Konsep Lansia
Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ,lanjut usia
dikelompokkan menjadi:
a.
Usia pertengahan (middle
age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b.
Lanjut usia (elderly)
: antara 60 dan 74 tahun.
c.
Lanjut usia tua (old)
: antara 75 dan 90 tahun
d.
Usia sangat tua (very
old) : diatas 90 tahun
Permasalahan
Pada Lanjut Usia
Berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia antara lain (Setiabudhi,1999: 40 - 42):
1.
Permasalahan Umum :
-
Makin besarnya jumlah lansia yang berada di bawah
garis kemiskinan.
-
Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota
keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
-
Lahirnya kelompok masyarakat industri.
-
Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional
pelayanan lanjut usia.
-
Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2.
Permasalahan khusus :
-
Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya
masalah baik fisik, mental maupun sosial.
-
Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
-
Rendahnya produktivitas kerja lansia.
-
Banyaknya lansia yang miskin, telantar dan cacat.
-
Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada
tatanan masyarakat individualistik.
-
Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang
dapat mengganggu kesehatan fisik lansia.
Teori Proses Menua
Teori-Teori
Biologi
1.
Teori
Genetik dan Mutasi (Somatic
Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin.
(terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
2.
"Pemakaian
dan Rusak" kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
(terpakai).
3.
Reaksi dari
kekebalan sendiri (Auto Immune
Theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi
suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4.
Teori "Immunologi
Slow Virus" (Immunology Slow
Virus Theory)
Sistem immun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5.
Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6.
Teori
Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak
dapat regenerasi.
7.
Teori
Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
8.
Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
Teori
Kejiwaan Sosial
1.
Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
a.
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah
kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial.
b.
Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
c.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan
individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lnjut usia.
2.
Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku
tidak berubah pada lanjut usia. Teori
ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut
usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality
yang dimilikinya.
3.
Teori Pembebasan (Disengagement
Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut
usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi
kehilangan ganda (Triple Loos), yakni
:
a.
Kehilangan peran (Loos
of Role)
b.
Hambatan kontak sosial (Restraction of Contact and Relation Ships)
c.
Berkurangnya komitmen (Reduced commitment to Social Mores and Values)
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah (Nugroho,
2000:19):
s Hereditas =
ketuaan genetik
s Nutrisi =
makanan
s Status
kesehatan
s Pengalaman
hidup
s Lingkungan
s Stres
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
1.
Perubahan-perubahan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem
organ tubuh diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardio
vaskuler, sistem pengaturan temperatur tubuh, sistem respirasi, muskuloskletal,
gastrointestinal, genitourinaria, endokrin dan integumen
Perubahan-perubahan
mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental
¨
Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
¨
Kesehatan umum
¨
Tingkat pendidikan
¨
Keturunan (Hereditas)
¨
Lingkungan
¨
Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan
ketulian
¨
Gangguan gizi akibat kehilakngan jabatan
¨
Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan
dengan teman-teman dan family
¨
Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan
terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.
Perkembangan
Spiritual
¨
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya (Maslow, 1970).
¨
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal
ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan
Zentner, 1970).
Penyakit yang sering dijumpai pada lansia
Menurut
"The national Old People's Welfare
Council"
Di Inggris mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum
pada lanjut usia ada 12 macam, yakni
(Nugroho, 2000: 42):
1.
Depresi mental
2.
Gangguan pendengaran
3.
Bronkitis kronis
4.
Gangguan pada tungkai / sikap berjalan
5.
Gangguan pada koksa / sendi panggul
6.
Anemia
7.
Demensia
Konsep Depresi
Definisi
Depresi adalah suatu kelainan alam
perasaan berupa hilangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang
biasa dan pada waktu yang lampau (Townsend,1998:179). Rentang respon emosi
individu dapat berfluktuasi dalam rentang respon emosi dari adaptif sampai
maladaptif. Respon depresi merupakan emosi yang mal adaptif (Keliat,1996:2).
Jenis-Jenis
Depresi
Penggolongan depresi dapat dibedakan
(Wilkinson,1995:18 - 26):
1.
Menurut gejalanya
-
Depresi neurotik
Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa
yang menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat daripada biasanya. Penderitanya
seringkali dipenuhi trauma emosional yang mendahului penyakit misalnya
kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, milik berharga, atau seorang
kekasih. Orang yang menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas dan
sekaligus merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau ketakutan yang
abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi atau
halusinasi.
-
Depresi psikotik
Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit
depresi yang berkaitan dengan delusi dan halusinasi atau keduanya.
-
Psikosis depresi manik
Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh kembali
disertai gangguan suasana hati yang berat. Orang yang mengalami gangguan ini
menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini dapat
diganti dengan perasaan gembira, gairah, dan aktivitas secara berlebihan
gambaran ini disebut 'mania'.
-
Pemisahan diantara keduanya
2.
Menurut Penyebabnya
-
Depresi reaktif
Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres
luar seperti kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan.
-
Depresi endogenus
Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi
oleh faktor lain.
-
Depresi primer dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang
disebabkan penyakit fisik atau psiatrik atau kecanduan obat atau alkohol
(depresi 'sekunder') dengan depresi yang tidak mempunyai penyebab-penyebab ini
(depresi 'primer'). Penggolongan ini lebih banyak digunakan untuk penelitian
tujuan perawatan.
3.
Menurut arah penyakit
-
Depresi tersembunyi
Diagnosa depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang
dibuat bilamana depresi dianggap
mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak dapat diterangkan, misalnya rasa
sakit yang lama tanpa sebab yang nyata atau hipokondria atau sebaliknya
perilaku yang tidak dapat diterangkan seperti wanita lanjut usia yang suka
mengutil.
-
Berduka
Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang
diperlukan terhadap suatu kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan
itu mampu menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa sakit akibat kesedihan
yang menimpa, menderita putusnya hubungan dengan orang yang dicintai dan
penyesuaian kembali.
-
Depresi pascalahir
Banyak wanita kadang-kadang mengalami periode gangguan
emosional dalam 10 hari pertama setelah melahirkan bayi ketika emosi mereka
masih labil dan mereka merasa sedih dan suka menangis. Seringkali hal itu
berlangsung selama satu atau dua hari kemudian berlalu.
-
Depresi dan manula
Usia tua merupakan saat meningkatnya kerentanan terhadap
depresi. Namun, kadang-kadang depresi pada manula ditutupi oleh penyakit fisik
dan cacat tubuh seperti penglihatan atau pendengaran yang terganggu. Oleh
karena itu, sangatlah penting untuk mengingat kemungkinan terjadinya penyakit
depresi pada orang tua.
Faktor
Predisposisi
Terdapat 2 teori untuk menjelaskan
faktor pendukung terjadinya depresii (Townsend,1998:181 - 183):
1.
Teori Biologis
a.
Genetik. Dari sejumlah penyelidikan yang
telah dilakukan ditemukan bahwa terdapat dukungan keterlibatan herediter dalam
penyakit depresi. Luasnya akibat pada pokoknya tampak menjadi lebih tinggi
diantara individu-individu yang memiliki hubungan keluarga dengan kelainan
tersebut daripada diantara populasi umum (DSM-III-R,
1987).
b. Biokimia.
Ketidakseimbangan elektrolit tampak memainkan peranan dalam penyakit depresif.
Suatu kesalahan hasil metabolisme dalam perubahan natrium dan kalium di dalam
neuron (Gibbons, 1960).
Teori biokimia yang lainnya menyangkut biogenik amin
norepinefrin, dopamin, dan serotinin. Tingkatan zat-zat kimia ini mengalami
defisiensi dalam individu dengan penyakit depresif (Janowsky et al, 1988).
2.
Teori Psikososial
a.
Psikoanalisa. Teori ini (Klein, 1934)
melibatkan suatu ketidakpuasan dalam hubungan awal ibu-bayi sebagai suatu
predisposisi untuk penyakit depresif. Kebutuhan bayi tidak terpenuhi, suatu
kondisi yang digambarkan sebagai suatu kehilangan. Respons berduka belum
terpecahkan, dan kemarahan dan permusuhan ditunjukkan kepada diri sendiri. Ego
tetap lemah, sementara superego meluas dan menjadi menghukum.
b.
Kognitif. Ahli teori-teori ini (Beck et al,
1979) yakin bahwa penyakit depresif terjadi sebagai suatu hasil dari kelainan
kognitif. Kelainan proses pikir membantu perkembangan evaluasi diri individu.
Persepsi merupakan ketidakadekuatan dan ketidakberhargaan. Pandangan untuk masa
depan merupakan suatu kepesimisan keputusasaan.
c.
Teori Pembelajaran. Teori ini
(seligman, 1973) mengemukakan bahwa penyakit depresif dipengaruhi oleh
keyakinan individu bahwa ada kurang kontrol atau situasi-situasi kehidupannya.
Ini dianggap bahwa keyakinan ini muncul dari pengalaman-pengalaman yang
mengakibatkan kegagalan (baik yang dirasakan atau yang nyata). Setelah sejumlah
kegagalan, individu merasa tidak berdaya untuk berhasil dalam usaha-usaha yang
keras, dan oleh karena itu berhenti mencoba. Pembelajaran ketidakberdayaan ini
digambarkan sebagai suatu predisposisi untuk penyakit depresif.
d.
Teori Kehilangan Objek. Teori ini
(Bowly, 1973) menyatakan bahwa penyakit depresif terjadi jika pribadi tersebut
terpisah dari atau ditolak orang terdekat selama 6 bulan pertama kehidupan.
Proses ikatan diputuskan, dan anak menarik diri dari orang lain dan lingkungan.
Faktor Pencetus
1.
Kehilangan
keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta,
seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Karena elemen aktual dan
simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi pasien merupakan hal yang
sangat penting.
2.
Peristiwa
besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi
dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan
kemampuan menyelesaikan masalah.
3.
Peran dan
ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan depresi,
terutama pada wanita.
4.
Perubahan
fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik,
seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan
gangguan alam perasaan.
Pengelolaan Depresi Pada Usia Lanjut (FKUI,2000:60
- 76)
1.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada usia lanjut :
a.
Obat-obatan
Beberapa jenis obat seperti digoksin, L-dopa, steroid,
penyekat beta dan anti hipertensi lainnya, pemberian benzodiazepin jangka
panjang, fenobarbiton, dan pemakaian neuroleptik jangka lama dapat
mengakibatkan depresi.
b.
Neurobiologik
Perubahan neuroendokrinologik seperti hormon, neurotransmiter
(serotonin, dopamin, dll) menyebabkan usia lanjut rentan terhadap depresi.
Depresi pada usia lanjut dapat diakibatkan oleh proses neurodegeneratif,
misalnya depresi sebagai gejala dari demensia.
c.
Psikososial
-
Kepribadian pasien sebelum sakit turut berperan dalam
manifestasi gejala depresi, misalnya orang yang pencemas semasa mudanya ketika
mengalami depresi di usia lanjut memperlihatkan gambaran depresi neurotik yang
menyolok.
-
Dukungan sosial yang buruk, kapasitas membina
keakraban yang lemah juga berperan dalam
terjadinya depresi.
-
Berbagai peristiwa kehidupan seperti kematian
pasangan, problem keuangan yang berat, pindah rumah, peringatan peristiwa
sedih, anak yang cacat menanjak dewasa, dan sebagainya lebih sering terjadi
pada pasien-pasien usia lanjut dengan depresi dibandingkan dengan usia lanjut
yang sehat.
2.
Gambaran Klinis Depresi Pada Usia Lanjut
Seorang usia lanjut yang mengalami
depresi kebanyakan menyangkal adanya mood
depresi. Yang terlihat adalah gejala hilangnya tenaga (loyo), hilangnya rasa
senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut Brodaty
(1991) gejala yang sering tampil adalah ansietas (kecemasan), preokupasi gejala
fisik, perlambatan motorik, kelelahan, mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri
dan insomnia.
Gambaran klinik depresi pada pasien
berusia lanjut (dibandingkan dengan pasien yang lebih muda), adalah mereka
lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya disamping mengeluh tentang gangguan
memori, dan umumnya cenderung meminimalkan atau menyangkal mood depresinya. Hal lain yang tidak menguntungkan adalah pasien
usia lanjut umumnya kurang mau mencari bantuan psikiater karena tak dapat
menerima penjelasan yang bersifat psikologis untuk gangguan depresi yang mereka
alami.
3.
Diagnosis Depresi
Gangguan depresi dibedakan dalam
depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta
dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Menurut ICD 10, pada gangguan
depresi ada 3 gejala utama yaitu :
·
Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung /
sedih),
·
Hilang minat atau gairah,
·
Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan
gejala lain seperti :
Ø Konsentrasi
menurun,
Ø Harga diri
menurun,
Ø Perasaan
bersalah,
Ø Pesimis
memandang masa depan,
Ø Ide bunuh
diri atau menyakiti diri sendiri,
Ø Pola tidur
berubah,
Ø Nafsu makan
menurun.
Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi
Depresi
|
Gejala
Utama
|
Gejala lain
|
Fungsi
|
Keterangan
|
Ringan
|
2
|
2
|
Baik
|
Distress +
|
Sedang
|
2
|
3 atau 4
|
Terganggu
|
Berlangsung minimal 2 minggu
|
Berat
|
3
|
4
|
Terganggu berat
|
Intensitas gejala sangat berat
|
Sumber:Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI,2000
4.
Pemeriksaan pasien Depresi
Salah satu langkah awal yang
penting dalam penatalaksanaan depresi adalah mendeteksi atau mengidentifikasi.
Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk penapisan
/ skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu instrumen yang dapat
membantu adalah Geriatric Depression
Scale (GDS) yang terdiri atas 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien
sendiri. GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja.
Bilamana ditemukan tanda-tanda yang
mengarah pada depresi, harus dilakukan lagi pemeriksaan yang lebih rinci
sebagai berikut :
1.
Riwayat klinik / anamnesis
a.
riwayat keluarga
b.
gangguan psikiatri yang lampau
c.
kepribadian
d.
riwayat sosial
e.
ide / percobaan bunuh diri
f.
gangguan-gangguan somatik
g.
perkembangan gejala-gejala depresi
2.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena
gejala-gejala depresi sering disertai dengan penyakit fisik.
3.
Pemeriksaan kognitif
Penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) pada usia
lanjut yang menunjukkan gejala depresi bermanfaat dalam tindak lanjut
penatalaksanaan pasien. Perbaikan pada MMSE setelah dilakukan terapi terhadap
depresi, menunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami masalah konsentrasi
dan memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.
4.
Pemeriksaan status mental
-
Penampilan dan perilaku
-
Mood / suasana
perasaan hati
-
Pembicaraan
-
Isi pikiran
-
Gejala ansietas
-
Gejala hipokondriakal
5.
Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan
metabolik sekunder akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya
asupan cairan, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut :
-
ureum dan elektrolit
-
darah lengkap dan hitung jenis
-
Vitamin B12 dan Folat
-
Tes fungsi Tiroid
-
Foto dada
-
Lain-lain : serum sifilis,Electro Cardio Graphy (
ECG),Electro Encephalo Graphy ( EEG), CT-scan
dst.
5.
Prognosis
Prognosis depresi pada usia lanjut
tidaklah berbeda dengan prognosis pada usia yang lebih muda. Umumnya pasien
akan sembuh dan tetap dapat berfungsi dengan baik jika depresi diobati dan
ditatalaksana dengan baik. Hasil terapi yang kurang baik tampaknya berhubungan
dengan episode awal yang parah dan adanya komorbiditas dengan penyakit kronik.
6.
Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut
1.
Terapi fisik
a.
Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya.
Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan
terhadap berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis
separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan
gejala.
b. Terapi
Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat
bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif
dan aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral
untuk mengurangi confusion/memory
problem. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk
mencegah kekambuhan.
2.
Terapi Psikologik
a.
Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika
dilakukan bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan
psikodinamik maupun kognitif behaviour
sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya
dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik
akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi
persoalannya serta lebih percaya diri.
b.
Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir
pasien yang selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna,
tak mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata
pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan
harus diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan,
tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku
dan pola pikir.
c.
Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit
depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses
penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi
dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang
depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan
memperbaiki sikap / struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan
pasien.
d.
Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi
progresif baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis
okupasional) atau melalui tape recorder.
Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai
teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
7.
Dukungan Keluarga dalam Kaitannya dengan Depresi Pada
Lansia
Keluarga memainkan suatu peranan
yang signifikan dalam kehidupan pada hampir semua orang lanjut usia (lansia).
Ketika keluarga tidak menjadi bagian kehidupan seseorang yang telah lansia,
umumnya menyebabkan orang tersebut tidak mempunyai tempat tinggal, atau ada
masalah-masalah yang telah berlangsung lama dan keterasingan. Sebaliknya,
kepercayaan yang umum, ketika orang lansia akan membutuhkan bantuan keluarga
menyediakan sekurang-kurangnya 80% dukungan / bantuan. Dibandingkan dengan
"kenyamanan di hari tua", keluarga saat ini menyediakan kepedulian
yang lebih luas selama periode waktu yang lama (Schmall, Pratt, 1993).
Walaupun anak yang telah dewasa
adalah suatu sumber utama yang memberi bantuan terhadap orangtua yang lansia,
beberapa trend demografi dan sosial mempunyai akibat / impak yang signifikan
pada kemampuan anggota keluarga dalam menyediakan dukungan. Hal ini tidak
berarti bahwa keluarga bertanggung jawab atas timbulnya depresi pada seseorang
namun sudah jelas bahwa banyak masalah depresi berkisar di seputar kesulitan
dalam cara anggota keluarga saling berkomunikasi dan saling berhubungan.
No comments:
Post a Comment