin individu adekuat, tanda vital stabil dan membran mukosa lembab.
Intervensi :
a. Awasi tanda – tanda vital
Memberi pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler. Catatan pemngamtan infasif diindikasikan untuk pasien dengan luka bakar mayor inhalasi asap atau penyakit jantung sebelumnya meskipun terdapat hubungan peningkatan resiko infeksi, perlu berhati – hati dalam mengawasi dan merawat sisi inversi.
b. Awasi haluaran urin dan berat jenis. Observasi warna urin dan hemates sesuai indikasi
Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk menyakinkan rata – rata haluaran urin 30 – 50 ml/jam (pada orang dewasa). Urin dapat tampak merah sampai hitam, pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin. Bila terjadi mioglobinuria menyolok, minimum haluran urin harus 75 – 100 ml/jam untuk mencegah kerusakan atau nekrosis tubulus.
c. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tak tampak
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamsi dan kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urin, khususnya selama 24 – 72 jam pertama setelah terbakar.
d. Observasi distansi abdomen, hematemesis, feses hitam. Hemates drainase NG dan feses secara periodik
Stres (curling) ulkus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat (dapat terjadi pada awal minggu pertama).

2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arterial atau vena
Tujuan dan kriteria hasil :
Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas atau kekuatan sama ; pengisian kapiler dan warna kulit normal pada area yang cedera.
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan, nadi perifer (melalui dopler) dan pengisian kapiler pada ekstremitas luka bakar melingkar. Bandingkan dengan hasil pada tungkai yang tidak sakit.
Pembentukan edema dapat secara cepat menekan pembuluh darah, sehingga mempengaruhi sirkulasi dan peningkatan statis vena / edema. Perbedaan dengan tungkai yang tak sakit membantu membedakan masalah sistemik dengan lokal (contoh hipovolemia / penurunan curah jantung)
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat. Lepaskan perhiasan / jam tangan. Hindari memplester sekitar ektremitas / jari yang terbakar.
Meningkatkan sirkulasi sistemik / aliran balik vena dan dapat menurunkan edema atau pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi konstruksi jaringan edema. Peninggian yang lama dapat mengganggu perfusi atrial bila TD turun atau tekanan jaringan meningkat secara berlebihan.
c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang tak sakit.
Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit
Tujuan dan kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas eksudat purulen dan tidak demam.
Intervensi :
a. Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien.
Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
b. Gunakan skort, sarung tangan, masker dan tehnik aseptik ketat selama perawatan luka langsung dan berikan pakaian steril / baju juga linen / pakaian.
Mencegah terpajan pada organisme infeksius.
c. Ganti balutan dan bersihkan area terbakar dalam bak hidroterapi atau pancuran dengan kepala, pancuran dapat dipegang. Pertahankan suhu air pada 37,80C. Cuci area dengan agen pembersih ringan atau sabun bedah.
Air melembutkan dan membantu membuang balutan dan jaringan parut (lapisan kulit mati atau jaringan). Sumbernya bervariasi dari kamar mandi atau pancuran. Air mandi mempunyai keuntungan memberi dukungan untuk latihan ekstremitas tetapi dapat meningkatkan kontaminasi silang pada luka. Pancuran meningkatkan inspeksi luka dan mencegah kontaminasi dari debris yang mengapung.
d. Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting dan forsep. Jangan gaggu lepuh yang utuh bila lebih kecil dari 2 – 3 cm, jangan pengaruhi fungsi sendi dan jangan pajankan luka yang terinfeksi.
Meningkatkan penyembuhan. Mencegah autokontaminasi. Lepuh yang kecil membantu melindungi kulit dan meningkatkan kecepatan repitelisasi kecuali luka bakar akibat dari kimia (dimana kasus cairan lepuh mengandung zat yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan).

4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan edema
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol.
b. Menunjukkan ekspresi wajah / postur tubuh rileks.
c. Berpartisipasi dalam aktifitas dan tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi / karakter dan intesitas (skala 0 – 10).
Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan / kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridemen. Perubahan lokasi / karakter / intensitas dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi (contoh iskemia tungkai) atau perbaikan / kembalinya fungsi saraf / sensasi.
b. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
c. Dorong penggunaan tehnik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, nafas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.
Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan ras control yang dapat menurrunkan ketergantungan farmakologis.
d. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri / kemampuan koping menurun.