BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam ilmu penyakit mata dikenal beberapa penyakit matagawat. Gawat
disini berarti, apabila penyalit tersebut tidak ditanggulangi dengan tepat,
maka penyakit tersebut dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada mata.
Trauma mata merupakan penyakit mata gawat darurat, artimya apabila tidak
ditanggulangi segera, maka dalam beberapa jam saja dapat menimbulkan kerusakan
permanen pada mata. Bentuk trauma mata ada beberapa macam, diantaranya,
diantaranya : trauma tidak tembus,trauma tembus, trauma oleh karena bahan
kimia. Yang memerlukan pertolongan dan perawatan yang berbeda sesuai bentuk/
jenis dari trauma mata tersebut.
Sebagai seorang perawat profesional kita seharusnya mempunyai
pengetahuan dan teknik pertolongsn
pertama dan perawatan penyakit mata, khususnya pada kasus trauma mata,
mengingat akibat yang dapat ditimbulkan
apabila apabial tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Oleh karena itu makalah ini disusun dengan harapan agar dapat dijadikan
untuk menambah wawasan mengenai asuhan
keperawatan pada kasus trauma mata.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. REVIEW ANATOMI FISIOLOGI
Mata sebagai organ penglihatan sangat kecil dan amat halus, organ
penglihatan ini terdiri atas :
1.
Bola mata (bulbus okuli) dengan saraf optik (nervus
optikus).
Mempunyai lapisan selaput yang terdiri dari 3 lapisan :
-
Selaput putih (sklera)
-
Selaput hitam (koroid)
-
Selaput jala (retina)
Bagian depan daripada selaput bola mata disebut selaput bening (kornea). Selaput putih dibelakang
selaput bening ditutupi diatasnya oleh selaput mata (konjungtiva). Selaput
mata yang menutupi bola mata dibelakang selaput bening disebut konjungtiva
bulber. Daerah peralihan dari kornea ke sklera disebut limbus.
Apabila mata dilihat dari depan, maka dibelakang kornea terdapat selaput
pelangi (iris). Ditengah-tengah iris terdapat lubang yang disebut manik
mata (pupil). Dibelakang pupil terdapat lensa mata (lentis).
Ruangan antara kornea dan iris disebut bilik mata depan (camera Okuli
anterior). Kornea, camera okuli anterior, iris, pupil dan lensa mata
merupakan bagian depan dari bola mata dan disebut segmen anterior. Ruangan
antara iris dan lensa mata disebut bilik mata belakang (camera oculi posterior).
Camera oculi anterior dan posterior berisi cairan bening yang disebut aquos
humor.
Cairan mata ini dibentuk oleh badan pelangi (corpus siliar). Corpus
siliar adalah penghubung antara iris dengan koroid.
Ruangan bola mata antara lensa dan retina berisi cairan kental yang
disebut cairan inti mata (badan kaca). Hampir ditengah-tengah retina
yaitu didekat saraf optik terdapat bintik kuning (makula lutea). Bagian
belakang dari bola mata yaitu badan kaca, retina, makula lutea dan saraf optik
disebut segmen posterior.
2.
Alat penunjang (adnexa).
Adnexa terdiri atas :
a.
Kelopak Mata
Kelopak mata terdiri atas :
-
Kelopak mata atas (palpebra superior)
-
Kelopak mata bawah (palpebra inferior)
Ditepi kelopak mata terdapat bulu mata.
b.
Kelenjar air mata (kelenjar lakrimal)
Kelenjar lakrimal mempunyai saluran kecil yang kemudian bergabung menuju
ke suatu lubang didekat pangkal hidung, disebut punctum lakrimalis. Punctum
lakrimal ada dua satu diatas dan satu dibawah. Dari kedua punctum ini keluar
saluran air mata yang bermuara di dalam hidung.
c.
Otot penggerak bola mata.
Boal mata berada ditempatnya karena dipegang otot penggerak mata. Ada 6 otot penggerak
mata, yaitu :
-
4 otot rektus (rektus superior, rektus inferior, rektus
medial, dan rektus lateral)
-
2 otot obliqus (obliqus superior dan inferior).
3.
Rongga orbita (cavum orbitae)
Rongga orbita berbentuk piramid dengan puncaknya dibelakang, basisnya
didepan dan dinding disamping. Dinding rongga orbita terdiri atas tulang
orbita. Diantara bola mata dan dinding
orbita di dalam rongga orbita terdapat jaringan lemak dan jaringan ikat yang
melindungi bola mata dari bahaya benturan yang datangnya dari luar.
A. DEFINISI TRAUMA MATA
Trauma mata merupakan ruda paksa yang mengenai mata yang dapat disebabkan
oleh benada tajam, tumpul, thermis,
kimia, listrik, tekanan ataupun radiasi yang menyebabkan berbagai macam
gangguan pada mata.
B. PEMBAGIAN
Menurut sebabnya, trauma pada mata dibagi atas :
1. Trauma
tumpul atau kontusio yang dapat disebabkan oleh benda tumpul, benturan dan
ledakan dimana terjadi pemadatan udara.
2. Trauma
tajam, yang mungkin perforatif atau non perforatif, disertai dengan adanya
corpus aleneum atau tidak, corpus aleneum dapat intra okuler atau ekstra
okuler.
3. Trauma
Thermis oleh jilatan api atau kontak dengan benda membara.
4. Trauma
kimia oleh zat yang bersifat asam atau basa.
5. Trauma
listrik oleh listrik bertegangan rendah, sedang atau tinggi.
6. Trauma
Barometrik misalnya pada pesawat terbang atau penyelam.
7. Trauma
radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom
C. TRAUMA TUMPUL
Trauma tumpul merupakan trauma yang paling serung terjadi, kerusakan yang
yang ditimbulkannya sangat bervariasi dari ringan sampai yang berat.
1.
Anamnese :
Ditanyakan :
a.
Proses terjadinya trauma.
b.
Bagaimana dan bahan benda yang mengenai mata.
c.
Arah benda mengenai (depan, samping atas, samping bawah
atau arah lain)
d.
Kecepatan waktu mengenai mata.
e.
Besar benda yang menegnai mata.
2.
Pemeriksaan subyektif
Dilakukan pemeriksaan visus.
3.
Pemeriksaan obyaktif
Sudah dapat diketahui dengan daanya kelainan disekitar mata seperti
perdarahan yang keluar, pembengkakan didahi, dipipi, hidung dll. Pada
pemeriksaan yang penting perlu diperiksa bagaimana gerakan bola mata, tekanan
bola mata, pemeriksaan keadaan kelopak mata, kornea, bilik mata depan, pupil,
lensa dan fundus.
4.
Kelainan yang dapat ditemukan
a.
Kelainan Orbita
-
Jarang ditemukan
-
Gejala :
-
Yang nampak terlihat karena adanya perdarahan di dalam
rongga orbita yang menyebabkan eksoftalmus dan gangguan gerakan bola mata.
-
Hematom kelopak mata
-
Perdarahan sub konjungtiva.
-
Bila terjadi fraktur yang apabila terletak di bagian
dalam menyebabkan emfisem atau terjadi enoftalmus bahkan sampai terjadi
kerusakan foramen optik dan mengenai saraf optik sehingga mengakibatkan
kebutaan
-
Pemeriksaan Radiologi : untuk memastikan adanya
keretakan tulang orbita.
b.
Kelaianan kelopak mata
-
Banyak terjadi.
-
Gejala :
-
Hematom
-
Odema
-
Pemeriksan mengenai luas dan dalamnya lesi.
c.
Kelainan konjungtiva
-
Sering dijumpai.
-
Gejala :
-
Edama yang tidak mengganggu penglihatan.
-
Jika terjadi perdarahan subkonjungtiva, maka
konjungtiva kan
tampak merah, kemerahan ini berbatas tegas, yang pada penekanan tidak menghilang atau menipis yang
lama kelamaan akan berubah menjadi biru, menipis dan umumnya diserap dalam
waktu 2 – 3 minggu.
-
Tindakan : dilakukan penjahitan untuk mempercepat
penyembuhannya.
d.
Kelaianan kornea.
-
Dapat terjadi pengeruhan pada kornea, dan bila luka
tersebut terletak ditengah, lebih-lebih bila luka itu luas, akibatnya terjadi
pengurangan tajam penglihatan.
-
Dapat terjadi abrasi kornea. Bila tidak merusak membran
bowman atau stromanya, akan cepat sembuh tanpa menimbulkan gangguan
penglihatan.
e.
Kelaianan bilik mata depan
-
Dapat terjadi hifema
Tindakan : pasien harus dirawat dengan bedrest untuk menghindari
terjadinya perdaraan sekunder.
-
Hemasiderosis konea
Terjadi bila hifema tidak mengalami penyerapan spontan dan tekanan bola
mata tetap tinggi.
Tindakan : Tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah (parasintesis).
f.
Kelaianan pupil dan iris
-
Bila ringan maka pupil akan menyempit karena kontraksi
m.sfingter pupil.
-
Bila berat maka pupil akan melebar dan reaksi terhadap
cahaya akan menjadi lambat atau hilang.
-
Iridodialisis adalah keadaan dimana iris terlepas dari
pangkalnya, sehingga bentuk pupil tidak bulat, dan pada pangkal iris terdapat
lubang baru
-
Biasanya jarang menggangu tajam penglihatan.
g.
Kelaianan lensa mata
-
Dapat terjadi subluksasi lensa mata atau luksasi lensa
mata, maka zonula zinn dan badan kaca mata menonjol kedalam bilik mata depan
sebagai hernia badan kaca.
-
Pada umumnya lensa mata yang mengalami dislokasi itu
beberapa tahun kemudian akan mengalami katarak.
-
Penurunan tajam penglihatan bahkan sampai terjadi
kebutaan.
-
Tindakan : pembedahan.
h.
Kelaianan fundus mata
-
Dapat mengalami kelainan pada retina, koroid dan saraf
optik, perubahan yang terjadi dapat berupa edema retina, ablasi retina, atrofi
saraf optik.
-
Kelainan di fundus mata/dibelakang bola mata : tajam
penglihatan menurun tetapi media mata jernih.
-
Edema retina yang letaknya diderah makula (comotio
retina / baerlin’s udema) : dapat sembuh dalam waktu cepat sehingga tajam
penglihatan dapat pulih kembali, pemeriksaaan dengan oftalmoskop menunjukian
retina berwarna abu-abu, terutama didaerah makula, kadang-kadang ditemukan juga
adanya perdarahan..
-
Ablasi retina : pada pemeriksaan dengan aftalmoskop
menunjukan adanya retina yang abu-abu dan pembuluh darah yang tampak terangkat
berkelok-kelok. Kadang pembuluh darah tersebut memberikan kesan terputus.
-
Atrofi saraf optik : tajam penglihatna sangat menurun
sampai buta, kelainan yang menyebabkan atrofi biasanya terjadi di dilakang bola
mata seperti adanya perdarahan
retrobuller, fraktur dinding orbita atau fraktur baseos cranii.
-
Penangan kasus ini memerlukan dokter ahli.
i.
Perubahan tekanan boal mata
-
Jika tekanan bola mata rendah, yang pada perabaan
dengan jari terasa lunak sekali, maka nini menadakan adanya kerukan dinding
bola mata, yaitu terjadi ruptur bola mata. Biasanya letak ruptur itu ditempat
yang lemah, dibagian sklera yang agak menipis seperti didaerah badan siliar
atau dikutub posterior bola mata. Gejala : tajam penglihatan sangat menurun.
-
Jika tekanan bola mata naik, terjadi Glaukoma sekunder yang dapat timbul
segera beberapa menit kemudian. Glaukoma sekunder ini terjadi karena banyak
darah dalam bola mata atau hifema, dimana sel-sel darah itu menyumbat jaringanm
trabekel dan saluran keluarnya. Gejala : tajam penglihatan menurun
j.
Kelaianan gerakan mata
Kemungkinan terjadi gangguan gerakan kelopak mata berarti kelopak mata
itu tidak dapat menutup dengan sempurna (legoptalmus) yang disebabkan
kelumpuhan N VII atau tidak dapat membuka
dengan sempurna (ptosis) yang disebabkan adanya edema atau hematum kelopak
superior.
D. TRAUMA TAJAM (TEMBUS MATA)
Pembagian :
1.
Trauma perforans pada kelopak mata.
a.
Trauma tembus pada kelopak mata ini dapat menembus
sebagian tebalnya kelopak mata atau seluruh tebalnya kelopak.
b. Jika
mengenai Lepator Aponerosis : menyebabkan ptosis permanen.
c.
Reparasi dilakukan jahitan lapis demi lapis
2.
Trauma perforans pada saluran lakrimal.
a.
Luka yang mengenai kontus medial akan menyebabkan
kerusakan pada sistem pengaliran air mata dari punctum lakrimal ke rongga
hidung.
b. Luka
robekan pada saluran lakrimal dapat diketahui dengan cara memasukkan sonde
melalui punctum lakrimal mengikuti saluran air mata ke hidung, ujung sonde akan
keluar melalui robekan yang ada.
c.
Penangan dengan melakukan penjahitan ayng sebaiknya
dilakukan dengan bantuan loupe.
3.
Trauma perforans pada konjungtiva.
a.
Dapat menyebabkan robekan pada konjungtiva dan ruptura
pembuluh-pembuluh darah kecil, juga dapat menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva.
b. Tanda
: terlihat robekan dengan tepi yang tegas batasnya pada konjungtiva.
c.
Penanganan :
-
Bila luka < 5 mm, jahitan konjungtiva tidak perlu
dilakukan.
-
Bila luka robekan > 5 mm, maka konjungtiva perlu
dijahit, kemudian diberikan salep mata dan bebat mata.
-
Jahitan pada konjungtiva dilepaskan pada hari ke lima .
4.
Trauma perforans pada sklera
a.
Luka kecil pada sklera sulit dilihat karena tertutup
oleh kemosis konjungtiva atau adanya perdarahan.
b. Pada
luka yang agak besar, akan terlihat jaringan uvea yaitu iris, badan siliar dan
koroid yang berwarna gelap, disertai oleh bilik mata depan anterior yang
dangkal.
c.
Bila luka perforasi pada sklera letaknya dibelakang
siliar, biasanya bilik mata depan malah bertambah dalam dan iris terdorong
kebelakanag, koroid dan badan kaca prolaps melalui luka tembus.
5.
Trauma perforans pada kornea, iris, badan siliar, lensa
dan badan kaca.
-
Laserasi pada kornea yang disertai penetrasi kornea
tidak sampai masuk kedalam bilik mata depan maka cukup diberikan salep
antibiotik untuk mencegah infeksi eksogen, disertai bebat mata untuk beberapa
hari.
-
Perforasi pada kornea yang kecil biasanya berbentuk
titik, umumnya menutup sendiri disusul dengan penyembuhan spontan, pengobatan
sama dengan diatas.
-
Perforasi pada kornea yang disertai oleh prolaps
jaringan iris melalui luka kornea bergejala sebagai berikut :
a. Terlihat adanya luka pada kornea.
b. Tekanan
bola mata menurun. Bilik mata depan dangkal atau menghilang.
c.
Inkarserasi iris melalui luka perforasi.
d. Perubahan
berbentuk lonjong ysng memanjang kearah luka kornea.
e.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat diikuti dengan :
udema kelopak mata, kemosis konjungtiva, hiperemia siliarlakrimasi dan
fotofobi, nyeri yang hebat, dan penglihatan menurun.
-
Penanganan :
-
Eksisi jaringan iris yang prolaps dan kornea, hal ini
tergantung dari besarnya luka perforasi, banyaknya jaringan iris yang keluar
dan sampai berapa jauh kontaminasi kuman terjadi.
-
Reposisi iris, biasanya dilakukan bila dalam 12-48 jam
terlihat bahwa luka itu bersih dan iritasinya minimal.
-
Enukleasi bukan merupakan indikasi yang utama bila
visus masih ada, tapi bial pada awalnya sudah disertai dengan hilangnya
penglihatan serta hilangnya proyeksi cahaya, maka enukleasi dianjurkan sebagai
indikasi pertama.
-
Trauma tembus kornea juga bisa disertai dengan trauma
pada lensa (dengan atau tanpa prolaps korteks lensa ke bilik mata depan.
Penanganan :
-
Jika penetrasi lensa kecil (hanya menyebabkan katarak
yang terisolir pada suatu daerah yang tertentu pada lensa, tanpa menggangu
penglihatan maka pembedahan tidak diperlukan.
-
Jika kekeruhan itu luas dan menyebabkan gangguan pada
penglihatan, maka dilakukan pembedahan.
-
Prinsip pengobatan semua trauma pada kornea :
1. Irigasi
semua benda asing yang kotor dan yang mungkin telah terkontaminasi kuman,
dengan mengguanakan air garam fisiologik.
2. Membebaskan
jaringan-jaringan yang inkarserasi dari luka, dan reposisi jaringan intraokuler
keposisi anatomis yang abnormal.
3. Instilasi
atropis kortikosteroid.
4. Mencegah
infeksi eksogen dengan memberikan antibiotik sitemik atau subkonjungtival.
6.
Trauma perforans pada koroid dan retina.
-
Bila terjadi dibelakang limbus yang tidak mengenai
badan kaca umumnya tidak berbahaya. Penanganan dilakukan reparasi luka sklera
yang teliti untuk mencegah pertumbuhan jaringan episklera kedalam badan kaca.
-
Bila mengenai badan kaca akan terjadi ablasi retina.
Penanganan dilakukan oleh ahli mata dengan pembedahan.
7.
Trauma perforans pada orbita.
a.
Gejala :
-
Perubahan posisi bola mata.
-
Proptosis yang disebabkan oleh karena perdarahan
intraorbital
-
Pembatasan gerak bola mata.
-
Protrusi lemak orbital kedalam luka perforasi.
-
Kebutaan : bila mengenai saraf optik.
b. Gejala
khusus :
-
Bila mengenai saraf optik : atrofi saraf optik dengan
gejala-gejala defek lapang pandangan sampai kebutaan
-
Bila mengenai otot-otot luar mata : hialngnya sebagian
pergerakan bola mata.
-
Diplopia.
c.
Pengobatan :
-
Luka dieksplorasi dan dibersihkan dengan air garam
fisiologis.
-
Pemberian bubuk antibiotik.
-
Jahit lapis demi lapis.
-
Drain jika luka agal besar dan dikeluarkan setelah 24
jam.
-
Pencegahan dengan ATS dan antibiotik sistemik.
-
Otot-otot luar mata yang putus dijahit.
E. TRAUMA THERMIS
1.
Flame Burn.
-
Luka bakar yang terjadi akibat jilatan api.
-
Pada mata didapati hangusnya kulit palpebra, supersilia
dan silia.
-
Pada kornea kadang-kadang dijumpai bercak nekrosis.
-
Pada luka bakar Tk I, konjungtiva bulbi biasanya
kemosis.
-
Pada luka bakar tk II dan III, terjadi nekrosis kornea
dan konjungtiva bulbi.
-
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan luka bakar pada umumnya, yaitu mengatasi syok dengan
memberikan cairan perinfus sesuai dengan luas kulit yang terbakar.
-
Perawatan luka :
Pada mata berikan salep antibiotika dan tetes sulfas atropin 1 %. Mata
ditutup dengan perban, penderita harus dirawat.
2.
Contact Burne
-
Luka bakar yang terjadi karena kontak dengan benda yang
membara, kayu bakar atau rokok.
-
Terjadi nekrosis kornea dan adanya koepus aleneum.
-
Penatalaksanaan :
Berikan lokal antibiotik pada mata dan tetes mata sulfas atrofin 1%.
Penderita dirawat.
-
Komplikasi yang mungkin timbul adalah ulkus kornea
akibat adanya kerusakan epitel yang disertai infeksi bakterial.
F. TRAUMA KHEMIS
-
Trauma bahan-bahan yang bersifat asam menimbulkan
nekrosis koagulasi yang berbatas tegas, setempat dan tidak menjalar.
-
Trauma oleh bahan-bahan yang bersifat basa menyebabkan
nekrosis koalesens, dimana terjadi penyabunan sel-sel yang menjalar dan terus
menerus serta sulit dihentikan, terjadi dehidrasi sel-sel.
-
Komplikasi yang mungkin timbul :
-
Perforasi kornea.
-
Radang purulenta intra okuler.
-
Simblefaron dan pseudopterigium.
-
Penatalaksanaan Trauma Asam :
-
Irigasi. Bilas segera dengan air leding atau air sumur.
Yang baik ialah membilas dengan aquades atau larutan NaCl 0,9 % selama 15
menit.
-
Netralisasi dengan larutan bikarbonas natrikus 2 %
steril. Mula-mula diberikan 1 tetes tiap 3 menit selama ½ jam kemudian 1 tetes
tiap 5 menit selama ½ jam, 1 tetes tiap 10 menit selama ½ jam, kemudian 1 tetes
tiap 15 menit selama ½ jam, kemudian 1 tetes tiap 30 menit.
-
Penatalaksanaan Trauma Basa :
-
Irigasi segera dengan air ledeng atau air sumur. Yang
baik dengan mengguanakan aquades atau larutan NaCl 0,9 % slama 15 menit.
-
Netralisasi dan berikan obat yang menghambat enzim
kolagenase (enzim ini menjadi hiperaktif pada trauma karena zat basa) misalnya
:
-
EDTA, berikan 1 tetes tiap 5 menit selam 2 jam, bila
perlu boleh diteruskan sampai beberapa hari.
-
Sistein, 1 tetes tiap ½ jam, kedua obat ibi adalah zat
anti koagulase.
-
Asam cuka 2 % atau asam tannat 2 %. Diberikan dengan
cara yang sama dengan pemberian larutan bikarbonas natrikus pada trauma oleh
zat asam.
-
Berikan tetes mata sulfas atrofin 1 % dan salep
antibiotika, anastetikum tetes.
-
Penderita dirawat.
G. TRAUMA LISTRIK
-
Disebabkan oleh listrik dengan tegangan rendah sampai
tinggi.
-
Tegangan rendah hanya menimbulkan spasme otot.
-
Tegangan tinggi dapat menimbulkan gangguan pada otot
saraf, pembuluh darah, otak dan jantung.
H. TRAUMA RADIASI
-
Disebabkan oleh gelombang pendek, misalnya sinar
ul;traviolet, sinar gamma dan sinar kosmik.
-
Sel ini dapat menyebabkan pecahnya inti sel pada
retina, menimbulkan degenerasi kebutaan.
-
Kebutaan yang disebabkan oleh sinar ultra violet
disebut fotoftalmia.
-
Pencegahan dengan memakai kaca mata pelindung.
-
Sinar infra red bersifat thermis sehingga dapat
membakar retina.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
§
Riwayat kesehatan untuk menentukan masalah
primer pasien seperti : kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada
mata, mata basah,pandangan ganda, bercak di belakang mata, atau hilangnya
daerah penglihatan soliter (miopia, hipermetropia)
§
Menentukan apakah masalahnya mengenai satu atau
dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini.
§
Status okuler umum pasien : apakah ia mengenakan
kaca mata atau ? Dimana mereka terakhir di kaji ?Apakah pasien sedang mendapat
asuhan teratur seorang ahli oftalmologi? Kapan pemeriksaan mata terakhir ?
Apakah tekanan mata diukur ?Apakah pasien mengalami kesulitan melihat(fokus)
pada jarak dekat atau jauh Apakah ada keluhandalam membaca atau menonton
televisi? Bagaiman masalah membedakan warna, atau masalah dengan penglihatan
perifer atau lateral ?
Apakah pasien
pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata ? Bila ya,kapan? Masalah mata
apa yang terdapat dalam keluarga pasien?
§
Riwayat mata :
2 Masa
kanak-kanak – strabismus, ambliopia, cedera?
2 Dewasa
– glaukoma, katarak,cedera atau trauma mata, kesalahan refraksi yang dikoreksi
atau tidak dikoreksi, dan bagaimana bentuk koreksinya?Adakah pembedahan mata
sebelumnya ?Adakah diabetes, hipertensi, gangguan tiroid, gangguan menular
seksual, alergi, penyakit kardiovaskuler dan kolagen, kondisi neurogenik?
2 Penyakit
keluarga- Adakah riwayat kelainan mata pada famili derajat pertama atau
kakek-nenek?
Pemahaman pasien
mengenai perawatan dan penatalaksanaan mata harus di gali untuk
mengidentifikasi kesalahan informasi yang dapat dikoreksi sejak awal.
·
Pengkajian Fokus
1. Aktivitas
dan istirahat
Perubahan dalam pola
aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/ kemampuan
penglihatan.
2.
Makan dan minum
Mungkin
juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.
3.
Neurosensori
Adanya
distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan
adaptasi (dari terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan
kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan.
Peningkatan
pengeluaran air mata.
4.
Nyeri dan kenyamanan
Rasa
tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba
dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.
5.
Keamanan
Penyakit
mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
6.
Pemeriksaan penunjang
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan
dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan
kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
Luas lapang pandang: mengalami penurunan
akibat dari tumor/ massa ,
trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan
pembuluh darah akibat trauma.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography:
mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop:
mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pada
data pengkajian, pengkajian pasien dapat meliputi :
1. Nyeri
yang berhubungan dengan cidera, inflamasi,, peningkatan TIO, atau intervensi
bedah.
2. Ketakutan
dan ansietas yang berhubungan dengan gangguan penglihatan atau kehingan
otonomi.
3. Perubahan
sensori persepsi (visual) yang berhubungan dengan trauma okuler, inflamasi,
infeksi, tumor, penyakit struktural .
4. Kurang
pengetahuan mengenai perawatan praoperasi dan pascaoperasi.
5. Kurang
perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
6. Isolasi
sosial yang berhubungan dengan keterbatasan kemampuan untu berpartisipasi dalam
aktifitas pengalih, dan aktivitas sosial sekunder akibat kerusakan penglihatan.
Masalah kolaboratif/ Komplikasi
Potensial
Berdasar data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi pada
gangguan oftalmik traumatik bedah atau trauma meliputi :
o Infeksi
struktur okuler
o Ablasio
retina
o Hipertensi
intraokular/glaukoma sekunder
o Pembentukan
katarak sekunder
o Perforasi
bola mata
PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
SASARAN.
Meliputi :
peredaan nyeri, mengontrol ansietas, pencegahan deteorisasi visual, yang lebih
berat, pemenuhan aktifitas perawatan diri, termasuk pemberian obat, pencegahan
isolasi sosial.
INTERVENSI
1.
Meredakan nyeri.
-
Memakai balutan mata, hal ini dapat membantu membatasi
gerakan mata sehingga mengurangi nyeri yang diakibatkannya.
-
Mata yang tertutup tadi diistirahatkan.
-
Penggunaan analgetik dan antibiotik untuk mengontrol
nyeri
-
Mengurangi gangguan emosi dan stress fisik, hal ini
dapat memberikan relaksasi sehingga akan membantu mengurangi nyeri.
2.
Mengurangi ketakutan dan ansietas.
-
Menerangkan kepada pasien tentang rencana penanganan
sehingga pasien akan merasakan perasaan kontrol dan otonomi yang dapat membantu
mengurangi ketakutan dan ansietas.
3.
Mengurangi deprivasi sensorik.
- Memberikan
reorientasi kepada pasien secara berkala terhadap realitas dan lingkungan serta
memberikan jaminan, penjelasan dan pemahaman.
4.
Mengajarkan pasien tentang prosedur operasi.
- Memberikan informasi yang berhubungan dengan
perioperatif, intraoperatif dan pasca operatif.
5.
Meningkatkan aktifitas perawatan diri.
- Dorong
pasien untuk melaksanakan perawatan dini, sebanyak mungkin untuk meningkatkan
rasa kemampuan diri.
- Bantu
pasien bila memerlukan.
6.
Mendorong sosialisasi dan keterampilan koping.
-
Memberikan pasien kesempatan untuk mngekspresikan
perasaan
-
Membantu pasien
belajar melakukan koping dan menyesuaikan diri terhadap situasi.
-
Dorong pasien untuk menerima pengunjung dan
bersosialisasi.
7.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
- Menilai kebutuhan pendidikan
yang sangat individual dan merancang sesuai dengan beratnya defisit sensori
tertentu, usia dan tingkat pendidikan.
8.
Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi potensial.
-
Untuk komplikasi infeksi :
§
Observasi mengenai tajam penglihatan, cairan
yang keluar, nyeri dan inflamasi.
§
Pemberian antibiotik topikal/sistemik bila
perlu.
§
Higiene dan perawatan mata yang cermat.
§
Hindarkan terkontaminasi obat tetes optalmik
atau larutan lain dengan menghindari jangan sampai menyentuh alat penetes dengan
mata dan menggunakan dosis minimal individual.
-
Untuk komplikasi Ablasia retina
§
Observasi adanya tanda-anda ablasia retina
seperti adanya benda mengapung
(floaters) dan berkurangnya lapang penglihatan..
§
Menekankan perlunya menjaga posisi yang benar
untuk memfasilitasi perlekatan retina.
-
Untuk komplikasi hipertensi intra okuler
§
Memantau TIO sebelum dan sesudah prosedur
pembedahan.
§
Deteksi perubahan dalam hal kedalaman kamera
anterior, nyeri mata, pandangan kabur, infeksi konjungtiva dan perubahan pupil.
-
Untuk komplikasi katarak sekunder
§
Pantau adanya penurunan ketajaman penglihatan.
§
Persiapkan untuk kapsulotomy laser bila ada
indikasi.
-
Untuk komplikasi perforasi bola mata.
§
Pantau adanya tanda-tanda yang menunjukkan
hilangnya integritas kamera anterior, seperti : hipotoni, kamera anterior
dangkal, penurunan penglihatan dan prolap iris.
EVALUASI
1.
Mengalami peredaan nyeri.
a.
Menggunakan obat yang diresepkan untuk mengatasi
iritasi, untuk mengistirahatkan mata, dan menangani atau mencegah infeksi.
b.
Melakukan kompres dingain atau hangat sesuai anjuran.
c.
Mengurangi aktivitas mata dengan mengenakan balutan
mata yang memadai dan mengistirahatkan mata.
d.
Melindungi mata dari cedera lebih lanjut dengan
mengenakan
2.
Tampak tenang dan bebas dari ansietas.
3.
Menghadapi keterbatasan dalam persepsi sensori.
a.
Nampak beroientasi terhadap waktu, tempat, dan
lingkungan sekitar.
b.
Berespon terhadap orang lain sewajarnya.
4.
Menerima program
penanganan dan menjalankan anjuran secara aman dan tepat.
a.
Mencuci tangan sebelum meneteskan mata dan menggunakan
obat.
b.
Melaporkan setiap tanda yang tak diharapkan, seperti
keluar air mata berlebihan dan nyeri.
c.
Mengurangi aktifitas mata dengan mengguanakan balutan
mata bila diresepkan.
5.
Mempraktekkan
aktivitas perawatan diri secara efektif
a.
Memperlihatkan bagaimana melakukan penanganan oftalmik
seperti pemberian tetes mata/obat, higiene mata.
b.
Membersihkan lensa secara efektif sesuai dengan yang
diajarkan.
c.
Menyusun upaya keamanan untuk mencegah jatuh, seperti
perbaikan atau penggantian karpet yang sudah kendor dan membersihkan barang
yang berserakan.
d.
Menerangkan pencahayaan yang memadai untuk mebaca dan
menegrjakan kerajinan tangan.
6.
Berpartisipasi dalam aktivitas diversional dan sosial
7.
Mengucapkan
pemahaman program terapi, perawatan tindak lanjut, dan kunjunagn ke
dokter.
Contoh Diagnosa dan Intervensi keperawatan
pada pasien dengan trauma mata yang sering muncul :
1.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif (tindakan pembedahan)
Tujuan:
Tidak
terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan cepat dan baik, tidak ada
nanah, tidak ada eritema, tidak panas.
Rencana:
a.
Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci
tangan ysng bersih sebelum menyentuh mata.
b.
Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang
cara perawatan dengan kapas yang steril serta dari arah yang dalam memutar
kemudian keluar.
c.
Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/
menggosok mata.
d.
Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi
(merah, darinase yang purulen).
e.
Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai
indikasi.
2.
Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan
dengan adanya trauma, penggunaan alat bantu terapi.
Tujuan:
Dengan
penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/ injuri.
Rencana:
a.
Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.
b.
Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.
c.
Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah
terjadinya pandangan yang kabur, iritasi mata).
d.
Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang
bervariasi (mendengarkan radio, berbincang-bincang).
e.
Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
f.
Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara
mandiri.
3.
Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan
keterbatasab informasi.
Tujuan:
Pasien
dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.
Rencana:
a.
Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana
perawatan dan prosedur tindakan yang akan di lakukan.
b.
Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets
mata secara senbarangan.
c.
Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu,
“mengedan”, “buang ingus”, bersin atau
merokok.
d.
Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan
punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
e.
Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan
sesuai dengan anjuran petugas.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Jakarta
: EGC.
Junadi, Purnawan,
(1982), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia .
Oka.P.N, (1993), Ilmu Perawatan Mata, Surabaya : Airlangga University Press.
Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik
Proses-Proses Penyakit, Jakarta :
EGC.
Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia .
No comments:
Post a Comment