Saturday 22 June 2013

Trauma Mata

BAB 1


PENDAHULUAN

Dalam ilmu penyakit mata dikenal beberapa penyakit matagawat. Gawat disini berarti, apabila penyalit tersebut tidak ditanggulangi dengan tepat, maka penyakit tersebut dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada mata.
Trauma mata merupakan penyakit mata gawat darurat, artimya apabila tidak ditanggulangi segera, maka dalam beberapa jam saja dapat menimbulkan kerusakan permanen pada mata. Bentuk trauma mata ada beberapa macam, diantaranya, diantaranya : trauma tidak tembus,trauma tembus, trauma oleh karena bahan kimia. Yang memerlukan pertolongan dan perawatan yang berbeda sesuai bentuk/ jenis dari trauma mata tersebut.
Sebagai seorang perawat profesional kita seharusnya mempunyai pengetahuan  dan teknik pertolongsn pertama dan perawatan penyakit mata, khususnya pada kasus trauma mata, mengingat akibat yang dapat ditimbulkan  apabila apabial tidak ditangani dengan cepat dan tepat.

Oleh karena itu makalah ini disusun dengan harapan agar dapat dijadikan untuk menambah  wawasan mengenai asuhan keperawatan pada kasus trauma mata.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A.    REVIEW ANATOMI FISIOLOGI

Mata sebagai organ penglihatan sangat kecil dan amat halus, organ penglihatan ini terdiri atas :
          1.        Bola mata (bulbus okuli) dengan saraf optik (nervus optikus).
Mempunyai lapisan selaput yang terdiri dari 3 lapisan :
-          Selaput putih (sklera)
-          Selaput hitam (koroid)
-          Selaput jala (retina)
Bagian depan daripada selaput bola mata disebut selaput bening (kornea). Selaput putih dibelakang selaput bening ditutupi diatasnya oleh selaput mata (konjungtiva). Selaput mata yang menutupi bola mata dibelakang selaput bening disebut konjungtiva bulber. Daerah peralihan dari kornea ke sklera disebut limbus.
Apabila mata dilihat dari depan, maka dibelakang kornea terdapat selaput pelangi (iris). Ditengah-tengah iris terdapat lubang yang disebut manik mata (pupil). Dibelakang pupil terdapat lensa mata (lentis).
Ruangan antara kornea dan iris disebut bilik mata depan (camera Okuli anterior). Kornea, camera okuli anterior, iris, pupil dan lensa mata merupakan bagian depan dari bola mata dan disebut segmen anterior. Ruangan antara iris dan lensa mata disebut bilik mata belakang (camera oculi posterior).
Camera oculi anterior dan posterior berisi cairan bening yang disebut aquos humor. Cairan mata ini dibentuk oleh badan pelangi (corpus siliar). Corpus siliar adalah penghubung antara iris dengan koroid.
Ruangan bola mata antara lensa dan retina berisi cairan kental yang disebut cairan inti mata (badan kaca). Hampir ditengah-tengah retina yaitu didekat saraf optik terdapat bintik kuning (makula lutea). Bagian belakang dari bola mata yaitu badan kaca, retina, makula lutea dan saraf optik disebut segmen posterior.
          2.        Alat penunjang (adnexa).
Adnexa terdiri atas :
a.       Kelopak Mata
Kelopak mata terdiri atas :
-          Kelopak mata atas (palpebra superior)
-          Kelopak mata bawah (palpebra inferior)
Ditepi kelopak mata terdapat bulu mata.
b.      Kelenjar air mata (kelenjar lakrimal)
Kelenjar lakrimal mempunyai saluran kecil yang kemudian bergabung menuju ke suatu lubang didekat pangkal hidung, disebut punctum lakrimalis. Punctum lakrimal ada dua satu diatas dan satu dibawah. Dari kedua punctum ini keluar saluran air mata yang bermuara di dalam hidung.
c.       Otot penggerak bola mata.
Boal mata berada ditempatnya karena dipegang otot penggerak mata. Ada 6 otot penggerak mata, yaitu :
-          4 otot rektus (rektus superior, rektus inferior, rektus medial, dan rektus lateral)
-          2 otot obliqus (obliqus superior dan inferior).
          3.        Rongga orbita (cavum orbitae)
Rongga orbita berbentuk piramid dengan puncaknya dibelakang, basisnya didepan dan dinding disamping. Dinding rongga orbita terdiri atas tulang orbita. Diantara  bola mata dan dinding orbita di dalam rongga orbita terdapat jaringan lemak dan jaringan ikat yang melindungi bola mata dari bahaya benturan yang datangnya dari luar.

A.    DEFINISI TRAUMA MATA
Trauma mata merupakan ruda paksa yang mengenai mata yang dapat disebabkan oleh benada tajam, tumpul,  thermis, kimia, listrik, tekanan ataupun radiasi yang menyebabkan berbagai macam gangguan pada mata.

B.     PEMBAGIAN
Menurut sebabnya, trauma pada mata dibagi atas :
              1.    Trauma tumpul atau kontusio yang dapat disebabkan oleh benda tumpul, benturan dan ledakan dimana terjadi pemadatan udara.
              2.    Trauma tajam, yang mungkin perforatif atau non perforatif, disertai dengan adanya corpus aleneum atau tidak, corpus aleneum dapat intra okuler atau ekstra okuler.
              3.    Trauma Thermis oleh jilatan api atau kontak dengan benda membara.
              4.    Trauma kimia oleh zat yang bersifat asam atau basa.
              5.    Trauma listrik oleh listrik bertegangan rendah, sedang atau tinggi.
              6.    Trauma Barometrik misalnya pada pesawat terbang atau penyelam.
              7.    Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom

C.    TRAUMA TUMPUL
Trauma tumpul merupakan trauma yang paling serung terjadi, kerusakan yang yang ditimbulkannya sangat bervariasi dari ringan sampai yang berat.
            1.      Anamnese :
Ditanyakan :
a.       Proses terjadinya trauma.
b.      Bagaimana dan bahan benda yang mengenai mata.
c.       Arah benda mengenai (depan, samping atas, samping bawah atau arah lain)
d.      Kecepatan waktu mengenai mata.
e.       Besar benda yang menegnai mata.
            2.      Pemeriksaan subyektif
Dilakukan pemeriksaan visus.
            3.      Pemeriksaan obyaktif
Sudah dapat diketahui dengan daanya kelainan disekitar mata seperti perdarahan yang keluar, pembengkakan didahi, dipipi, hidung dll. Pada pemeriksaan yang penting perlu diperiksa bagaimana gerakan bola mata, tekanan bola mata, pemeriksaan keadaan kelopak mata, kornea, bilik mata depan, pupil, lensa dan fundus.
            4.      Kelainan yang dapat ditemukan
a.       Kelainan Orbita
-          Jarang ditemukan
-          Gejala :
-          Yang nampak terlihat karena adanya perdarahan di dalam rongga orbita yang menyebabkan eksoftalmus dan gangguan gerakan bola mata.
-          Hematom kelopak mata
-          Perdarahan sub konjungtiva.
-          Bila terjadi fraktur yang apabila terletak di bagian dalam menyebabkan emfisem atau terjadi enoftalmus bahkan sampai terjadi kerusakan foramen optik dan mengenai saraf optik sehingga mengakibatkan kebutaan
-          Pemeriksaan Radiologi : untuk memastikan adanya keretakan tulang orbita.
b.      Kelaianan kelopak mata
-          Banyak terjadi.
-          Gejala :
-      Hematom
-      Odema
-          Pemeriksan mengenai luas dan dalamnya lesi.
c.       Kelainan konjungtiva
-          Sering dijumpai.
-          Gejala :
-          Edama yang tidak mengganggu penglihatan.
-          Jika terjadi perdarahan subkonjungtiva, maka konjungtiva kan tampak merah, kemerahan ini berbatas tegas, yang pada  penekanan tidak menghilang atau menipis yang lama kelamaan akan berubah menjadi biru, menipis dan umumnya diserap dalam waktu 2 – 3 minggu.
-          Tindakan : dilakukan penjahitan untuk mempercepat penyembuhannya.
d.          Kelaianan kornea.
-          Dapat terjadi pengeruhan pada kornea, dan bila luka tersebut terletak ditengah, lebih-lebih bila luka itu luas, akibatnya terjadi pengurangan tajam penglihatan.
-          Dapat terjadi abrasi kornea. Bila tidak merusak membran bowman atau stromanya, akan cepat sembuh tanpa menimbulkan gangguan penglihatan.
e.           Kelaianan bilik mata depan
-          Dapat terjadi hifema
Tindakan : pasien harus dirawat dengan bedrest untuk menghindari terjadinya perdaraan sekunder.
-          Hemasiderosis konea
Terjadi bila hifema tidak mengalami penyerapan spontan dan tekanan bola mata tetap tinggi.
Tindakan : Tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah (parasintesis).
f.           Kelaianan pupil dan iris
-          Bila ringan maka pupil akan menyempit karena kontraksi m.sfingter pupil.
-          Bila berat maka pupil akan melebar dan reaksi terhadap cahaya akan menjadi lambat atau hilang.
-          Iridodialisis adalah keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya, sehingga bentuk pupil tidak bulat, dan pada pangkal iris terdapat lubang baru
-          Biasanya jarang menggangu tajam penglihatan.
g.          Kelaianan lensa mata
-          Dapat terjadi subluksasi lensa mata atau luksasi lensa mata, maka zonula zinn dan badan kaca mata menonjol kedalam bilik mata depan sebagai hernia badan kaca.
-          Pada umumnya lensa mata yang mengalami dislokasi itu beberapa tahun kemudian akan mengalami katarak.
-          Penurunan tajam penglihatan bahkan sampai terjadi kebutaan.
-          Tindakan : pembedahan.
h.          Kelaianan fundus mata
-          Dapat mengalami kelainan pada retina, koroid dan saraf optik, perubahan yang terjadi dapat berupa edema retina, ablasi retina, atrofi saraf optik.
-          Kelainan di fundus mata/dibelakang bola mata : tajam penglihatan menurun tetapi media mata jernih.
-          Edema retina yang letaknya diderah makula (comotio retina / baerlin’s udema) : dapat sembuh dalam waktu cepat sehingga tajam penglihatan dapat pulih kembali, pemeriksaaan dengan oftalmoskop menunjukian retina berwarna abu-abu, terutama didaerah makula, kadang-kadang ditemukan juga adanya perdarahan..
-          Ablasi retina : pada pemeriksaan dengan aftalmoskop menunjukan adanya retina yang abu-abu dan pembuluh darah yang tampak terangkat berkelok-kelok. Kadang pembuluh darah tersebut memberikan kesan terputus.
-          Atrofi saraf optik : tajam penglihatna sangat menurun sampai buta, kelainan yang menyebabkan atrofi biasanya terjadi di dilakang bola mata seperti adanya  perdarahan retrobuller, fraktur dinding orbita atau fraktur baseos cranii.
-          Penangan kasus ini memerlukan dokter ahli.
i.            Perubahan tekanan boal mata
-          Jika tekanan bola mata rendah, yang pada perabaan dengan jari terasa lunak sekali, maka nini menadakan adanya kerukan dinding bola mata, yaitu terjadi ruptur bola mata. Biasanya letak ruptur itu ditempat yang lemah, dibagian sklera yang agak menipis seperti didaerah badan siliar atau dikutub posterior bola mata. Gejala : tajam penglihatan sangat menurun.
-          Jika tekanan bola mata naik, terjadi Glaukoma sekunder yang dapat timbul segera beberapa menit kemudian. Glaukoma sekunder ini terjadi karena banyak darah dalam bola mata atau hifema, dimana sel-sel darah itu menyumbat jaringanm trabekel dan saluran keluarnya. Gejala : tajam penglihatan menurun
j.            Kelaianan gerakan mata
Kemungkinan terjadi gangguan gerakan kelopak mata berarti kelopak mata itu tidak dapat menutup dengan sempurna (legoptalmus) yang disebabkan kelumpuhan N VII atau tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis) yang disebabkan adanya edema atau hematum kelopak superior.

D.    TRAUMA TAJAM (TEMBUS MATA)         
Pembagian :
            1.      Trauma perforans pada kelopak mata.
a.   Trauma tembus pada kelopak mata ini dapat menembus sebagian tebalnya kelopak mata atau seluruh tebalnya kelopak.
b.  Jika mengenai Lepator Aponerosis : menyebabkan ptosis permanen.
c.   Reparasi dilakukan jahitan lapis demi lapis
            2.      Trauma perforans pada saluran lakrimal.
a.   Luka yang mengenai kontus medial akan menyebabkan kerusakan pada sistem pengaliran air mata dari punctum lakrimal ke rongga hidung.
b.  Luka robekan pada saluran lakrimal dapat diketahui dengan cara memasukkan sonde melalui punctum lakrimal mengikuti saluran air mata ke hidung, ujung sonde akan keluar melalui robekan yang ada.
c.   Penangan dengan melakukan penjahitan ayng sebaiknya dilakukan dengan bantuan loupe.
            3.      Trauma perforans pada konjungtiva.
a.   Dapat menyebabkan robekan pada konjungtiva dan ruptura pembuluh-pembuluh darah kecil, juga dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva.
b.  Tanda : terlihat robekan dengan tepi yang tegas batasnya pada konjungtiva.
c.   Penanganan :
-      Bila luka < 5 mm, jahitan konjungtiva tidak perlu dilakukan.
-      Bila luka robekan > 5 mm, maka konjungtiva perlu dijahit, kemudian diberikan salep mata dan bebat mata.
-      Jahitan pada konjungtiva dilepaskan pada hari ke lima.
            4.      Trauma perforans pada sklera
a.   Luka kecil pada sklera sulit dilihat karena tertutup oleh kemosis konjungtiva atau adanya perdarahan.
b.  Pada luka yang agak besar, akan terlihat jaringan uvea yaitu iris, badan siliar dan koroid yang berwarna gelap, disertai oleh bilik mata depan anterior yang dangkal.
c.   Bila luka perforasi pada sklera letaknya dibelakang siliar, biasanya bilik mata depan malah bertambah dalam dan iris terdorong kebelakanag, koroid dan badan kaca prolaps melalui luka tembus.
            5.      Trauma perforans pada kornea, iris, badan siliar, lensa dan badan kaca.
-      Laserasi pada kornea yang disertai penetrasi kornea tidak sampai masuk kedalam bilik mata depan maka cukup diberikan salep antibiotik untuk mencegah infeksi eksogen, disertai bebat mata untuk beberapa hari.
-      Perforasi pada kornea yang kecil biasanya berbentuk titik, umumnya menutup sendiri disusul dengan penyembuhan spontan, pengobatan sama dengan diatas.
-      Perforasi pada kornea yang disertai oleh prolaps jaringan iris melalui luka kornea bergejala sebagai berikut :
a. Terlihat adanya luka pada kornea.
b.  Tekanan bola mata menurun. Bilik mata depan dangkal atau menghilang.
c.   Inkarserasi iris melalui luka perforasi.
d.  Perubahan berbentuk lonjong ysng memanjang kearah luka kornea.
e.   Gejala-gejala tersebut diatas dapat diikuti dengan : udema kelopak mata, kemosis konjungtiva, hiperemia siliarlakrimasi dan fotofobi, nyeri yang hebat, dan penglihatan menurun.
-      Penanganan :
-      Eksisi jaringan iris yang prolaps dan kornea, hal ini tergantung dari besarnya luka perforasi, banyaknya jaringan iris yang keluar dan sampai berapa jauh kontaminasi kuman terjadi.
-      Reposisi iris, biasanya dilakukan bila dalam 12-48 jam terlihat bahwa luka itu bersih dan iritasinya minimal.
-      Enukleasi bukan merupakan indikasi yang utama bila visus masih ada, tapi bial pada awalnya sudah disertai dengan hilangnya penglihatan serta hilangnya proyeksi cahaya, maka enukleasi dianjurkan sebagai indikasi pertama.
-      Trauma tembus kornea juga bisa disertai dengan trauma pada lensa (dengan atau tanpa prolaps korteks lensa ke bilik mata depan. Penanganan :
-      Jika penetrasi lensa kecil (hanya menyebabkan katarak yang terisolir pada suatu daerah yang tertentu pada lensa, tanpa menggangu penglihatan maka pembedahan tidak diperlukan.
-      Jika kekeruhan itu luas dan menyebabkan gangguan pada penglihatan, maka dilakukan pembedahan.
-      Prinsip pengobatan semua trauma pada kornea :
1.  Irigasi semua benda asing yang kotor dan yang mungkin telah terkontaminasi kuman, dengan mengguanakan air garam fisiologik.
2.  Membebaskan jaringan-jaringan yang inkarserasi dari luka, dan reposisi jaringan intraokuler keposisi anatomis yang abnormal.
3.  Instilasi atropis kortikosteroid.
4.  Mencegah infeksi eksogen dengan memberikan antibiotik sitemik atau subkonjungtival.
            6.      Trauma perforans pada koroid dan retina.
-      Bila terjadi dibelakang limbus yang tidak mengenai badan kaca umumnya tidak berbahaya. Penanganan dilakukan reparasi luka sklera yang teliti untuk mencegah pertumbuhan jaringan episklera kedalam badan kaca.
-      Bila mengenai badan kaca akan terjadi ablasi retina. Penanganan dilakukan oleh ahli mata dengan pembedahan.
            7.      Trauma perforans pada orbita.
a.   Gejala :
-      Perubahan posisi bola mata.
-      Proptosis yang disebabkan oleh karena perdarahan intraorbital
-      Pembatasan gerak bola mata.
-      Protrusi lemak orbital kedalam luka perforasi.
-      Kebutaan : bila mengenai saraf optik.
b.  Gejala khusus :
-      Bila mengenai saraf optik : atrofi saraf optik dengan gejala-gejala defek lapang pandangan sampai kebutaan
-      Bila mengenai otot-otot luar mata : hialngnya sebagian pergerakan bola mata.
-      Diplopia.
c.   Pengobatan :
-      Luka dieksplorasi dan dibersihkan dengan air garam fisiologis.
-      Pemberian bubuk antibiotik.
-      Jahit lapis demi lapis.
-      Drain jika luka agal besar dan dikeluarkan setelah 24 jam.
-      Pencegahan dengan ATS dan antibiotik sistemik.
-      Otot-otot luar mata yang putus dijahit.

E.     TRAUMA THERMIS
              1.        Flame Burn.
-          Luka bakar yang terjadi akibat jilatan api.
-          Pada mata didapati hangusnya kulit palpebra, supersilia dan silia.
-          Pada kornea kadang-kadang dijumpai bercak nekrosis.
-          Pada luka bakar Tk I, konjungtiva bulbi biasanya kemosis.
-          Pada luka bakar tk II dan III, terjadi nekrosis kornea dan konjungtiva bulbi.
-          Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan luka bakar pada umumnya, yaitu mengatasi syok dengan memberikan cairan perinfus sesuai dengan luas kulit yang terbakar.
-          Perawatan luka :
Pada mata berikan salep antibiotika dan tetes sulfas atropin 1 %. Mata ditutup dengan perban, penderita harus dirawat.
              2.        Contact Burne
-          Luka bakar yang terjadi karena kontak dengan benda yang membara, kayu bakar atau rokok.
-          Terjadi nekrosis kornea dan adanya koepus aleneum.
-          Penatalaksanaan :
Berikan lokal antibiotik pada mata dan tetes mata sulfas atrofin 1%. Penderita dirawat.
-          Komplikasi yang mungkin timbul adalah ulkus kornea akibat adanya kerusakan epitel yang disertai infeksi bakterial.

F.     TRAUMA KHEMIS
-          Trauma bahan-bahan yang bersifat asam menimbulkan nekrosis koagulasi yang berbatas tegas, setempat dan tidak menjalar.
-          Trauma oleh bahan-bahan yang bersifat basa menyebabkan nekrosis koalesens, dimana terjadi penyabunan sel-sel yang menjalar dan terus menerus serta sulit dihentikan, terjadi dehidrasi sel-sel.
-          Komplikasi yang mungkin timbul :
-          Perforasi kornea.
-          Radang purulenta intra okuler.
-          Simblefaron dan pseudopterigium.
-          Penatalaksanaan Trauma Asam :
-          Irigasi. Bilas segera dengan air leding atau air sumur. Yang baik ialah membilas dengan aquades atau larutan NaCl 0,9 % selama 15 menit.
-          Netralisasi dengan larutan bikarbonas natrikus 2 % steril. Mula-mula diberikan 1 tetes tiap 3 menit selama ½ jam kemudian 1 tetes tiap 5 menit selama ½ jam, 1 tetes tiap 10 menit selama ½ jam, kemudian 1 tetes tiap 15 menit selama ½ jam, kemudian 1 tetes tiap 30 menit.
-          Penatalaksanaan Trauma Basa :
-          Irigasi segera dengan air ledeng atau air sumur. Yang baik dengan mengguanakan aquades atau larutan NaCl 0,9 % slama 15 menit.
-          Netralisasi dan berikan obat yang menghambat enzim kolagenase (enzim ini menjadi hiperaktif pada trauma karena zat basa) misalnya :
-      EDTA, berikan 1 tetes tiap 5 menit selam 2 jam, bila perlu boleh diteruskan sampai beberapa hari.
-      Sistein, 1 tetes tiap ½ jam, kedua obat ibi adalah zat anti koagulase.
-      Asam cuka 2 % atau asam tannat 2 %. Diberikan dengan cara yang sama dengan pemberian larutan bikarbonas natrikus pada trauma oleh zat asam.
-          Berikan tetes mata sulfas atrofin 1 % dan salep antibiotika, anastetikum tetes.
-          Penderita dirawat.

G.    TRAUMA LISTRIK
-          Disebabkan oleh listrik dengan tegangan rendah sampai tinggi.
-          Tegangan rendah hanya menimbulkan spasme otot.
-          Tegangan tinggi dapat menimbulkan gangguan pada otot saraf, pembuluh darah, otak dan jantung.

H.    TRAUMA RADIASI
-          Disebabkan oleh gelombang pendek, misalnya sinar ul;traviolet, sinar gamma dan sinar kosmik.
-          Sel ini dapat menyebabkan pecahnya inti sel pada retina, menimbulkan degenerasi kebutaan.
-          Kebutaan yang disebabkan oleh sinar ultra violet disebut fotoftalmia.
-          Pencegahan dengan memakai kaca mata pelindung.
-          Sinar infra red bersifat thermis sehingga dapat membakar retina.
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN



PENGKAJIAN
§  Riwayat kesehatan untuk menentukan masalah primer pasien seperti : kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada mata, mata basah,pandangan ganda, bercak di belakang mata, atau hilangnya daerah penglihatan soliter (miopia, hipermetropia)
§  Menentukan apakah masalahnya mengenai satu atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini.
§  Status okuler umum pasien : apakah ia mengenakan kaca mata atau ? Dimana mereka terakhir di kaji ?Apakah pasien sedang mendapat asuhan teratur seorang ahli oftalmologi? Kapan pemeriksaan mata terakhir ? Apakah tekanan mata diukur ?Apakah pasien mengalami kesulitan melihat(fokus) pada jarak dekat atau jauh Apakah ada keluhandalam membaca atau menonton televisi? Bagaiman masalah membedakan warna, atau masalah dengan penglihatan perifer atau lateral ?
Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata ? Bila ya,kapan? Masalah mata apa yang terdapat dalam keluarga pasien?
§  Riwayat mata :
2  Masa kanak-kanak – strabismus, ambliopia, cedera?
2  Dewasa – glaukoma, katarak,cedera atau trauma mata, kesalahan refraksi yang dikoreksi atau tidak dikoreksi, dan bagaimana bentuk koreksinya?Adakah pembedahan mata sebelumnya ?Adakah diabetes, hipertensi, gangguan tiroid, gangguan menular seksual, alergi, penyakit kardiovaskuler dan kolagen, kondisi neurogenik?
2  Penyakit keluarga- Adakah riwayat kelainan mata pada famili derajat pertama atau kakek-nenek?
Pemahaman pasien mengenai perawatan dan penatalaksanaan mata harus di gali untuk mengidentifikasi kesalahan informasi yang dapat dikoreksi sejak awal.
·         Pengkajian Fokus
1.    Aktivitas dan istirahat
Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/ kemampuan penglihatan.
2.    Makan dan minum
Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.
3.    Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan adaptasi (dari terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan.
Peningkatan pengeluaran air mata.
4.    Nyeri dan kenyamanan
Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.
5.    Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
6.    Pemeriksaan penunjang
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pada data pengkajian, pengkajian pasien dapat meliputi :
1.  Nyeri yang berhubungan dengan cidera, inflamasi,, peningkatan TIO, atau intervensi bedah.
2.  Ketakutan dan ansietas yang berhubungan dengan gangguan penglihatan atau kehingan otonomi.
3.  Perubahan sensori persepsi (visual) yang berhubungan dengan trauma okuler, inflamasi, infeksi, tumor, penyakit struktural .
4.  Kurang pengetahuan mengenai perawatan praoperasi dan pascaoperasi.
5.  Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
6.  Isolasi sosial yang berhubungan dengan keterbatasan kemampuan untu berpartisipasi dalam aktifitas pengalih, dan aktivitas sosial sekunder akibat kerusakan penglihatan.

Masalah kolaboratif/ Komplikasi Potensial
Berdasar data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi pada gangguan oftalmik traumatik bedah atau trauma meliputi :
o  Infeksi struktur okuler
o  Ablasio retina
o  Hipertensi intraokular/glaukoma sekunder
o  Pembentukan katarak sekunder
o  Perforasi bola mata
PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
SASARAN.
Meliputi : peredaan nyeri, mengontrol ansietas, pencegahan deteorisasi visual, yang lebih berat, pemenuhan aktifitas perawatan diri, termasuk pemberian obat, pencegahan isolasi sosial.

INTERVENSI
1.      Meredakan nyeri.
-          Memakai balutan mata, hal ini dapat membantu membatasi gerakan mata sehingga mengurangi nyeri yang diakibatkannya.
-          Mata yang tertutup tadi diistirahatkan.
-          Penggunaan analgetik dan antibiotik untuk mengontrol nyeri
-          Mengurangi gangguan emosi dan stress fisik, hal ini dapat memberikan relaksasi sehingga akan membantu mengurangi nyeri.
2.      Mengurangi ketakutan dan ansietas.
-          Menerangkan kepada pasien tentang rencana penanganan sehingga pasien akan merasakan perasaan kontrol dan otonomi yang dapat membantu mengurangi ketakutan dan ansietas.
3.      Mengurangi deprivasi sensorik.
-    Memberikan reorientasi kepada pasien secara berkala terhadap realitas dan lingkungan serta memberikan jaminan, penjelasan dan pemahaman.
4.      Mengajarkan pasien tentang prosedur operasi.
- Memberikan informasi yang berhubungan dengan perioperatif, intraoperatif dan pasca operatif.
5.      Meningkatkan aktifitas perawatan diri.
-   Dorong pasien untuk melaksanakan perawatan dini, sebanyak mungkin untuk meningkatkan rasa kemampuan diri.
-     Bantu pasien bila memerlukan.
6.      Mendorong sosialisasi dan keterampilan koping.
-          Memberikan pasien kesempatan untuk mngekspresikan perasaan
-          Membantu pasien  belajar melakukan koping dan menyesuaikan diri terhadap situasi.
-          Dorong pasien untuk menerima pengunjung dan bersosialisasi.
7.      Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
-  Menilai kebutuhan pendidikan yang sangat individual dan merancang sesuai dengan beratnya defisit sensori tertentu, usia dan tingkat pendidikan.
8.      Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi potensial.
-          Untuk komplikasi infeksi :
§  Observasi mengenai tajam penglihatan, cairan yang keluar, nyeri dan inflamasi.
§  Pemberian antibiotik topikal/sistemik bila perlu.
§  Higiene dan perawatan mata yang cermat.
§  Hindarkan terkontaminasi obat tetes optalmik atau larutan lain dengan menghindari jangan sampai menyentuh alat penetes dengan mata dan menggunakan dosis minimal individual.
-          Untuk komplikasi Ablasia retina
§  Observasi adanya tanda-anda ablasia retina seperti adanya benda mengapung  (floaters) dan berkurangnya lapang penglihatan..
§  Menekankan perlunya menjaga posisi yang benar untuk memfasilitasi perlekatan retina.
-          Untuk komplikasi hipertensi intra okuler
§  Memantau TIO sebelum dan sesudah prosedur pembedahan.
§  Deteksi perubahan dalam hal kedalaman kamera anterior, nyeri mata, pandangan kabur, infeksi konjungtiva dan perubahan pupil.
-          Untuk komplikasi katarak sekunder
§  Pantau adanya penurunan ketajaman penglihatan.
§  Persiapkan untuk kapsulotomy laser bila ada indikasi.
-          Untuk komplikasi perforasi bola mata.
§  Pantau adanya tanda-tanda yang menunjukkan hilangnya integritas kamera anterior, seperti : hipotoni, kamera anterior dangkal, penurunan penglihatan dan prolap iris.



EVALUASI
1.      Mengalami peredaan nyeri.
a.       Menggunakan obat yang diresepkan untuk mengatasi iritasi, untuk mengistirahatkan mata, dan menangani atau mencegah infeksi.
b.      Melakukan kompres dingain atau hangat sesuai anjuran.
c.       Mengurangi aktivitas mata dengan mengenakan balutan mata yang memadai dan mengistirahatkan mata.
d.      Melindungi mata dari cedera lebih lanjut dengan mengenakan
2.      Tampak tenang dan bebas dari ansietas.
3.      Menghadapi keterbatasan dalam persepsi sensori.
a.       Nampak beroientasi terhadap waktu, tempat, dan lingkungan sekitar.
b.      Berespon terhadap orang lain sewajarnya.
4.      Menerima  program penanganan dan menjalankan anjuran secara aman dan tepat.
a.       Mencuci tangan sebelum meneteskan mata dan menggunakan obat.
b.      Melaporkan setiap tanda yang tak diharapkan, seperti keluar air mata berlebihan dan nyeri.
c.       Mengurangi aktifitas mata dengan mengguanakan balutan mata bila diresepkan.
5.      Mempraktekkan  aktivitas perawatan diri secara efektif
a.       Memperlihatkan bagaimana melakukan penanganan oftalmik seperti pemberian tetes mata/obat, higiene mata.
b.      Membersihkan lensa secara efektif sesuai dengan yang diajarkan.
c.       Menyusun upaya keamanan untuk mencegah jatuh, seperti perbaikan atau penggantian karpet yang sudah kendor dan membersihkan barang yang berserakan.
d.      Menerangkan pencahayaan yang memadai untuk mebaca dan menegrjakan kerajinan tangan.
6.      Berpartisipasi dalam aktivitas diversional dan sosial
7.      Mengucapkan  pemahaman program terapi, perawatan tindak lanjut, dan kunjunagn ke dokter.
           
Contoh Diagnosa dan Intervensi keperawatan pada pasien dengan trauma mata yang sering muncul :
1.    Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (tindakan pembedahan)
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan cepat dan baik, tidak ada nanah, tidak ada eritema, tidak panas.
Rencana:
a.    Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci tangan ysng bersih sebelum menyentuh mata.
b.    Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang cara perawatan dengan kapas yang steril serta dari arah yang dalam memutar kemudian keluar.
c.    Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/ menggosok mata.
d.   Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi (merah, darinase yang purulen).
e.    Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai indikasi.
2.    Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan adanya trauma, penggunaan alat bantu terapi.
Tujuan:
Dengan penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/ injuri.
Rencana:
a.    Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.
b.    Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.
c.    Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah terjadinya pandangan yang kabur, iritasi mata).
d.   Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang bervariasi (mendengarkan radio, berbincang-bincang).
e.    Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
f.     Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara mandiri.
3.    Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasab informasi.
Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.
Rencana:
a.    Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan di lakukan.
b.    Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.
c.    Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu, “mengedan”,  “buang ingus”, bersin atau merokok.
d.   Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
e.    Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas.





DAFTAR PUSTAKA



Brunner & Suddarth (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
Junadi, Purnawan,  (1982), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Oka.P.N, (1993), Ilmu Perawatan Mata, Surabaya : Airlangga University Press.
Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC.
Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

No comments:

Post a Comment