A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi Demensia
Istilah
demensia pertama kali digunakan oleh Phillipe Pinel (1745- 1826) dalam bukunya
“TREATISE ON INSANITY” dengan kata ‘Demence”.
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang
meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat
sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987
dalam Boedhi-Darmojo, 2009).
Demensia
adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan,
dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian (Medicastore.com
).
Demensia
dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi
aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa
gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang
mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L.,
Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson
(2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku (Kusumawati, 2007).
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Usia
di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami demensia dan hal ini
tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan status ekonomi. Hasil
penelitian di seluruh dunia menunjukkan bahwa demensia terjadi sekitar 8 % pada
warga di atas usia 65 tahun dan meningkat sangat pesat menjadi 25 % pada usia
di atas 80 tahun dan hampir 40 % pada usia di atas 90 tahun.
3. Penyebab Demensia pada Usia Lanjut (Boedhi-Darmojo, 2009)
Penyebab
demensia yang reversibel sangat penting untuk diketahui, karena dengan
pengobatan yang baik penderita dapat kembali menjalankan hidup sehari-hari yang
normal. Keadaan yang secara potensial reversibel atau bisa dihentikan yaitu :
-
Intoksikasi (Obat, termasuk alkohol dan lain-lain)
-
Infeksi susunan saraf pusat
-
Gangguan metabolik :
a)
Endokrinopati (penyakit Addison, sindroma Cushing, Hiperinsulinisme,
Hipotiroid, Hipopituitari, Hipoparatiroid, Hiperparatiroid)
b)
Gagal hepar, gagal ginjal, dialisis, gagal nafas, hipoksia, uremia kronis, gangguan
keseimbangan elektrolit kronis, hipo dan hiperkalsemia, hipo dan hipernatremia,
hiperkalemia.
c)
Remote efek dari kanker atau limfoma.
-
Gangguan nutrisi :
a)
Kekurangan vitamin B12 (anemia pernisiosa)
b)
Kekurangan Niasin (pellagra)
c)
Kekurangan Thiamine (sindroma Wernicke-Korsakoff)
d)
Intoksikasi vitamin A, vitamin D, Penyakit Paget
-
Gangguan vaskuler
a)
Demensia multi infark
b)
Sumbatan arteri carotis
c)
Stroke
d)
Hipertensi
e)
Arthritis Kranial
-
Lesi desak ruang
-
Hirdosefalus bertekanan normal
-
Depresi (pseudo-demensia depresif)
Penyakit
degeneratif progresif :
a.
Tanpa gejala neurologik penting lain :
•
Penyakit Alzheimer
•
Penyakit Pick
b.
Dengan gangguan neurologik lain yang prominen :
•
Penyakit Parkinson
•
Penyakit Huntington
•
Kelumpuhan supranuklear progresif
•
Penyakit degeneratif lain yang jarang didapat
4. Patofisiologi Terkait dengan Proses Penuaan
Proses
menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan menyebabkan
terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu berat
otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70
tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan
kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung
dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia,
infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di samping itu, kadar
neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi saraf juga akan
berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya
pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi
pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area
yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena
manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu
keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
Klasifikasi Demensia
Demensia
dapat dibagi dalam 3 tipe yaitu :
1)
Demensia Kortikal dan Sub Kortikal
a.
Demensia Kortikal
Merupakan
demensia yang muncul dari kelainan yang terjadi pada korteks serebri substansia
grisea yang berperan penting terhadap proses kognitif seperti daya ingat dan
bahasa. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia kortikal adalah
Penyakit Alzheimer, Penyakit Vaskular, Penyakit Lewy Bodies, sindroma
Korsakoff, ensefalopati Wernicke, Penyakit Pick, Penyakit Creutzfelt-Jakob.
b.
Demensia Subkortikal
Merupakan
demensia yang termasuk non-Alzheimer, muncul dari kelainan yang terjadi pada
korteks serebri substansia alba. Biasanya tidak didapatkan gangguan daya ingat
dan bahasa. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia kortikal adalah
penyakit Huntington, hipotiroid, Parkinson, kekurangan vitamin B1, B12, Folate,
sifilis, hematoma subdural, hiperkalsemia, hipoglikemia, penyakit Coeliac,
AIDS, gagal hepar, ginjal, nafas, dll.
2)
Demensia Reversibel dan Non reversibel
a.
Demensia Reversibel
Merupakan
demensia dengan faktor penyebab yang dapat diobati. Yang termasuk faktor
penyebab yang dapat bersifat reversibel adalah keadaan/penyakit yang muncul
dari proses inflamasi (ensefalopati SLE, sifilis), atau dari proses keracunan
(intoksikasi alkohol, bahan kimia lainnya), gangguan metabolik dan nutrisi
(hipo atau hipertiroid, defisiensi vitamin B1, B12, dll).
b.
Demensia Non Reversibel
Merupakan
demensia dengan faktor penyebab yang tidak dapat diobati dan bersifat kronik
progresif. Beberapa penyakit dasar yang dapat menimbulkan demensia ini adalah
penyakit Alzheimer, Parkinson, Huntington, Pick, Creutzfelt-Jakob, serta
vaskular.
3)
Demensia Pre Senilis dan Senilis
a.
Demensia Pre Senilis merupakan demensia yang dapat terjadi pada golongan umur
lebih muda (onset dini) yaitu umur 40-50 tahun dan dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi medis yang dapat mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit
degeneratif pada sistem saraf pusat, penyebab intra kranial, penyebab vaskular,
gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi, penyebab trauma, infeksi dan
kondisi lain yang berhubungan, penyebab toksik (keracunan), anoksia).
b.
Demensia Senilis merupakan demensia yang muncul setelah umur 65 tahun. Biasanya
terjadi akibat perubahan dan degenerasi jaringan otak yang diikuti dengan
adanya gambaran deteriorasi mental.
Demensia berdasakan Etiologi yang mendasari :
a.
Demensia pada Penyakit Alzheimer
Merupakan
penyebab demensia yang paling sering ditemukan pada sekitar 50 % kasus
demensia. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit degeneratif primer pada otak tanpa
penyebab yang pasti. Dapat terjadi pada umur kurang dari 65 tahun (onset dini)
dengan perkembangan gejala yang cepat dan progresif, atau pada umur di atas 65
tahun (onset lambat) dengan perjalanan penyakit yang lebih lambat. Pada
penyakit ini terjadi deposit protein abnormal yang menyebabkan kerusakan sel
otak dan penurunan jumlah neuron hippokampus yang mengatur fungsi daya ingat
dan mental. Kadar neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah dari normal.
Gejala
yang ditemukan pada penyakit Alzheimer adalah 4A yaitu:
-
Amnesia : Ketidakmampuan untuk belajar dan mengingat kembali informasi baru
yang didapat sebelumnya.
-
Agnosia : Gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun fungsi
sensorisnya masih baik.
-
Aphasia : Gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti dan mengutarakan
kata – kata yang akan diucapkan.
-
Apraxia : Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi
motorik masih baik (contohnya mampu memegang gagang pintu tapi tak tahu apa
yang harus dilakukannya).
b.
Demensia Vaskular
Merupakan
penyebab kedua demensia yang terjadi pada hampir 40 % kasus. Demensia ini
berhubungan dengan penyakit serebro dan kardiovaskuler seperti hipertensi,
kolesterol tinggi, penyakit jantung, diabetes, dll. Biasanya terdapat riwayat
TIA sebelumnya dengan perubahan kesadaran. Demensia ini terjadi pada umur 50-60
tahun tetapi lebih sering pada umur 60-70 tahun. Gambaran klinis dapat berupa
gangguan fungsi kognitif, gangguan daya ingat, defisit intelektual, adanya
tanda gangguan neurologis fokal, aphasia, disarthria, disphagia, sakit kepala,
pusing, kelemahan, perubahan kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya nilai
masih baik.
c.
Demensia pada penyakit lain
Adalah
demensia yang terjadi akibat penyakit lain selain Alzheimer dan vaskuler yaitu
:
-
Demensia pada penyakit Pick
-
Demensia pada penyakit Huntington
-
Demensia pada penyakit Creutzfelt-Jakob
-
Demensia pada penyakit Parkinson
-
Demensia pada penyakit HIV-AIDS
-
Demensia pada alkoholisme.
Manifestasi Klinis Demensia
Pada
awal perjalanan penyakit, pasien mengalami pegal-pegal, cenderung mengalami
kegagalan dalam melakukan tugas tertentu yang kompleks dan memerlukan pemecahan
masalah. Beberapa hal yang sering ditemui pada demensia adalah :
a.
Kemunduran intelektual yang disertai dengan gangguan :
1)
Memori (daya ingat)
2)
Orientasi : Gangguan orientasi orang, tempat dan waktu tetapi kesadarannya
tidak mengalami gangguan.
3)
Bahasa : Aphasia, stereotipik, sirkumstansial, gangguan penamaan objek.
4)
Daya pikir dan daya nilai : Daya pikir lebih lambat, aliran ide dan konsentrasi
berkurang, sudut pandang yang jelek dan kurang, pikiran paranoid, delusi, dll.
5)
Kapasitas belajar komprehensif : Gangguan otak dalam memproses informasi yang
masuk.
6)
Kemampuan dalam perhitungan.
b.
Perubahan emosional
Emosi
sering gampang terstimulasi serta tidak dapat mengontrol tawa dan tangis.
c.
Kemunduran kepribadian
1)
Sering egois
2)
Kurang bisa mengerti perasaan orang lain, kurang perhatian, introvert.
3)
Kemunduran kebiasaan pribadi, makan, toilet, kebersihan, dll.
d.
Perubahan-perubahan pada sistem tubuh :
1)
Kardiovaskuler
Cardiac
output menurun, kemampuan respon terhadap stress berkurang, tekanan darah
meningkat, denyut jantung setelah pemulihan melambat, cepat pegal bila
aktivitas meningkat.
2)
Respirasi
Volume
residu paru meningkat, kapasitas vital paru menurun, kapasitas difusi dan
pertukaran gas menurun, efektivitas batuk menurun, pada aktivitas berat cepat
lelah dan sesak, oksigenasi berkurang sehingga luka susah sembuh, susah
mengeluarkan sekret batuk.
3)
Integumen (kulit)
Perlindungan
terhadap trauma dan suhu yang ekstrem menurun, perlindungan oleh kelenjar
minyak alami dan berkeringat menurun, kulit tipis kering, dan keriput, sering
memar, kebiruan dan cepat terbakar sinar matahari, intoleransi terhadap panas,
struktur tulang kelihatan pada kulit yang tipis.
4)
Reproduksi
Pada
wanita terjadi penyempitan, penurunan elastisitas dan sekresi pada dinding
vagina, sehingga menimbulkan hubungan seksual yang sakit, perdarahan, gatal,
iritasi dan lambat orgasme. Pada laki –laki terjadi penurunan ukuran penis dan
testes dan respon seksual yang melambat.
5)
Genito-urinaria
Kapasitas
buli menurun, menurunnya sensasi untuk bak sehingga sering retensi dan
kesulitan bak. Pada laki-laki terjadi BPH, dan pada wanita terjadi relaksasi
otot perineum dan inkontinensia urine.
6)
Gastrointestinal
Salivasi
berkurang, susah menelan makanan, mengeluh mulut kering, pengosongan esofagus
dan lambung yang melambat sehingga sering terjadi gejala penuh, sakit ulu hati,
mobilisasi usus berkurang sehingga sering konstipasi, bersendawa, perut tidak
nyaman.
7)
Muskuloskeletal
Hilangnya
densitas tulang, kekuatan dan ukuran otot, degenerasi tulang rawan sendi,
sehingga terjadi penurunan tinggi badan, kyphosis, fraktur, sakit pada
punggung, merasa hilang tenaga, flexibilitas dan ketahanan sendi menurun dan
sering sakit sendi.
8)
Saraf
Berkurangnya
kecepatan konduksi saraf sehingga terjadi konfusi disertai dengan keluhan fisik
dan kehilangan respon lingkungan. Sirkulasi serebral menurun sehingga terjadi
penurunan reaksi dan respon, belajar perlu waktu yang lama, sering bingung,
sering lupa dan jatuh.
e.
Sistem indera :
1)
Penglihatan : Kemampuan untuk fokus pada objek yang dekat berkurang, tidak
toleransi terhadap sinar, kesulitan mangatur intensitas cahaya masuk mata, dan
penurunan kemampuan membedakan warna.
2)
Pendengaran : Menurunnya kemampuan mendengarkan suara frekuensi tinggi.
3)
Rasa dan bau : Penurunan kemampuan mengecap dan membau sehingga dapat
menggunakan gula dan garam berlebih pada makanannya.
f.
Halusinasi dan delusi
g.
Tanda dan Gejala lainnya :
1)
Psikiatrik
Gangguan
cemas, depresi, perubahan kepribadian sehingga sering menangis atau tertawa
patologis, emosi ekstrim tanpa provokasi.
2)
Neurologis
Apraxia
dan agnosia, kejang, sakit kepala, pusing, kelemahan, sering pingsan, gangguan
tidur, disartria, disfagia.
3)
Reaksi katastropi
Agitasi
yang muncul sekunder akibat kesadaran subjektif terhadap defisit intelektual yang
dialami pada keadaan yang penuh stres.
4)
Sundown syndrome
Mengantuk,
konfusi, ataksia, jatuh. Sindrome ini bisa muncul saat stimulus eksternal
berkurang atau karena pengaruh obat benzodiazepine.
Komplikasi Demensia
a.
Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :
-
Ulkus Dekubitus
-
Infeksi saluran kencing
-
Pneumonia
b.
Thromboemboli, infark miokardium.
c.
Kejang
d.
Kontraktur sendi
e.
Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f.
Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan menggunakan
peralatan
g.
Kehilangan kemampuan berinteraksi
h.
Harapan hidup berkurang
3.
Pemeriksaan Portabel Demensia
Untuk
keperluan penapisan, pemeriksaan psikometrik sederhana misalnya dengan
menggunakan pemeriksaan mini status mental (Mini mental State Examination/MMSE)
akan membantu menentukan gangguan kognitif yang harus ditindaklanjuti dengan
pemeriksaan lain.
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis
demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan memperhatikan usia
penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta adanya penyakit
lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan pemeriksaan
kimia darah standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk menentukan
adanya tumor, hidrosefalus atau stroke.
Jika
pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara
bertahap, maka diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit
Alzheimer terbukti hanya jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang menunjukkan
banyaknya sel saraf yang hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut dan di
seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein
abnormal). Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini
adalah pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang
merupakan pemerisaan skening otak khusus.
Penatalaksanaan (Boedhi-Darmojo, 2009)
Walaupun
penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya tidak mungkin, dengan
penatalaksaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-hari dari
penderita. Prinsip utama penatalaksanaan penderita demensia adalah sebagai
berikut
a.
Optimalkan fungsi dari penderita
-
Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson)
-
Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
-
Akses keadaan lingkungan, kalau perlu buat perubahan
-
Upayakan aktivitas mental dan fisik
-
Hindari situasi yang menekan kemampuan mental, gunakan alat bantu memori bila memungkinkan
-
Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat
-
Tekankan perbaikan gizi
b.
Kenali dan obati komplikasi
-
Mengembara dan berbagai perilaku merusak
-
Gangguan perilaku lain
-
Depresi
-
Agitasi atau agresivitas
-
Inkontinensia
c.
Upayakan perumatan berkesinambungan
-
Re-akses keadaan kognitif dan fisik
-
Pengobatan gangguan medik
d.
Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya
-
Berbagai hal tentang penyakitnya
-
Kemungkinan gangguan/kelainan yang bisa terjadi
-
Prognosis
e.
Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan keluarganya
-
Berbagai pelayanan kesehatan masyarakat
-
Nasihat hukum dan/keuangan
f.
Upayakan nasihat keluarga untuk :
-
Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
-
Penanganan rasa marah atau rasa bersalah
-
Pengambilan keputusan
-
Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik
g.
Peran keluarga
Keluarga
memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia
yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang
mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar.
Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses
perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara
teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan
dialami penderita demensia.
Keluarga
tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian lansia, sehingga lansia
cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan
aktif dalam membantu lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas
sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari
secara rutin sebagaimana pada umumnya lansia tanpa demensia dapat mengurangi
depresi yang dialami lansia penderita demensia.
Merawat
penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari
selama hampir 24 jam mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal
dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang
kita lakukan untuk mereka.
Kesabaran
adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia.
Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang
terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang
muncul akibat demensia.
Saling
menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri
sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat
lansia dengan demensia.
Pada
suatu waktu lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan
panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk
ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat lansia rileks dan
aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan
orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat,
genggam tangan lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman
hangat untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia
dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya.
Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.
Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka
juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami
kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian
berlapis-lapis pada suhu yang panas.
Seperti
layaknya anak kecil terkadang lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama
berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama
disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam
sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh
lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari
lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat lansia
dengan demensia di rumahnya. (Kusumawati, 2007, http:/www.berita iptek
online.com).
Prognosis
Perkembangan
demensia pada setiap orang berbeda. Pada sebagian besar demensia stadium
lanjut, terjadi penurunan fungsi otak yang hampir menyeluruh. Penderita menjadi
lebih menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan perilakunya. Suasana
hatinya sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan (berkelana). Pada
akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan
kemampuan berbicara.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Data subyektif :
1)
Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.
2)
Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.
b.
Data obyektif :
1)
Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan objek yang
sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
2)
Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya.
3)
Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-kata yang
lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu
menemukan kata-kata yang tepat.
2.
Diagnosa keperawatan
a.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuronal dan demensia
progresif.
b.
Risiko terhadap cedera berhubungan dengan defisit sensori dan motorik
c.
Syndrome defisit perawatan diri berhubungan dengan konfusi, kehilangan kognitif
dan perilaku disfungsi.
d.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perawatan anggota keluarga yang
mengalami disfungsi.
e.
Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan kerusakan kognitif & perilaku
disfungsi.
f.
Kerusakan komunikasi berhubungan dengan gangguan pendengaran
g.
Konfusi kronis berhubungan dengan degenerasi progresif korteks serebri sekunder
akibat demensia
Rencana Asuhan Keperawatan Pada Demensia
1. DIAGNOSA
KEPERAWATAN : Perubahan proses pikir b/d
degenerasi neuronal dan demensia progresif.
TUJUAN
: Setelah diberi askep 3×24 jam
diharapkan pasien mampu memelihara fungsi kognitif yang optimal dengan kriteria
:
-
Mempertahankan fungsi ingatan yang optimal.
-
Memperlihatkan penurunan dalam prilaku yang bingung.
-
Menunjukkan respons yang sesuai untuk stimuli taktil, visual dan auditori.
-
Mengungkapkan rasa keamanan dan perlindungan.
-
Menunjukkan orientasi optimal terhadap waktu, tempat dan orang.
INTERVENSI
KEPERAWATAN :
1.
Kurangi konfusi lingkungan.
-
Dekati pasien dengan cara menyenangkan dan kalem.
-
Cobalah agar mudah ditebak dalam sikap dan percakapa perawat.
-
Jaga lingkungan tetap sederhana dan menyenagkan.
-
Pertahankan jadwal sehari-hari yang teratur.
-
Alat bantu mengingat sesuai yang diperlukan.
RASIONAL
: Stimuli yang sederhana dan terbatas
akan memfasilitasi interpretasi dan mengurangi distorsi input; perilaku yang
dapat ditebak kurang mengancam disbanding perilaku yang tidak dapat ditebak;
alat bantu ingatan akan membantu pasien untuk mengingat.
2.
Tingkatkan isyarat lingkungan
-
Perkenalkan diri perawat ketika berinteraksi dengan pasien.
-
Panggil pasien dengan menyebutkan namanya.
-
Berikan isyarat lingkungan untuk orientasi waktu, tempat dan orang.
RASIONAL
:Isyarat lingkungan akan meningkatkan
orientasi terhadap waktu, tempat dan orang dan individu akan mengisi
kesenjangan ingatan dan berfungsi sebagai pengingat.
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN : Risiko terhadap cedera b/d defisit sensori dan motorik.
TUJUAN
: Setelah diberi askep 3×24 jam
diharapkan pasien mampu mempertahankan keselamatan fisik dengan kriteria :
-
Mematuhi prosedur keselamatan.
-
Dapat bergerak dengan bebas dan mandiri disekitar rumah.
-
Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindungi.
INTERVENSI
KEPERAWATAN :
1.
Kendalikan lingkungan.
-
Singkirkan bahaya yang tampak jelas.
-
Kurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur..
-
Pantau regimen medikasi.
-
Ijinkan merokok hanya dalam pengawasan.
-
Pantau suhu makanan.
-
Awasi semua aktivitas diluar rumah.
RATIONAL
:Lingkungan yang bebas bahaya akan
mengurangi risiko cedera dan membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang
konstan.
2.
Ijinkan kemandirian dan kebebasan maksimum.
-
Berikan kebebasan dalam lingkungan yang aman.
-
Hindari penggunaan restrain.
-
Kerika pasien melamun, alihkan perhatiannya.
-
Simpan tag identifikasi pada pasien.
RATIONAL
:Hal ini akan memberikan pasien rasa
otonomi.Restrain dapat meningkatkan agitasi.Pengalihan perhatian difasilitasi
oleh kehilangan ingatan segera.Nama dan nomor telpon akan memfasilitasi
kembalinya dengan aman pasien yang sedang melamun.
3.
Kaji adanya hipotensi ortostatik
RATIONAL
:Dapat menyebabkan cedera
4.
Ajarkan klien bergerak dari posisi tidur ke berdiri secara bertahap
RATIONAL
:Mencegah terjadinya hipotensi
ortostatik yang dapat menyebabkan cedera
5.
Ajarkan latihan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas
RATIONAL
:
Dengan
meningkatnya kekuatan otot akan mencegah terjadinya cedera
No comments:
Post a Comment