Tuesday 3 May 2011

ASKEP HIPERBILIRUBIN

I. PENDAHULUAN
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

II. KONSEP DASAR

A. Pengertian
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.

B. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persnyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.

C. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:

1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.

D. Patofisiologi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.

E. Tanda dan Gejala
♦ Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek).
♦ Anemia
♦ Petekie
♦ Perbesaran lien dan hepar
♦ Perdarahan tertutup
♦ Gangguan nafas
♦ Gangguan sirkulasi
♦ Gangguan saraf

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.

G. Prognosis
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala ensefalopati pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis didan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis ditai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian.

III. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

a. Riwayat penyakit
Kekacauan/ gangguan hemolitik (Rh atau ABO incompabilitas), policitemia, infeksi, hematom, memar, liver atau gangguan metabolik, obstruksi menetap, ibu dengan diabetes.

b. Pemeriksaan fisik
- Kuning
- Pucat
- Urine pekat
- Letargi
- Penurunan kekuatan otot (hipotonia)
- Penurunan refleks menghisap
- Gatal
- Tremor
- Convulsio (kejang perut)
- Menangis dengan nada tinggi
c. Pemeriksaan psikologis
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.
d. Pengkajian pengetahuan keluarga dan pasien

Penyebab dan perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan dengan bayi yang lain yang menderita ikterus, tingkat pendidikan, kurang membaca dan kurangnya kemauan untuk belajar.

B. Diagnosa keperawatan

1. Resiko peningkatan kadar bilirubin dalam darah berhubungan dengan kondisi fisiologis/patologis

Tujuan/Kriteria
Tidak ada peningkatan hiperbilirubinemia

Rencana Tindakan
a.Monitor tanda-tanda vital
b.Monitor bilirubin serum
c.Monitor bila ada muntah, kaku otot atau tremor
d.Kolaborasi terapi dengan tim medis
e.Berikan minum ekstra
f.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi

2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas menghisap

Tujuan/Kriteria
Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Rencana Tindakan
a.Berikan minum melalui sonde(ASI yang diperah atau PASI)
b.Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah
c.Monitor intake dan output
d.Monitor berat badan tiap hari
e.Observasi turgor dan membran mukosa

3. Resiko perubahan suhu Tubuh berhubungan dengan efek samping fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Suhu tubuh tetap normal

Rencana Tindakan:
a.Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
b.Perhatikan suhu lingkungan dan gunakan isolasi
c.Berikan minum tambahan

4. Resiko terjadi trauma persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan efek samping fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan

Rencana Tindakan:
1.Kaji efek samping fototerapi
2.Letakkan bayi 45 cm dari sumber cahaya/lampu
3.Selama dilakukan fototerapi tutup mata dan genital dengan bahan yang tidak tembus cahaya
4.Monitor reflek mata dengan senter pada saat bayi diistirahatkan dan kontrol keadaan mata setiap 8 jam
5.Buka tutup mata bila diberi minum atau saat tidak dibawah sinar
6.Observasi dan catat penggunaan lampu

5. Resiko terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping
fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Selama dalam perawatan kulit bayi tidak mengalami gangguan integritas kulit

Rencana Tindakan:
a.Observasi keadaan keutuhan kulit dan warnanya
b.Bersihkan segera bila bayi buang air besar atau buang air kecil
c.Gunakan lotion pada daerah bokong
d.Jaga alat tenun dalam keadaan bersih dan kering
e.Lakukan alih baring dan pemijatan

6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tujuan, prosedur pemasangan dan efek samping fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Orang tua mengerti tujuan tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi

Rencana Tindakan:
1.Beri penyuluhan pada orang tua tentang tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
2.Berikan support mental
3.Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi

ASKEP TUBERKULOSIS PARU

PENGERTIAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi, kebanyakan menyerang striktur alveolar paru.

PENYEBAB
Mycobacterium yang bersifat tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik sifat kuman ini adalah aerob, bentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 mili micron dan tebal 0, 3 – 0,6 mili micron. da dua jenis yaitu :
1. Mycobacterium tuberkulosis hominis, merupakan sebagian besar kasus TB.
2. Mycobacterium tuberkulosis bovis, TB orofaring dan intestinum.

TANDA dan GEJALA
Tanda yang sering muncul adalah :1. Batuk lebih dari 4 minggu.
2. Batuk berdahak, kadang-kadang bercampur darah.
3. Sakit kepala.
4. Nafsu makan menurun.
5. Berkeringat malam hari walaupun tanpa kegiatan.
6. Demam.
7. Berat badan menurun.
8. Gejala flu seperti demam, malaise kadang sesak napas.
9. Nyeri dada.

PATOFISOLOGI
A. Tubercolosis Primer
Kuman TBC yang masuk melalui saluran pernafasan akan menetap di jaringan kemudian tumbuh dan berkembang dalam sitoplasma, makrofag kuman yang bersarang, primer. Efek primer ini selanjutnya akan menjadi :
1. sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat pada jaringan

2. sembuh dengan sedikit bekas berupa garis-garis fibriotik dan pengapuran pada daerah hilus dan sarang shon.komplikasi menyebar secara
- perkuntionitas yaitu menyebar ke sekitarnya.
- Menyebar secara bronhogen pada paru yang bersangkutan dan menularkan paru sebelahnya.
- Secara limfogen dan hematogen ke organ tubuh lain.

B. Tuberculosis Post Primer
Dari TBC primer akan muncul bertahun-tahun lamanya menjadi TBC post Primer. Post Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di sebagian apical posterior atau inferior pada paru.

KLASIFIKASI
1. TB Parua. BTA mikroskopik langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto toraks menyokong TB dan gejala klinis sesuai TB.
b. BTA (-) tapi kelainan foto thoraks dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB. Pasien ini memerlukan pengobatan adekuat.

2. TB Paru Tersangka
BTA (-), kelainan klinis dan rontgen sesuai TB paru,pengobatan dengan anti TB sudah bisa dimulai.
3. Bekas TB (tidak sakit)
Ada riwayat TB paru pada masa lalu dengan atau tanpa pengobatan. Foto thoraks normal atau abnormal, BTA (-).

PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
 Bentuk dada normal / tidak, postur tubuh (klavikula terangkat).
 Pergerakan dinding dada simetris / tidak.
 Penggunaan otot bantu pernafasan.
 Ritme, sifat, frekuensi dan pola pernafasan.

2. Palpasi
☻ Keadaan kulit dada, nyeri tekan (+ / -).
☻ Tactil fremitus (+ / -).
3. Perkusi
 Tanda infiltrat (redup).
4. Auskultasi
Bunyi bronchial dan ronchi basah.

PENATALAKSANAAN
1. Obat Anti TB (OAT)
Pengobatan melalui 2 fase, yaitu ;
 Fase awal untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat.
 Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada jangka pengobatan pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensial.
OAT yang biasa digunakan : Isoniazid (INH), Ripamfisin (R), Pyrazinamide (Z), Streptomicin (S), Ethanbutol (E).

Panduan Obat Anti Tuberkulosis (WHO 1993)
Panduan OAT Klasifikasi dan Tipe Pasien Fase Awal Fase lanjutan
Kategori 1  BTA (+) baru.
 Sakit berat BTA (-) luar paru.  Tiap hari selama 2 bulan (HRZSE).
 Tiap hari selama 2 bulan (HRZSE).  Tiap hari selama 4 bulan (RH).
 3 x 1 minggu selama 4 bulan (RH).
Kategori 2  pengobatan ulang.
 Kambuh BTA (+).
 Gagal.  Tiap hari selama 2 / 1 bulan (RHZES).
 Tiap hari selama2 / 1 bulan (RHZES).  Tiap hari selama 5 bulan (RHE).
 3 x 1 minggu selama 5 bulan (RHE).
Kategori 3  TB paru BTA (-).
 TB luar paru.  Tiap hari selama 2 bulan (RHZ).
 Tiap hari selama 2 / 3 x 1 minggu (RHZ).
 Tiap hari selama 4 bulan (RH).
 3 x 1 minggu selama 4 bulan (RH).

2. Diet TKTP
3. Perhatikan lingkungan (Ventilasi, k/p isolasi).

Data Penunjang
1. Pemeriksan Laboratorium
 Darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis).
 Sputum BTA (+ / -).

2. Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi
Foto thoraks PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang menunjang :
 Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah.
 Bayangan berawan (patchy) atau bebercak (noduler).
 Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
 Kalainan bilateral terutama dilapisan atas paru.
 Adanya kalsifikasi.
 Bayanganmenetap.
 Bayangan milier.

3. Tes mantoux / tuberculin

PERSALINAN (PARTUS)

A. PENGERTIAN
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan bayi) yang dapat hidup ke dunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau vagina.

B. PEMBAGIAN PERSALINAN
1. Menurut cara persalinan
a. Partus spontan
Proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung 24 jam.
b. Partus luar biasa
• Partus buatan adalah persalinan yang dibantu tenaga dari luar seperti : Sectio Caesaria,Vacum Ekstraksi, Forceps dll
• Partus anjuran adalah persalianan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru dimulai setelah pengobatan misalnya pemecahan ketuban, pemberian pitocin (prostaglandin)/induksi.

2. Menurut umur kehamilan
a. Abortus adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup BB janin < 500 gr, umur kehamilan 20 minggu b. Partus immaturus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 20 – 28 mgg dengan berat antara 500 – 999 gr c. Partus prematurus adalah persalinan dengan umur kehamilan antara 28-36 mgg dengan berat janin antara 1000 - 2499 gr. d. Partus maturus atau aterm (cukup bulan) adalah persalinan dengan umur kehamilan antara 36 - 42 mgg dengan berat janin 2500 - 4000 gr. e. Partus post maturus/serotinus adalah persalinan dengan umur kehamilan lebih dari 43 mgg. f. Partus presipitius adalah persalinan yang berlangsung cepat dalam keadaan/tempat dimana saja. C. SEBAB-SEBAB YANG MENIMBULKAN PERSALINAN 1. Teori penurunan hormon estrogen dan progesteron (1 - 2 mgg sebelum partus). Progesteron menimbulkan relaksasi otot rahim dan estrogen meninggikan kerentanan otot rahim. Pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his. 2. Teori placenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesterone yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menyebabkan kontraksi uterus. 3. Teori distensi rahim menjadi besar dan menegang menyebabkan ischemia otot rahim yang mengganggu sirkulasi uteroplasenta. 4. Teori iritasi mekanik: ganglion bergeser dan tertekan pada belakang servik sehingga timbul kontraksi. 5. Induksi persalinan ( induction of labour ) Persalinan dapat pula ditimbulkan dengan jalan: a. Bagang laminaria Laminaria dimasukkan dalam kanalis serviks untuk merangsang fleksus trankehauses b. Amniotomi ( pemecahan ketuban ) c. Oxytoxin drip C. TANDA PERSALINAN Disebut kala pendahuluan (prepatory stage of labour) 1. Perut > melebar, TFU turun
2. Lightening/settling
3. Polakissuria (sering kencing)
4. Perasaan sakit perut dan pinggang * false labour pains
5. Serviks lembek, lendir bercampur darah (bloody show)

Tanda persalinan secara umum:
1. Adanya his persalinan
2. Mengeluarkan lendir dan darah
3. Keluarnya air sekonyong-konyong dari jalan lahir
4. Adanya pembukaan pada serviks uteri

E. TAHAP PERSALINAN
1. KALA I (Tahap Persalinan)
Tandanya:
 His jarang dan belum kuat
 Pengeluaran lendir dan darah semakin banyak
 Pembukaan servix makin lebar
 Lamanya kala I :
Primi 12 - 14 jam * dengan pembukaan servik 1 cm / jam
Multi 7 - 8 jam * dengan pembukaan servik 2 cm / jam

2. KALA II
Mulai pembukaan lengkap (10 cm) sampai anak lahir
Tandanya:
 His semakin kuat, nyeri, panjang + 50 detik-100 detik
Interval makin pendek * 2 menit – 3 menit satu kali / 3-4 x / 10 mneit.
 Ketuban pecah (sewaktu pembukaan hampir/ sudah lengkap) * keluar air sekonyong-konyong / kantong ketuban.
 Timbul refleks mengedan.
 Anus dan vulva terbuka, perineum menonjol * kepala membuka pintu dan akhirnya keluar pintu * ekspulsi
 Lama kala II :
Primi 1 - 1 ½ jam, Multi + ½ jam

3. KALA III
Dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai lahirnya plasenta lamanya ±5 - 10 menit
Tanda-tanda lepasnya plasenta:
 Uterus menjadi bundar
 Tperdarahan sekonyong-konyong
 Tali pusat memanjang
 Fundus uteri naik, mudah digerakkan

4. KALA IV
Dimulai sejak 1 jam setelah plasenta lahir dan selalu harus mendapat perhatian, seperti :
• Kontraksi uterus
• Perdarahan
• Plasenta dan selaput ketuban lengkap
• Vesika urinaria kosong
• Luka episiotomi harus dirawat (jika ada)

F. MEKANISME PERSALINAN
1. Engaged
 Turun/masuk kepala ke PAP dalam jurusan melintang dan fleksi ringan.
 Pada primi terjadi pada kehamilan pada bulan terakhir
 Pada multi terjadi pada permulaan persalinan
2. Descent
 Majunya kepala yang mana pada primi terjadi pada kala II sedangkan multi bersamaan dengan engaged sambil descent terjadi pula fleksi, rotasi interna dan defleksi
 Faktor yang mempengaruhi : - Tekanan cairan ketuban
- Tekanan lngsung dari uterus pada saat kontraksi
- Kontraksi otot diafragma dan otot abdomen
- Melurusnya tubuh janin karena adaya kontraksi uterus
3. Fleksi
 Fleksi/menekur maka dagu mendekati dada dan bagian terendah/depan UUK
 Fleksi tjd karena anak di dorong ke bawah, tetapi bagian terendah mendapat tahanan dari servix dan dasar/panggul
4. Rotasi Interna
 Putaran paksi dimana bagian terendah janin (UUK) berputar ke depan yang biasanya pada Hodge III sehingga berada di bawah symphisis
5. Ekstensi
Setelah sub occiput lahir kepala mengadakan defleksi, kepala berputar keatas sehingga sub occiput sebagai hipomoklion akan melahirkan UUB, dahi, hidung, mulut dan dagu sehingga kepala lahir seluruhnya.
6. Rotasi eksterna
 Terjadi setelah kepala anak lahir seluruhnya
 Berputar mengembalikan posisi kepala anak ke posisi semula sebelum rotasi interna, berputar kearah punggung untuk menghilangkan torsi pada leher
7. Ekspulsi
Setelah paksi luar selesai, bahu depan lahir diikuti oleh bahu belakang kemudian trochanter mayor depan dan belakang lahir sampai kaki anak (anak lahir seluruhnya)

G. PERAWATAN IBU DALAM INPARTU
KALA I
1. Kala pembukan 0-3 cm
a. Perhatikan keadaan umum Suhu, nadi, pernafasan, TD diperiksa setiap 4 jam
b. Observasi
 His : frekwensi, kuatnya, panjangnya tiap 4 jam
 Keadaan janin : DJJ diperiksa setiap 1 jam dan kuatnya DJJ apakah frekwensinya teratur/tidak kuatnya
 Pengeluaran dari vulva
 Air, lendir darah, darah
 Air sekonyong-konyong
 Air ketuban, perhatikan warnanya apakah jernih, bercampur dengan meconeum berwarna hijau, kuning/merah, ataukah tidak ada air ketuban yang keluar
c. Lakukan usaha septik dan antiseptik
 Memotong/membersihkan kuku
 Mengobati dan menutupi luka * bila ada
 Membersihkan dan mencukur rambut vulva
 K/p mencuci rambut
d. Kandung kencing dan rektum juga perlu diperhatikan setiap 2 - 4 jam, ibu dianjurkan kencing, bisa dilakukan kateterisasi dan bila ada keinginan untuk BAB dilakukan huknah
e. Ibu dilarang mengedan, anjurkan ibu untuk tarik nafas panjang dan buka mulut
f. Kalau ketuban belum pecah ibu bisa dianjurkan jalan-jalan
g. Berikan makanan yang mudah dicerna untuk antisipasi apabila kemungkinan dilakukan operasi
h. Berikan dukungan moril pada ibu dan usahakan ketenangan
i. Alat-alat disiapkan untuk pertolongan persalinan seperti 2 pasang sarung tangan, 1 gunting episiotomi, 1 gunting tali pusat, 2 klem tali pusat, 1 pemecah ketuban, 1 benang / tali pusat, 1 kain duk steril dan kasa steril
j. Lakukan vulva hygiene
k. K/P periksa dalam
l. Bantu ibu dalam mengatasi nyeri dengan teknik distraksi dengan relaksasi, misalnya : dengan usapan

2. Kala I (pembukaan 4 – 10 cm)
a. Perhatikan keadaan umum (vital sign)
b. Observasi his tiap 30 menit, keadaan janin * DJJ tiap 15 menit
c. Bantu ibu untuk mengatasi nyeri
d. Perhatikan kandung kencing * k/p kateter
e. Beri dukungan moril
f. Lakukan vulva hygiene
g. Ibu tidak boleh ditinggalkan sendirian
h. Perhatikan aseptik dan antiseptik

KALA II
a. Perhatikan keadaaan umum ibu (vital sign)
b. Mengawasi keadaan his tiap 15 menit dan DJJ tiap 15 menit.
c. Mengawasi kemajuan persalinan
d. Lakukan persiapan menolong
 Lakukan cuci tangan
 Penolong menggunakan celemek, penutup kepala dan masker
 Pakai sarung tangan steril
e. Lakukan persiapan pasien
 Pasien dibaringkan dengan posisi lithotomy
 Pasang penuutup perut,alas bokong, penutup kaki steril
 Vulva dibersihkan dengan kapas sublimat dengan cara dari atas kebawah kemudian dioleskan bethadine
f. Apabila terdapat tanda – tanda seperti :
 Anus dan vulva terbuka
 Perineum menonjol
 Apabila ketuban belum pecah * pecahkan
Pimpin ibu mengedan, dengan cara:
 Mengedan pada waktu his
 Tarik nafas panjang dulu baru mengedan sepanjang mungkin seperti BAB
 Pantat tidak boleh diangkat
 Untuk membantu kekuatan mengedan sambil menarik ke-2 kaki/paha atau menolak palang tempat tidur
 Mengedan jangan bersuara, bisa juga dengan menggigit handuk.
g. Pada waktu kepala keluar pintu sebesar 3-4 cm, perineum pucat, berkilat tipis, ada darah merah muda, lakukan episiotomi.
 Berikan anestesi lokal sebelum melakukan episiotomi
 Tunggu reaksi obat setelah itu lakukan episiotomi
h. Bila kepala keluar pintu 6-8 cm
 Tangan kanan menahan perineum, agar tidak robek lakukan sampai dagu lahir
 Tangan kiri memeprtahankan kepala anak agar tetap dalam keadaan fleksi, dilaksanakan sampai sub occiput lahir.
 Awasi kemajuan persalinan
i. Bila kepala lahir sampai sub occiput, ibu berhenti mengedan dan lakukan defleksi, tangan kiri mengikuti/mengatur defleksi sehingga melahirkan UUB, muka, dan dagu, usahakan agar tidak terlalu cepat, perineum tetap ditahan sampai kepala lahir seluruhnya.
j. Setelah kepala lahir seluruhnya :dengan tangan kanan mata,dan muka dihapus dengan kain steril(k/p), mengisap lendir dari mulut dan hidung,
k. Periksa kalau ada lilitan tali pusat,bila lilitan pada leher bayi :
• tali pusat kendor : longgarkan lan bebaskan tali pusat dengan bantuan jari penolong
• tali pusat ketat : jepit tali pusat dengan klem didua tempat dan tali pusat dipotong diantara dua klem tsb dengn gunting tali pusat kalau ada dilepaskan
l. Kedua tangan memegang samping kepala anak, mengikuti atau membantu kepala melakukan putaran paksi luar sampai muka anak menghadap tuber ischiadika (tulang duduk ibu).
m. Setelah putaran paksi luar selesai, kepala yang dipegang dengan kedua tanngan ditarik kebawah untuk melahirkan bahu depan, kemudian menarik keatas untuk melahirkan bahu belakang, gerakkan sedikit kebawah untuk, trochanter mayor depan lahir, tarik kearah depan/sesuai sumbu jalan lahir.
n. Anak lahir seluruhnya, letakkan anak diatas perut ibu, lakukan pengisapan lendir pada mulut dan hidung, tali pusat diklem dengan dua klem ± 5-10 cm dari peruut bayi, tali pusatdipotong diantara dua klem, kemuidan diolesi betadine untuk mencegah infeksi tetanus neonatorum. Tali pusat diikat dikedua tempat dalam dan luar klem, bisa juga dijepit dengan penjepit tali pusat.

KALA III
a. Awasi keadaan umum ibu(vital sign)
b. Awasi kemungkinan perdarahan
c. Awasi kontraksi rahim
 Ukur TFU (n) 1-2 jari diatas sympisis
 Raba korpus uteri, apabila :
• Keras berarti konraksi rahim baik
• Lembek apabila kontraksi rahim tidak baik, potensial terjadi perdarahan
d. Kosongkan kandung kencing dengan kateter.
e. Periksa kemungkinan palsenta sudah lepas, dengan cara kustner :
 Massage uterus sampai teraba keras adanya kontraksi
 Bila diam dan tali pusat keluar memanjang berarti plasenta sudah lepas
f. Mengelola kelahiran plasenta
 Uterus dimassage sehingga terjadi kontraksi
 Tangan kiri menyokong utrus untuk mencegah inversio
 Tangan kanan menarik tali pusat perlahan-lahan sampai plasenta lahir seluruhnya, periksa kelengkapan plasenta :
• Apakah kuteledon lengkap dan tidak ada kelainan.
• Ukur diameter (N) 10-20 cm
• Periksa inversio
• Periksa selaput janin
• Ukur panjang tali pusat
• Timbang plasenta
• Beri etiket
g. Kalau ada perineum yang diepisiotomi segera dihecting dan kompres dengan kapas betadine

KALA IV
a. Setelah plasenta lahir, ukur fundus uteri dan raba corpus apakah terjadi kontraksi.
b. Awasi keadaan umum ibu dan ukur tanda vital (TD, nadi, temp dan puls).
c. Awasi dan periksa perdarahan.
d. Periksa perineum, rawat dan jahit luka perineum dan pasang pembalut /mens verband.
e. Bersihkan tubuh ibu, ganti pakaian dan pasang gurita.
f. Ibu disuruh istirahat dan beri teh hangat dan makanan kecil.
g. Setelah satu jam diawasi, ibu dipindah ke kamar perawatan nifas.


H. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Status pengkajian
c. Anamnesa
• Tentang his : mulai nyeri, lokasi, teratur/tidak disertai ingin mengejan
• Pengeluaran dari vulva : lendir darah, darah keluar cairan (sedikit/sekonyong-konyong)
• Keluhan yang menyertai :
- Kurang tidur
- Kurang nafsu makan
- Tidak BAB : berapa lama
- Tidak dapat kencing/poliuri
- Mual-muntah - Pusing/sakit kepala
- Penglihatan kabur
- Bengkak/oedema
- Sesak nafas
- Dll

• Pola reproduksi
- Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas yang lalu
- Riwayat kehamilan sekarang
- Riwayat penyakit yang pernah dialami
- Riwayat pembedahan
- Riwayat penyakit keluarga
d. Pemeriksaan Fisik : tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi dan periksa dalam
e. Pengkajian His : frekuensi, panjang his dan kuatnya
f. Data psiko-sosial
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin munculo
a. Mulanya proses persalinan, peningkatan aktivitas endometrium, pembukaan serviks b/d perubahan hormonal dan fisik.
b. Resiko infeksi pada alat genital dan perkemihan b/d prosedur invasif/ pemeriksaan vaginal dari rectum dan perineum yang kotor pembukaan serviks, pecahnya kantung ketuban.
c. Gangguan rasa nyaman b/d hipoxia uteri, tekanan bawah anak.
d. Peerubahan cardiac output b/d kontraksi uterus, pergeseran arteri dari uterus.
e. Potensial kekurangan cairan b/d penurunan motilitas lambung, pembatasan intake.
f. Perubahan pola eliminasi urine b/d tekanan bawah anak.
g. Potensial injury pada janin b/d penurunan aliran darah dari uterus ke plasenta akibat kontraksi.
h. Potensial injury dan infeksi pada ibu b/d fase ekspulsi pada janin.
i. Potensial perdarahan pada kala III dan IV b/d kontraksi uterus.
j. Kecemasan b/d kurangnya pengetahuan tentang prosedur RS, tidak ada persiapan menerima kelahiran, kematian

ASKEP NEOPLASMA OTAK / TUMOR OTAK

PENGERTIAN
Pertumbuhan jaringan yang tidak normal yang tumbuh di jaringan otak.

KLASIFIKASI
a. Berdasar asal : primer dan metastase.
b. Keganasannya : benign dan malignant.
c. Lokasi pada otak : intra axial dan ekstra axial.
d. Encapsulation : encapsul dan nonencapsul.
e. Histologi.

ETIOLOGI
a. Degenerasi atau pertumbuhan neoplastik.
b. Radiasi.
c. Virus.
d. Substansi-substansi carcinogen.
e. Bawaan : meningioma, astrositoma, neurofibroma.

PATOFISIOLOGI
Adanya massa / neoplasma pada jaringan otak akan berdampak pada jaringan otak sendiri secara lokal dan dampak tumor secara umum. Secara lokal efeknya berupa infiltrasi, invasi dan pengrusakan jaringan otak dan secara langsung akan menekan struktur saraf sehingga terjadi degenerasi dan gangguan sirkulasi darah. Edema juga akan meningkat, selain itu ICP juga meningkat apabila terjadi hambatan sirkulasi cairan cerebrospinalis.
Efek tumor tergantung lokasi, jenis dan pertumbuhan tumor, kebanyakan tumor otak ini berkembang lambat ( progresif lambat ) dengan onset yang perlahan-lahan, namun kadang-kadang ada juga tumor otak dengan gejala yang akut. Manifestasi klinis pada prinsipnya berupa manifestasi dari peningkatan tekanan intra kranial, baik karena efek massa tumor ( SOL : space occupying lesion / lesi desak ruang ) atau karena edema cerebri atau karena hydrosefalus obstruktif.
Klinis peningkatan tekanan intrakranial, selain meningkatnya tekanan intra kranial juga akan disertai “ bangkitan epilepsi” seperti terjadi pada tumor supra tentorial.

MANIFESTASI KLINIS
a. Sakit kepala : mendalam, tumpul, terus menerus, hebat terutama pada pagi hari atau saat beraktivitas
b. Vomiting : rangsang muntah, proyektil
c. Papil edema : TIK meningkat ----- obstruktif

Manifestasi lainnya terjadi sangat bervariasi, tergantung pada lokasi tumor, misalnya :
a. Tumor pada lobus frontal akan dijumpai gangguan kepribadian (dari mulai ganguan yang ringan sampai psikosa), gangguan intelektual, hilangnya daya ingat, affect long tidak tepat.
b. Tumor pada lobus oksipital akan dijumpai gangguan penglihatan, kejang-kejang.
c. Tumor pada gyrus foracental akan dijumpai kejang jackson.
d. Tumor pada lobus temporal akan dijumpai halusinasi penciuman, penglihatan dan pengecapan, kejang psikomotor.
e. Tumor pada lobus parietal sakan dijumpai ketidakmampuan membuat gambar, ketidakmampuan membedakan objek.

PENGOBATAN DAN PERAWATAN
a. Terapi bedah.
b. Radio terapi.
c. Kemoterapi.
d. Perawatan post operatif.
e. Perawatan efek samping terapi.
f. Pendidikan pasien.

PENATALAKSANAAN
a. Pembedahan.
b. Kontrol rasa nyeri.
c. Mengatasi edema medula spinalis.
d. Support atas dysfungsi neurologis.
e. Terapi fisik dan radiasi sesudah operasi.
f. Dukungan psikososial.
g. Kontrol tanda vital dan neurologi.

PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
o Pemahaman klien tentang diagnosa penyakitnya.
o Perubahan kepribadian.
o Adanya sensasi yang abnormal seperti parasthesia dan anesthesia.
o Gangguan penglihatan seperti kebutaan atau diplopia.
o Adanya keluhan mencium bau-bauan yang tidak biasa.
o Adanya nyeri kepala.
o Hilangnya pendengaran.
o Ketidakmampuan melakukan ADL.

b. Data Obyektif
o Kekuatan otot / pergerakan.
o Gaya berjalan.
o Tingkat kesadaran.
o Orientasi.
o Daya ingat.
o Kondisi pupil : ukuran, reaksi terhadap cahaya dan kesamaran.
o Pemeriksaan tanda-tanda vital.
o Pemeriksaan funduskopy untuk melihat adanya papiludemia.
o Kejang-kejang.
o Gangguan bicara.
o Gangguan fungsi syaraf cradialis.
o Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial.

c. Data Penunjang
o Foto tengkorak.
o CT Scan.
o Arteriografi atau ventrikulografi
o Foto thorax
o Pemeriksaan darah

DIAGNOSA

Pre Operasi
a. Resiko terjadinya cedera berhubungan dengan perubahan tekanan intrakranial dan fungsi persepsi sensori sekunder terhadap tumor otak.

Tujuan :
Klien terbebas dari cidera.

Intervensi :
o Observasi perjalanan penyakit yang progresif :
 Catat tingkat kesadaran setiap 4-5 jam sekali.
 Gunakan GCS mengkaji coma secara cepat.
 Catat kualitas dan ketegangan otot muka dan ekstremitas.
 Kontrol tekanan darah, Respirasi, nadi dan juga neurologisnya setiap 2-4 jam sekali.
 Kontrol suhu badan setiap 2-4 jam, hypotermi atau kedinginan merupakan indikasi.
o Pelihara keamanan lingkungan dengan :
 Menggunakan pengaman samping dengan bantal.
 Menggunakan restraint yang lembut.
o Pelihara ketenangan lingkungan.
o Pertahankan cairan parenteral sesuai yang ditentukan.
o Kontrol adanya rasa nyeri.
o Usahakan komunikasi yang diperlukan :
 Bel pemanggil diletakkan dalam jangkauan klien.
 Letakkan buku catatan dan alat tulis dekat klien.
o Observasi tanda-tanda perubahan mental dan personalitas.
o Ikuti aktivitas klien.
o Orientasikan klien dengan lingkungan sekitarnya sesuai dengan diperlukan.
o Berikan dukungan emosi.
o Jelaskan semua prosedur dan pengobatan, dengan menggunakan kata-kata yang dimengerti klien.
o Ikatkanlah klien dan keluarganya untuk membantu merencanakan dan melaksanakan perawatan.
o Jelaskan pada klien dan keluarganya bahwa perubahan tingkah laku dan bicara yang tidak terkontrol merupakan bagian dari proses penyakit.
o Jelaskan dan persiapkan klien untuk pemeriksaan diagnostic apabila ada rencana untuk hal tsb.
o Siapkan klien untuk pengobatan seperti :
 Terapi radiasi
 Pembedahan
 Rehabilitasi neurologist

b. Resiko defisit perawatan diri ; kebersihan, makanan, toilet dan atau mobilisasi berhubungan dengan kelemahan neurologist, persepsi dan kognitif.

Tujuan :
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.

Intervensi :
o Lakukan kebersihan mulut.
o Lakukan perawatan kulit.
o Lakukan perawatan mata:
 Hilangkan kerak yang terbentuk
 Berikan tetes mata seperti yang dianjurkan.
o Jika ada kelemahan penglihatan dan atau lapang pandang biasakanlah klien dengan sekitarnya.
o Menjamin / menjaga elimiansi tetap lancar :
 Gunakan kateter atau dower kateter sesuai anjuran.
 Hindari terjadinya komplikasi dan ketegangan, gunakan pelembek feces dan laksativ sedang.
o Mempertahankan diet sesuai petunjuk.
o Bantu klien apabila mengalami kesulitan makan / minum.
o Ambulasi seperti : membantu dengan kursi roda, tingkat, kruk.
o Jika klien tidak dapat bergerak, ajarkan dan bantulah klien untuk miring, batuk dan bernafas dalam setiap 2 jam.
o Posisi kepala letakkan lebih tinggi ± 30 -45 derajat dari tempat tidur.
o Lakukan latihan ROM baik pasif maupun aktif pada seluruh ekstremitas setiap 4-5 jam sekali.

c. Ansietas
Kemungkinan penyebab :
o Gangguan komunikasi verbal.
o Gangguan fungsi sensori dan motorik.
o Lingkungan asing.
o Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, test diagnostik dan pengobatan, prognosa yang tidak jelas.
o Gangguan proses berpikir.
o Dukungan sosial ekonomi yang kurang.
o Kebutaan.

Tujuan / Kriteria Hasil :
Kecemasan berkurang, ditandai dengan :
o Pola tidur kembali ke keadaan semula.
o Ekspresi wajah relaks.
o Tanda vital stabil.
o Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
o Klien dapat mengungkapkan rasa cemas dan takut berkutang.

Intervensi Keperawatan :
o Kaji tanda dan gejala kecemasan pada klien seperti insomnia, tremor iritabel, tidak dapat tidur, diaporesis, tachypnoe, tachycardia, peningkatan tekanan darah, wajah pucat,menarik diri serta klien mengungkapkan ketakutan-ketakutan dan rasa cemasnya.
o Orientasikan klien dengan lingkungan RS, alat-alat dan kegiatan sehari-hari.
o Perlihatkan sikap yang tenang dalam berinteraksi dengan klien.
o Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya (takut, cemas) dan beri umpan balik.
o Beri penguatan terhadap penjelasan dokter dan jelaskan pengertian yang salah tentang diagnosa penyakitnya, rencana pengobatan dan prognosanya.
o Jelaskan terlebih dahulu semua test diagnostik yang akan dilakukan.
o Ciptakan lingkungan yang tenang sehingga klien dapat beristirahat dengan baik.
o Bantu klien mengidentifikasi stressor dan cara menanggulanginya.
o Beri dorongan pada orang-orang yang dekat dengan klien untuk berpartisipasi dalam perawatannya tanpa menambah rasa cemas klien.
o Beri informasi yang dibutuhkan klien dan orang-orang yang dekat sesuai dengan latar belakang pendidikan dan ekonomi serta dorong mereka untuk menanyakan ha-hal yang belum dimengerti.

DIAGNOSA KEPERAWATAN LAIN YANG MUNGKIN MUNCUL :
o Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intra cranial sekunder terhadap tumor otak.
o Perubahan rasa nyaman : nyeri (sakit kepala).
o Resiko perubahan komunikasi : verbal.

Post Operasi

a. Nyeri kepalaKemungkinan penyebab :
o Trauma jaringan cerebral (akibat prosedur pembedahan).
o Peregangan atau komplikasi pada jaringan dan pembuluh darah cerebral (akibat peningkatan tekanan intra kranial bila terjadi).
o Iritasi meningen (akibat perdarahan pembuluh darah meningeal, peradangan meningens).
Tujuan / Kriteria Evaluasi :
Nyeri kepala berkurang :
o Klien mengungkapkan nyeri kepalanya berkurang
o Ekspresi wajah dan posisi tubuh relaks

Intervensi Keperawatan :
o Kaji bagaimana respon klien terhadap nyeri.
o Kaji persepsi klien tentang nyerinya mencakup lokasi, intensitas dan tipenya, gunakan skala 1 – 10 untuk mengkaji status nyeri klien.
o Kaji tanda-tanda nyeri dari respon non verbal.
o Kaji faktor-faktor yang dapat menambah keluhan nyeri kepala klien.
o Ciptakan lingkungan yang jauh dari stimulus (batasi pengunjung, penerangan yang tidak menyilaukan).
o Beri kompres dingin pada kepala
o Beri usapan pada punggung.
o Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik relaksasi
o Berikan obat-obatan analgetik non narkotik seperti codein sesuai program terapi. Jangan diberi golongan narkotik karena dapat menyebabkan depresi pernafasan

b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap pembedahan; kurang pengetahuan tentang cara perawatan luka post operasi. Tujuan :
Infeksi tidak terjadi.

Intervensi :
o Rawat luka secara aseptik dan antiseptik dengan mengganti balutan setiap 2 kali sehari.
o Catat adanya tanda – tanda infeksi pada luka.
o Jaga kebersihan area disekitar luka.
o Jelaskan kepada klien tentang pentingnya memelihara personal hygiene bagi klien.
o Anjurkan dan motivasi klien untuk selalu menggunakan alat-alat yang bersih.
o Pertahankan masukan nutrisi (kalori dan protein) yang adekuat.
o Observasi tanda vital setiap 4 jam.
o Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian Antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Moorhouse Geissle, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Rachmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Persarafan. AKPER Depkes, Banjarbaru.
Suddarth, brunner. Text of Medical Surgical-Nursing, Fifth Edition, j.b Lippincort Company, Philadelphia.

Tucker, Susan Martin --- (et al). 1988. Standar Perawatan Pasien. Volume 3. penerbit : EGC, Jakarta.

ASKEP LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

DEFINISI
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll.
Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365)
Jenis – jenis luka bakar
1. Luka bakar listrik
Disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltage tinggi akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh karena adanya loncatan arus listrik atau karena ledakan tegangan tinggi antara lain akibat petir. Arus listrik menimbulkan gangguan karena rangsangsan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2500oC, arus bolak – balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang – kejang.
Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah yaitu saraf, pembuluh darah, otot, kulit, tendo dan tulang. Pada jaringan yang tahanannya tinggi akan lebih banyak arus yang melewatinya, maka panas yang timbul akan lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi juga lebih berat bila daerah ini terkena arus listrik.
2. Luka bakar kimia
Luka bakar kimia dapat disebabkan oleh zat asam, zat basa dan zat produksi petroleum. Luka bakar alkali lebih berbahaya daripada oleh asam, karena penetrasinya lebih dalam sehingga kerusakan yang ditimbulkan lebih berat. Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja.
Zat kimia dapat bersifat oksidator sepert kaporit, kalium permanganate dan asam kromat. Bahan korosif seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, flourat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik air. Beberapa bahan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.

ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh. Panas tersebut mungkin dipindankan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka – luka lain yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi

PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas tinggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat menjadi anemia. Mengingat permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan serta elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebakan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan masuk kebula yang terbentuk pada luka bakar derajat III dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Akibat luka bakar, fungsi kulit yang hilang berakibat terjadi perubahan fisiologi. Diantaranya adalah
1. Hilang daya lindung terhadap infeksi
2. Cairan tubuh terbuang
3. Hilang kemampuan mengendalikan suhu
4. Kelenjat keringat dan uap
5. Banyak kehilangan reseptor sensori

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida dan protein akan keluar dari sel dan menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemo konsentrasi. Donna (1991) menyatakan bahwa kehilangan cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Peningkatan mineralo kortikoid
a. Retensi air, natrium dan klorida
b. Ekskresi kalium
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah ; keluarnya elektrolit dan protein dari pembuluh darah.
3. Perbedaan tekan osmotik intra dan ekstrasel.
Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektolit tubuh yang selanjutnya akan terlihat dari hasil laboratorium.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga mempengaruhi sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar, yang luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi.
Burn shock (syok hipovolemik)
Burn shock atau shock luka bakar merupakan komplikasi yang sering dialami pasien dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera diatasi. Manifestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini (Burgess 1991) adalah berupa :
1. Respon kardiovaskuler
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler yang mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor dan edema menyeluruh.
2. Respon renalis
Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal dan GFR (laju filtrasi glomelular) mengakibatkan haluaran urine akan menurun. Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat atau terlambat diberikan, maka akan memungkinkan terjadinnya gagal ginjal akut. Dengan resusitasi cairan yang adekuat, maka cairan interstitial dapat ditarik kembali ke intravaskuler dan akan terjadi fase diuresis.
3. Respon gastro intestinal
Respon umum yang biasa terjadi pada pasien luka bakar >20% adalah penurunan aktifitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolenik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas. Pemasangan NGT akan mencegah distensi abdomen, muntah dan potensi aspirasi. Dengan resusitasi yang adekuat, aktifitas gastrointestinal akan kembali normal pada 24 – 48 jam setelah luka bakar.
4. Respon imunologi
a. Respon barier mekanik
Kulit berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme yang mungkin masuk. Terjadi gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh.
b. Respon imun seluler

MANIFESTASI KLINIK
Derajat luka bakar
1. Derajat I
Tampak merah dan agak menonjol dari kulit normal disekitarnya, kulit kering, sangat nyeri dan sering disertai sensasi “menyengat”. Jaringan yang rusak hanya epidermis, lama sembuh ± 5 hari dan hasil kulit kembali normal.
2. Derajat II
a) Derajat IIa
Jaringan yang rusak sebagian epidermis, dimana folikel rambut dan kelenjar keringat utuh disertai rasa nyeri dan warna lesi merah atau kuning, lepuh, luka basah, lama sembuh ± 7 – 14 hari dan hasil kulit kembali normal atau pucat.
b) Derajat IIb
Jaringan yang rusak sampai epidermis, dimana hanya kelenjar keringat saja yang utuh. Tanda klinis sama dengan derajat Iia, lama sembuh ±14-21 hari. Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada cikatrix atau hipertrofi.
3. Derajat III
Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis. Kulit tampak pucat, abu – abu gelap atau hitam, tampak retak – retak atau kulit tampak terkelupas, avaskuler, sering dengan bayangan trombosis vena, tidak disertai rasa nyeri. Lama sembuh >21hari dan hasil kulitnya menjadi cikatrik dan hipertropi.

PENATALAKSANAAN
1. Penanganan keperawatan
a. Penanganan awal ditempat kejadian
Tindakan yang dilakukan terhadap luka bakar :
1) Jauhkan korban dari sumber panas, jika penyebabnya api, jangan biarkan korban berlari, anjurkan korban untuk berguling – guling atau bungkus tubuh korban dengan kain basah dan pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup berventilasi jika kejadian luka bakar berada diruangan tertutup.
2) Buka pakaian dan perhiasan yang dikenakan korban
3) Kaji kelancaran jalan nafas korban, beri bantuan pernafasan korbam dan oksigen bila diperlukan
4) Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 200C selama 15 – 20 menit segera setelah terjadinya luka bakar
5) Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak – banyaknya untuk menghilangkan zat kimia dari tubuhnya
6) Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar serta cedera lain yang menyertai luka bakar
7) Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut

b. Penanganan luka bakar di unit gawat darurat
Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pettama yaitu :
1) Penilaian keadaan umum pasien. Perhatikan A : Airway (jalan nafas), B : Breathing (pernafasan), C : Circulation (sirkulasi)
2) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
3) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
4) Kaji adanya faktor – faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll)
5) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter)
6) Pasang kateter urin
7) Pasang NGT jika diperlukan
8) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
9) Berikan suntikan ATS / toxoid
10) Perawatan luka :
• Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)
• Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang mengganggu pergerakan
• Selimuti pasien dengan selimut steril
11) Pemberian obat – obatan (kolaborasi dokter)
• Antasida H2 antagonis
• Roborantia (vitamin C dan A)
• Analgetik
• antibiotik
12) Mobilisasi secara dini
13) Pengaturan posisi
Keterangan :
• Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan
• Pada 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan
• Pada 8 jam III diberikan sisanya
c. Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif
Hal yang perlu diperhatikan selama pasien dirawat di unit ini meliputi :
1) Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien mengadakan perlawanan terhadap ventilator
2) Observasi tanda – tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam dan suhu setiap 4 jam
3) Pantau nilai CVP
4) Amati neurologis pasien (GCS)
5) Pantau status hemodinamik
6) Pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam)
7) Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
8) Cek asalisa gas darah setipa hari atau bila diperlukan
9) Pantau status oksigen
10) Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
11) Perawatan tiap 2jam (beri boraq gliserin)
12) Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2jam
13) Ganti posisi pasien setiap 3jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien)
14) Fisoterapi dada
15) Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube setiap hari
16) Ganti kateter dan NGT setiap minggu
17) Observasi letak tube (ETT) setiap shift
18) Observasi setiap aspirasi cairan lambung
19) Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, proteim (albumin), dan gula darah (kolaborasi dokter)
20) Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
21) Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter

d. Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar
Terdapat dua jenis perawatan luka selama dirawat di bangsal yaitu :
1) Perawatan terbuka
Yakni luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka tanpa balutan dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga dilakukan untuk daerah yang sulit dibalut seperti wajah, perineum, dan lipat paha
Keuntungan :
• Waktu yang dibutuhkan lebih singkat
• Lebih praktis dan efisien
• Bila terjadi infeksi mudah terdeteksi
Kerugian :
• Pasien merasa kurang nyaman
• Dari segi etika kurang
2) Perawatan tertutup
Yakni penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah dibeikan obat topical.
Keuntungan :
• Luka tidak langsung berhubungan dengan udara ruangan (mengurangi kontaminasi)
• Pasien merasa lebih nyaman
Kerugian :
• Balutan sering membatasi gerakan pasien
• Biaya perawatan bertambah
• Butuh waktu perawatan lebih lama
• Pasien merasa nyeri saat balutan dibuka

Urutan prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar antara lain :
1) Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh pada daerah luka bakar sperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2) Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3) Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4) Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril dan kemudian lakukan nekrotomi
5) Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6) Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7) Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
8) Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9) Keringkan menggunakan kasa steril
10) Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka bakar pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
11) Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan cradle bed)

e. Terapi psikiater
Mengingat pasien dengan luka bakar mengalami masalah psikis maka perawat perlu bekerja sama dengan psikiatri untuk membantu pasien mengatasi masalah psikisnya, namun bukan berarti menggantikan peran perawat dalam memberikan support dan empati, sehingga diharapkan pasien dapat dapat menerima keadaan dirinya dan dapat kembali kemasyarakat tanpa perasaan terisolasi.
Hal lain yang perlu diingat bahwa sering kali pasien mengalami luka bakar karena upaya bunuh diri atau mencelakakan dirinya sendiri dengan latar belakang gangguan mental atau depresi yang dialaminya sehingga perlu terapi lebih lanjut oleh psikiatris.

f. Terapi fisioterapis
Pasien luka bakar mengalami trauma bukan hanya secara fisik namun secara psikis juga. Pasien juga mengalami nyeri yang hebat sehingga pasien tidak berani untuk menggerakkan anggota tubuhnya terutama ynag mengalami luka bakar. Hal ini akan mengakibatkan berbagai komplikasi terhadap pasien diantaranya yaitu terjadi kontraktur dan defisit fungsi tubuh.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur, deformitas dan kemunduran fungsi tubuh, perawat memerlukan kerjasama dengan anggota tim kesehatan lain yaitu fisioterapis. Pasien luka bakar akan mendapatkan latihan yang sesuai dengan kebutuhan fisiknya. Dengan pemberian latihan sedini mungkin dan pengaturan posisi yang sesuai dengan keadaan luka bakar, diharapkan terjadinya kecacatan dapat dicegah atau dinminimalkan. Rehabilitasi dini dapat dilakukan sejak pasien mengalami luka bakar. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan memberi posisi.

g. Terapi nutrisi
Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan nutrisi yang tidak hanya memenuhi kecukupan jumlah kalori, protein, lemak, dll tapi terutama juga dalam hal pemenuhan makanan dan cara penyajian yang menarik karena hal ini akan sangat mempengaruhi nafsu makan pasien. Dengan pemberian nutrisi yang kuat serta menu yang variatif, diharapkan pasien dapat mengalami proses penyembuhan luka secara optimal.
Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada pasien dan dengan dukungan perawat dan keluarga dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan intake nutrisinya maka diharapkan kebutuhan nutrisi yang adekuat bagi pasien terpenuhi.

Penentuan kebutuhan energi pasien luka bakar menurut CURRERI :
Dewasa (18tahun) :
(25kcal x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar)
Anak – anak :
(kalori basal menurut umur x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar)
Berat badan yang digunakan adalah berat badan ideal yaitu :
Dewasa :
BB ideal (kg) = TB (cm) – 100 – 10% dari (TB – 100)
Anak – anak :
BB ideal (kg) = (umur dalam bulan : 2) + 4 atau
(umur dalam tahun x 2) = 8

Energi basal untuk bayi dan anak menurut umur
Umur
(tahun) Energi basal
Laki – laki (kcal) Perempuan (kcal)
0 – 1
1 – 3
4 – 6
6 – 9
10 – 14
14 – 18 55 – 60
50
45
40 – 45
25 – 25
20 – 25 55 – 60
50
45
30 – 40
20 – 55
20

Kecukupan protein untuk bayi dan anak menurut umur
Golongan umur (Tahun) Kecukupan protein (gr/kg BB)
0 – 1
1 – 3
4 – 6
6 – 10
10 – 18 2,5
2
1,8
1,5
1 – 1,5

Perhitungan kebutuhan protein untuk pasien luka bakar dengan rumus DAVIEZ dan LILIJEDAHL
Dewasa (18 tahun)
(1gr x kg BB ideal) + (3gr x % total luas luka bakar)
Anak – anak
(Kebutuhan protein menurut umur x kg BB ideal) + (3gr x % total luka
bakar)
Kebutuhan lemak bagi pasien luka bakar menurut GOODENOUGH dan WOLFE adalah sebesar 30% dari total energi.
Kebutuhan karbohidrat untuk pasien luka bakar menurut CURRERI adalah 60 – 70% dari total energi dengan keadaan atau lokasi luka bakar yang dialami.

2. Penanganan medis
Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara lain terapi cairan dan terapi obat – obatan topical.
a. Pemberian cairan intravena
Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien :
1) Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran
2) Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau larutan tirode
3) Larutan non elektrolit seperti glukosa 5%

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Pemberian cairan ada beberapa formula :
1) Formula Baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah : % luas luka bakar x BB (kg) x 4cc diberikan ½ 8 jam I dan ½ nya 16 jam berikut untuk hari ke 2 tergantung keadaan.
2) Formula Evans
• Cairan yang diberikan adalah saline
• Elektrolit dosis : 1cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid dosis : 1cc x Bb kg x % luka bakar
• Glukosa : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
3) Formula Brook
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 1,5cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid : 0,5cc x Bb kg x % luka bakar
• Dektros : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
4) Formula farkland
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 4cc x BB kg x % luka bakar

b. Terapi obat – obatan topical
Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien luka bakar antara lain :
1) Mafenamid Acetate (sulfamylon)
Indikasi : Luka dengan kuman pathogen gram positif dan negatif, terapi pilihan untuk luka bakar listrik dan pada telinga.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung tangan steril, menimbulkan nyeri partial thickness burn selama 30 menit, jangan dibalut karena dapat merngurangi efektifitas dan menyebabkan macerasi.
2) Silver Nitrat
Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen dan infeksi candida, digunakan pada pasien yang alergi sulfa atau tosix epidermal nekrolisis.
Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 – 3 kali per hari, yakinkan balutan tetap lembab dengan membasahi setiap 2 jam.
3) Silver Sulfadiazine
Indikasi : Spektrum luas untukmicrobial pathogen ; gunakan dengan hati – hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung steril, biarkan luka terbuka atau tertutup dengan kasa steril.
4) Povidone Iodine (Betadine)
Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif, candida albican dan jamur.
Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep, mudah digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai kecenderungan untuk menjadi kerak dan menimbulkan nyeri, iritasi, mengganggu pergerakan dan dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Dengan pemberian obat – obatan topical secara tepat dan efektif, diharapkan dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang seringkali masih menjadi penyebab kematian pasien.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratoriyum darah yang meliputi :
1. Hb, Ht, trombosit
2. Protein total (albumin dan globulin)
3. Ureum dan kreatinin
4. Elektrolit
5. Gula darah
6. Analisa gas darah (jika perlu lakukan tiap 12 jam atau minimal tiap hari)
7. Karboksihaemoglobin
8. Tes fungsi hati / LFT

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal
2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arterial atau vena
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit
4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan edema

B. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal
Tujuan dan kriteria hasil :
Menunjukkan perbaikan dibuktikan oleh haluaran urin individu adekuat, tanda vital stabil dan membran mukosa lembab.
Intervensi :
a. Awasi tanda – tanda vital
Memberi pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler. Catatan pemngamtan infasif diindikasikan untuk pasien dengan luka bakar mayor inhalasi asap atau penyakit jantung sebelumnya meskipun terdapat hubungan peningkatan resiko infeksi, perlu berhati – hati dalam mengawasi dan merawat sisi inversi.
b. Awasi haluaran urin dan berat jenis. Observasi warna urin dan hemates sesuai indikasi
Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk menyakinkan rata – rata haluaran urin 30 – 50 ml/jam (pada orang dewasa). Urin dapat tampak merah sampai hitam, pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin. Bila terjadi mioglobinuria menyolok, minimum haluran urin harus 75 – 100 ml/jam untuk mencegah kerusakan atau nekrosis tubulus.
c. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tak tampak
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamsi dan kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urin, khususnya selama 24 – 72 jam pertama setelah terbakar.
d. Observasi distansi abdomen, hematemesis, feses hitam. Hemates drainase NG dan feses secara periodik
Stres (curling) ulkus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat (dapat terjadi pada awal minggu pertama).

2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arterial atau vena
Tujuan dan kriteria hasil :
Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas atau kekuatan sama ; pengisian kapiler dan warna kulit normal pada area yang cedera.
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan, nadi perifer (melalui dopler) dan pengisian kapiler pada ekstremitas luka bakar melingkar. Bandingkan dengan hasil pada tungkai yang tidak sakit.
Pembentukan edema dapat secara cepat menekan pembuluh darah, sehingga mempengaruhi sirkulasi dan peningkatan statis vena / edema. Perbedaan dengan tungkai yang tak sakit membantu membedakan masalah sistemik dengan lokal (contoh hipovolemia / penurunan curah jantung)
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat. Lepaskan perhiasan / jam tangan. Hindari memplester sekitar ektremitas / jari yang terbakar.
Meningkatkan sirkulasi sistemik / aliran balik vena dan dapat menurunkan edema atau pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi konstruksi jaringan edema. Peninggian yang lama dapat mengganggu perfusi atrial bila TD turun atau tekanan jaringan meningkat secara berlebihan.
c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang tak sakit.
Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit
Tujuan dan kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas eksudat purulen dan tidak demam.
Intervensi :
a. Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien.
Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
b. Gunakan skort, sarung tangan, masker dan tehnik aseptik ketat selama perawatan luka langsung dan berikan pakaian steril / baju juga linen / pakaian.
Mencegah terpajan pada organisme infeksius.
c. Ganti balutan dan bersihkan area terbakar dalam bak hidroterapi atau pancuran dengan kepala, pancuran dapat dipegang. Pertahankan suhu air pada 37,80C. Cuci area dengan agen pembersih ringan atau sabun bedah.
Air melembutkan dan membantu membuang balutan dan jaringan parut (lapisan kulit mati atau jaringan). Sumbernya bervariasi dari kamar mandi atau pancuran. Air mandi mempunyai keuntungan memberi dukungan untuk latihan ekstremitas tetapi dapat meningkatkan kontaminasi silang pada luka. Pancuran meningkatkan inspeksi luka dan mencegah kontaminasi dari debris yang mengapung.
d. Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting dan forsep. Jangan gaggu lepuh yang utuh bila lebih kecil dari 2 – 3 cm, jangan pengaruhi fungsi sendi dan jangan pajankan luka yang terinfeksi.
Meningkatkan penyembuhan. Mencegah autokontaminasi. Lepuh yang kecil membantu melindungi kulit dan meningkatkan kecepatan repitelisasi kecuali luka bakar akibat dari kimia (dimana kasus cairan lepuh mengandung zat yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan).

4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan edema
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol.
b. Menunjukkan ekspresi wajah / postur tubuh rileks.
c. Berpartisipasi dalam aktifitas dan tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi / karakter dan intesitas (skala 0 – 10).
Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan / kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridemen. Perubahan lokasi / karakter / intensitas dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi (contoh iskemia tungkai) atau perbaikan / kembalinya fungsi saraf / sensasi.
b. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
c. Dorong penggunaan tehnik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, nafas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.
Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan ras control yang dapat menurrunkan ketergantungan farmakologis.
d. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri / kemampuan koping menurun.

ASKEP INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

DEFINISI
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)

Klasifikasi

Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut :
1. Kandung kemih (sistitis)
2. Uretra (uretritis)
3. Prostat (prostatitis)
4. Ginjal (pielonefritis)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1. ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
2. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
o Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
o Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
o Gangguan daya tahan tubuh
o Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.

ETIOLOGI
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
o Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
o Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
o Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
o Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
o Mobilitas menurun
o Nutrisi yang sering kurang baik
o Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
o Adanya hambatan pada aliran urin
o Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

PATOFISIOLOGI

Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.
Ada dua jalur utama terjadinya ISK yaitu asending dan hematogen.

• Secara asending yaitu:
o Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
o Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal.

• Secara hematogen yaitu:
Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.

Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
• Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
• Mobilitas menurun
• Nutrisi yang sering kurang baik
• System imunnitas yng menurun
• Adanya hambatan pada saluran urin
• Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.


TANDA dan GEJALA
1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
o Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
o Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
o Hematuria
o Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
o Demam
o Menggigil
o Nyeri panggul dan pinggang
o Nyeri ketika berkemih
o Malaise
o Pusing
o Mual dan muntah

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisis
o Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
o Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
o Mikroskopis
o Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
o Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
o Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) :
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
o Tes- tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

PENATALAKSANAAN

Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
• Terapi antibiotika dosis tunggal
• Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
• Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
• Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
• Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
• Interansi obat
• Efek samping obat
• Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
• Efek nefrotosik obat
• Efek toksisitas obat

PENGKAJIAN
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
o Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
o Adakah riwayat obstruksi pada saluran kemih?
3. Adanya faktor predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial
o Bagaimana dengan pemasangan folley kateter ?
o Imobilisasi dalam waktu yang lama ?
o Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
o Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
o Adakah disuria?
o Adakah urgensi?
o Adakah hesitancy?
o Adakah bau urine yang menyengat?
o Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
o Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah ?
o Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas ?
o Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5. Pengkajian psikologi pasien:
o Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan?
o Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.

DIAGNOSA
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

INTERVENSI
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria Hasil :
o Nyeri berkurang / hilang saat dan sesudah berkemih
Intervensi:

o Pantau perubahan warna urin, pantau pola berkemih, masukan dan keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
o Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) nyeri.
Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
o Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan.
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
o Berikan perawatan perineal
Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
o Jika dipaang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
o Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
Rasional : relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri.

2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
Kriteria Hasil :
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria)
Intervensi:

o Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
o Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
o Kaji keluhan pada kandung kemih
Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal)
o Observasi perubahan tingkat kesadaran
Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat
o Kolaborasi:
 Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin
Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal
 Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.
Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.

3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
KriteriaHasil : menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:

o Berikan waktu kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak di ketahui tentang penyakitnya.
Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidak tahuan pasien tentang penyakitnya.
o Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi.
o Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
o Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal.
o Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA

PENGERTIAN

Hemodialisa adalah peralihan sirkulasi darah dari tubuh pasien ke hidralisator dimana terjadi proses difusi dalam ultrafiltrasi, pada dialisis terjadi difusi partikel yang larut dari kompartemen cairan ke kompartemen lain dengan melewati selaput semipermiabel.
Membran selaput semipermiabel adalah lembar tipis, berpori-pori, terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membrane memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membrane. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradian konsentrasi.
Darah yang mengandung produk sisa seperti urea dan kreatinin, mengalir ke dalam kompartemen dialiser atau ginjal buatan, tempat akan bertemu dengan dialisat, yang tidak mengandung urea atau kreatinin.

JENIS TERAPI GINJAL PENGGANTI (TGP)

Terapi ginjal adalah usaha untuk menggantikan fungsi ginjal pasien yang telah menurun baik secara alamiah yaitu transplantasi ataupun secara arthifisial yaitu dialisis.
Terapi ginjal pengganti (TGP) secara arthifisial dibagi tiga yaitu :
1. Hemodialisa akut/kronis.
2. Peritonial dialisis.
3. Hemofiltration.

Indikasi TGP :
Akut/kronik : Azotermia, hiperkalemia berat, asidosis berat, dehidrasi yang telah responsif dengan terapi diuretik.

FUNGSI DIALISAT/GINJAL BUATAN

a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
b. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah & bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negative (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Mempertahankan fungsi ginjal berat akibat reaksi transfusi.
f. Mengkaji fungsi ginjal berat akibat reaksi transfusi.
g. Mengganti fungsi ginjal permanen pada ginjal dengan penyakit ginjal tahap akhir.

GAMBARAN PERALATAN

1. Dialiser atau ginjal buatan.
2. Dialisat atau cairan dialisis.
3. Sistem pemberian dialisat.
4. Assessori peralatan.

MENENTUKAN DOSIS HEMODIALISAHal-hal yang diperhatikan dalam menentukan dosis adalah :
1. Time of dialysis.
2. Interdialisis.
3. Blood flow (QB).
4. Dialisat flow.
5. Klirens dialiser.
6. Trans membrane pressure (TMP).

KOMPLIKASI HEMODIALISA

1. Akibat prosedur hemodialisa :
- Rupture dialiser.
- Cabteal dialiser.
- Emboli udara.
- Hand water penderita.

2. Faktor penderita :
- Dialysis disequealibrium syndrome.
- Hipotensi.
- Nyeri dada.
- Mual & muntah.
- Demam & menggigil

KEUNTUNGAN & KERUGIAN DIALISIS PERITONIAL

1. Keuntungan :
- Bila dapat dipasang terutama dalam badannya.
- Tidak membutuhkan ruangan & peralatan khusus.
- Tidak banyak mengganggu hemodinamik.
- Merupakan peralatan terapi untuk anak atau dewasa.

2. Kerugian :
- Merupakan tindakan traumatik dan sering disertai komplikasi peritonitis.
- Proses asidosis & dialisis terjadi lambat, efisiensi tidak dapat dihitung.


3. Kompikasi :
- Perdarahan.
- Kebocoran.
- Nyeri abdomen.

KONSENTRASI DIALISAT

1. Konsentrasi Acetat
AN No. 750 1934 001
Kandungan acetat terdiri dari :
- Kalium : 2,5 mmol/liter.
- Na : 137 mmol/liter.
- Calcium : 1,6 mmol/liter.
- Mg : 0,3 mmol/liter.
- Klorida : 103,3 mmol/liter.
- Acetat : 40,0 mmol/liter.

2. Konsentrasi bicarbonate
Konsentrasi bicarbonate (Part A) AN No. 750 2813 001
- Na : 140, 0 mmol/liter.
- Ca : 2,0 mmol/liter.
- Kalsium : 1,3 mmol/liter.
- Mg : 0,2 mmol/liter.
- Cl : 110,0 mm0l/liter.
- Acetat : 3,0 mmol/liter.
- Bicarbonate : 32,0 mmol/liter.

3. Konsentrasi bicarbonate (Part B) : AN No. 750 2824 001 terdiri dari :
- Sodium bicarbonate : 8,4 gr/hr.
-

MANAJEMEN HEMODIALISA

a. Kriteria pasien yang dilakukan tindakan HD :
- Gagal ginjal akut.
- Gagal ginjal kronik.
- Infeksi saluran kencing.
- Keracunan (jengkol).

b. Tindakan yang dilakukan setelah HD :
- Ukur tekanan darah.
- Buka arteri & didep.
- Buka vena & didep.
- Berikan/taburi Merbacetin & plester.
- Ukur berat badan.


DAFTAR PUSTAKA


Brunner & suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. EGC. Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS TETANUS

DEFINISI

Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan gangguan neuromuscular akut berupa trismus, kekakuan dan kejng otot disebabkan oleh eksotoksin spesifik dari kuman anaerob clostridium tetani (R. Sjamsuhidayat, 1997).
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot proksimal diikuti kekakuan otot seluruh badan (Arjatmo, 1996).
Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Cl. Tetani (Mansjoer, 2000).

ETIOLOGI

Infeksi tetanus disebabkan oleh clostridium tetani yang bersifat murni. Kuman ini mudah dikenal karena berbentuk spora dan karena bentuk yang khas. Ujung sel menyerupai tongkat pemukul genderang atau rekek squash.
Spora Cl. Tetani dapat bertahan bertahun-tahun bila tidak kena sinar matahari. Spora ini terdapat di tanah atau di debu. Tahan terhadap antiseptic, pemanasan 100 °C, dan bahkan pada otoklaf 120 °C selama 15-20 menit. Dari berbagai study yang berbeda spora ini tidak jarang ditemukan pada feses manusia, juga pada feses kuda, anjing dan kucing. Toksin diproduksi oleh bentuk vegetatifnya.

PATOFISIOLOGI

Tetanus

Clostridium

Luka tusuk Luka tabrakan Luka goresan

Perawatan luka yang kurang baik

Toksin diabsorbsi di ujung saraf motorik Toksin bersifat
dan susunan limfatik antigen

Masuk ke dalam sirkulasi darah Arteri
Kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat

Perubahan marfologi

Pembengkakan sel-sel ganglion motorik yang
berhubungan dengan pembengkakan dengan
liris inti sel

(Arjatmo, 1996).

GEJALA KLINIS


Masa tunas biasanya 5-14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh anti serum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan:
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kuduk kaku sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki).
3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dari abdomen akut).
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornus anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi).
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku, dan tangan menggepal kuat. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretral.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.

Menurut beratnya gejala dapat dibedakan 3 stadium:
1. Trismus (3cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.
3. Trismus (1cm) dengan kejang tonik umum spontan.

PENATALAKSANAAN

1. Umum
- Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya.
- Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde parenteral.
- Isolasi untuk menghindari rangsangan luar seperti suara dan tindakan terhadap pasien.
- Oksigen, pernafasan buatan dan trakeostomi bila perlu.
- Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Obat-obatan
- Antitoksin
Tetanus immunoglobulin (TIG) lebih dianjurkan pemakaiannya dibandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Dosis inisial TIG yang dianjurkan adalah 5000 U intramuscular yang dianjurkan dengan dosis harian 500-6000 U. bila pemberian TIG tidak memungkinkan ATS dapat diberikan dengan dosis 5000 U intramuscular dan 5000 U intravena. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
- Anti Kejang
Obat Efek Samping
Diazepam Stupor, koma
Meprobomat Tidak ada
Klorpromazine Hipertensi
Fenobarbital Depresi
Intramuscular Pernafasan

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1. Mencegah terjadinya luka.
2. Merawat luka secara adekuat.
3. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka, akan memberikan kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi. Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U intramuscular setelah dilakukan tes kulit.
4. Di Negara barat, pencegahan tetanus dilakukan dengan pemberian tolsoid dan TIG.

PENGKAJIAN

1. Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis, rencana terapi.
2. Keluhan utama/alasan masuk RS.
3. Riwayat kesehatan.
- Riwayat kesehatan sekarang.
- Riwayat kesehatan masa lalu.
- Riwayat kesehatan keluarga.
4. Riwayat imunisasi.
5. Riwayat tumbuh kembang.
6. Riwayat nutrisi.
7. Riwayat psikososial.
8. Riwayat spiritual.
9. Riwayat hospitalisasi.
10. Riwayat aktivitas sehari-hari.
11. Pemeriksaan fisik.
- Keadaan umum klien.
- Tanda-tanda vital.
- Atropometri.
- Sistem pernafasan.
- Sistem cardiovascular.
- System integument.
- Sistem pencernaan.
- Sistem indra.
- Sistem perkemihan.
- Sistem endokrin.
- Sistem reproduksi.
- Sistem imun.
- Sistem musculoskeletal.
- Sistem saraf : fungsi serebral, fungsi cranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi serebelum, fungsi reflex, fungsi iritasi meningen.


DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan ditandai dengan susah bernafas, sesak, apnea.
Tujuan : Pola nafas pasien kembali normal atau pasien dapat
mempertahankan pola nafas efektif.
Kriteria Hasil : semua hal yang terkait dengan gejala kembali baik.

Intervensi:
- Pantau frekuensi dan irama serta kedalaman pernafasan, catat ketidakteraturan pernafasan.
Rasional : Perubahan dapat menandakan adanya komplikasi, pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau menandakan lokasi/luar keterlibatan otot pernafasan lambat periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi.
- Catat kompetensi reflex gangguan menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan nafas sendiri, pasang alat bantu pernafasan sesuai indikasi.
Rasional : Kemampuan mobilisasi atau memberikan sekresi penting untuk memelihara jalan nafas, kehilangan reflex menelan, atau batuk menandakan perlunya jalan nafas buatan/intubasisal.
- Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring, sesuai indikasi.
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan penurunan kemungkinan lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas.
- Anjurkan pasien untuk bernafas dalam yang efektif jika pasien sadar serta berikan oksigen.
Rasional : Pencegahan atau penurunan atelektasis serta memaksimalkan O2 pada darah arteri dan membantu mencegah hipoksia.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan dan membuka mulut ditandai dengan BB menurun, sukar menelan, kaku otot wajah.
Tujuan : Pasien mendapatkan nutrisi dan adekuat.
Kriteria Hasil : Pasien mendapatkan nutrisi yang cukup dan menunjukkan peningkatan BB yang memuaskan.

Intervensi:
- Beri makan melalui NGT sesuai dengan ketentuan.
Rasional : Untuk memberikan nutrisi sampai pemberian oral memungkinkan.
- Pantau pemasukan dan BB.
Rasional : Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.
- Beri cairan/nutrisi parenteral, sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin perlu untuk mengatasi dehidrasi, menggantikan kehilangan cairan dan memberikan nutrisi yang perlu bila masukan oral dibatasi.
- Konsul dengan ahli diet.
Rasional : Bermanfaaat dalam menyusun rencana/kebutuhan diet individu.

3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan pusing, sakit kepala, sesak, TD: 90/70 mmHg, Temp: 35 ÂșC.
Tujuan : : Perfusi jaringan kembali normal.
Kriteria hasil : Semua hal yang berkaitan dengan gejala kembali baik.

Intervensi:
- Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan perubahan perfusi jaringan otak dan potensial potetik.
Rasional : Menentukan pilihan intervensi.
- Pantau dan catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya dengan koma glasgow).
Rasional : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP, serta menentukan tingkat kesadaran.
- Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Menentukan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral tekanan peningkatan dan terbentuknya edema.
- Pantau suhu dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi.
Rasional : Dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
- Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti masasse punggung dan sebagainya.
Rasional : Meningkatkan efek ketegangan, menurunkan reaksi tubuh, meningkatkan istirahat untuk memelihara atau menurunkan TIK.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius. Jakarta.
Hasan, Rusepno, 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta.
Sjamsuhidayat, dkk. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.
Tjokronegoro, Arjotmo, dkk. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta.